Ilustrasi siswa mempelajari pembuatan robot
VIVAnews - Untuk meningkatkan daya saing nasional, pemerintah mencanangkan Masterplan Perencanaan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) untuk mengejar negara maju seperti Korea Selatan dan Cina. Salah satu strategi utama dalam masterplan ini adalah peningkatan Sumber Daya Manusia dan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Nasional.
Namun, saat ini pengembangan inovasi teknologi di Indonesia masih terbentur problem klasik, yaitu pendanaan. Anggaran nasional untuk riset iptek masih kecil, yaitu 0,08 persen dari PDB nasional atau sekitar Rp500 miliar. Selain anggaran, peraturan dan sistem insentif tidak mendukung tercapainya iklim inovasi yang bagus.
“Ini kemudian menyebabkan akademisi kita tidak bisa hasilkan inovasi. Industri juga tidak bisa kembangkan inovasi karena terbentur sistem insentif,” ujar Ketua Komite Inovasi Nasional (KIN), Zuhal Abdul Kadir seusai seminar Pengembangan Iptek Nasional di kantor LIPI, Jakarta, Senin, 10 Oktober 2011.
Adapun regulasi yang terkait dengan pengembangan riset yakni UU No. 18/2002 tentang sistem nasional penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek, Perpres No.35/2007 dan PP No.20/2005.
Soal anggaran dana, KIN telah menginisiasi kenaikan anggaran riset dan pengembangan iptek menjadi 1 persen dari PDB. Hal ini, menurut Zuhal, sudah terakomodir dalam MP3EI dengan formula 1;747.
Formula ini merupakan inisiasi inovasi dengan didahului menaikkan dana penelitian dan pengembangan sebesar 1 persen per PDB pada tahun sampai 2014. Setelah itu dilanjutkan dengan 7 langkah perbaikan ekosistem inovasi, 4 wahana percepatan pertumbuhan ekonomiyang berujung pada 7 sasaran visi inovasi Indonesia tahun 2025. Jika diestimasikan PDB nasional pada tahun 2014 adalah 1.200 triliun, maka dana litbang mencapai 120 triliun.
Zuhal menilai kondisi riset dan pengembangan inovasi di Indonesia belum bisa meyakinkan kalangan industri manufaktur untuk menggunakan teknologi lokal. Padahal, lanjutnya, sangat penting untuk menjaga agar industri manufaktur tidak lari ke luar negeri karena iklim inovasi tidak mendukung, ditambah lagi sistem insentif yang tidak diperhatikan pemerintah.
“Bisa-bisa seperti kasus Blackberry yang lari le luar negeri,” ujarnya.
Ia berharap jika anggaran 4 Ribu triliun yang disediakan oleh MP3EI tidak hanya sebatas untuk daftar proyek saja. “Di sini dibutuhkan pemimpin negarawan, SBY harus sebagai negarawan bukan kepala pemerintahan untuk mengembangkan inovasi,” harapnya.
• VIVAnews
0 comments:
Post a Comment