Maraknya penjualan mobil dan motor tidak menjamin keberlangsungan bisnis stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) di Indonesia.
Sebab, faktor utama pangsa pasar bahan bakar minyak (BBM) non subsidi di Indonesia masih kecil, sehingga secara perhitungan bisnis kurang menguntungkan.
Wakil Direktur Eksekutif Reforminer Institut, Komaidi Notonegoro, menjelaskan, pangsa pasar BBM non subsidi yang dijual oleh SPBU non Pertamina masih kecil.
"Sepanjang masih ada BBM subsidi, memang bisnis SPBU relatif kurang profitabel, karena market share BBM non subsidi belum begitu besar," kata Komaidi kepada VIVAnews, Rabu 24 Oktober 2012.
Ia menjelaskan, faktor utama tutupnya 15 SPBU milik perusahaan milik perusahaan asal Malaysia, Petronas, karena pangsa pasar yang tidak begitu besar. Selama kebijakan BBM bersubsidi masih dipertahankan, cukup Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara yang tetap kuat menjalankan bisnis SPBU.
Komaidi menuturkan, jika swasta tetap ingin masuk ke bisnis hilir seperti SPBU, harus siap dengan berbagai risiko kebijakan BBM bersubsidi. "Sementara itu, untuk asing, lebih baik masuk di bisnis hulu migas, karena situasi bisnis hilir migas dapat dikatakan kurang bagus," katanya.
Beberapa faktor seperti sentimen negatif terhadap perusahaan dan produk Malaysia bisa saja berpengaruh. Namun, ia menjelaskan bahwa hal tersebut harus dikaji lebih dalam. "Bisa saja berkolerasi, namun kami belum melakukan kajian," ujarnya. (art)
© VIVA.co.I'd
Sebab, faktor utama pangsa pasar bahan bakar minyak (BBM) non subsidi di Indonesia masih kecil, sehingga secara perhitungan bisnis kurang menguntungkan.
Wakil Direktur Eksekutif Reforminer Institut, Komaidi Notonegoro, menjelaskan, pangsa pasar BBM non subsidi yang dijual oleh SPBU non Pertamina masih kecil.
"Sepanjang masih ada BBM subsidi, memang bisnis SPBU relatif kurang profitabel, karena market share BBM non subsidi belum begitu besar," kata Komaidi kepada VIVAnews, Rabu 24 Oktober 2012.
Ia menjelaskan, faktor utama tutupnya 15 SPBU milik perusahaan milik perusahaan asal Malaysia, Petronas, karena pangsa pasar yang tidak begitu besar. Selama kebijakan BBM bersubsidi masih dipertahankan, cukup Pertamina sebagai Badan Usaha Milik Negara yang tetap kuat menjalankan bisnis SPBU.
Komaidi menuturkan, jika swasta tetap ingin masuk ke bisnis hilir seperti SPBU, harus siap dengan berbagai risiko kebijakan BBM bersubsidi. "Sementara itu, untuk asing, lebih baik masuk di bisnis hulu migas, karena situasi bisnis hilir migas dapat dikatakan kurang bagus," katanya.
Beberapa faktor seperti sentimen negatif terhadap perusahaan dan produk Malaysia bisa saja berpengaruh. Namun, ia menjelaskan bahwa hal tersebut harus dikaji lebih dalam. "Bisa saja berkolerasi, namun kami belum melakukan kajian," ujarnya. (art)
© VIVA.co.I'd
0 comments:
Post a Comment