Suweg sebagai jenis umbi-umbian besar jarang diolah dan dikonsumsi masyarakat karena dengan cara pengolahan biasa bisa menimbulkan gatal-gatal di lidah. Namun dengan pengolahan khusus dan dijadikan tepung, suweg ternyata memiliki kandungan serat lebih besar dibanding oatmeal—dikenal sebagai pangan pengontrol kadar kolesterol.
Tepung suweg (Amorphophallus campanulatus BI) siap menyaingi oat instan, makanan kesehatan untuk menjaga kolesterol darah tetap rendah,” kata peneliti Didah Nur Faridah dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor, Kamis (20/1).
Tepung suweg ketimbang tepung garut ternyata kandungan seratnya lebih tinggi. Tepung garut memiliki nilai total serat pangan hanya 9,89 persen sementara serat tepung suweg yang teruji ternyata mencapai 15,09 persen.
”Tepung suweg memiliki prospek bagus untuk makanan kesehatan. Namun, sampai sekarang belum ada industri yang memproduksinya,” kata Didah.
Kesulitan untuk memproduksi tepung suweg adalah sulitnya mendapatkan pasokan bahan bakunya. Selama ini suweg belum menjadi tanaman budidaya, bahkan sebagian besar justru dianggap tanaman liar.
Umbi suweg berbentuk setengah bola dengan diameter mencapai 35 sentimeter. Bobot maksimalnya bisa mencapai 15 kilogram per umbi.
Menurut Didah, bagian yang dapat dimakan sebesar 86 persen. Cara mengonsumsi yang lazim dengan mengukus.
Ketika dijadikan tepung suweg, dapat digunakan sebagai bahan baku mi atau roti. Dijadikan bubur pun bisa.
Selain kandungan serat, diuji pula indeks glikemik (IG) untuk mengetahui kecepatan bahan karbohidrat tersebut melepas glukosa ke dalam darah.
Bahan pangan dengan parameter IG makin rendah akan makin baik terutama bagi penderita diabetes melitus. Patokannya, IG di bawah 55 tergolong rendah.
IG pada rentang 55-70 tergolong sedang. Kemudian IG dengan angka di atas 70 tergolong tinggi.
”IG pada tepung suweg mencapai 36. Ini tergolong sangat rendah karena jauh di bawah patokan IG rendah dengan angka indeks 55,” kata Didah.
Dengan serat pangan yang tinggi dan indeks glikemik yang rendah, tepung suweg bermanfaat untuk mencegah timbulnya kanker usus besar, divertikular, kardiovaskular, kegemukan, kolesterol tinggi, dan kencing manis atau diabetes.
”Tepung suweg memiliki fungsional sebagai hipoglikemik dan hipokolesterolemik,” kata Didah.
Mendorong budidaya
Didah menempuh dua periode untuk meriset tepung suweg ini. Pada awalnya, tahun 2003 hingga 2004. Kemudian dilanjutkan pada 2007 hingga mampu mengukur kandungan serat pangan dan indeks glikemiknya.
”Dengan hasil riset ini, saya mendorong supaya petani mau membudidayakan suweg,” katanya.
Didah pernah membeli suweg di Sumedang, Jawa Barat. Harganya masih sangat murah, tetapi memang jarang ada.
Suweg merupakan tanaman jenis umbi dataran rendah hingga ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Tanaman dengan bentuk umbi setengah bola ini diduga berasal dari India. Kemudian suweg tersebar ke Asia Tenggara sampai kepulauan di Samudra Pasifik.
Dengan usia tanam satu tahun, umbi suweg bisa tumbuh mencapai diameter 35 cm. Ini jika ditunjang kesuburan dan kelembaban tanah yang memadai. Suweg juga bagus untuk tumbuh di bawah naungan pepohonan yang menutup sedikitnya 40 persen dari paparan sinar matahari.
Tangkai daun tumbuh di pusatnya. Tangkai daun tumbuh tegak bisa mencapai ketinggian 60-90 cm. Jika daunnya mulai layu, berarti suweg siap dipanen ketika daunnya menunjukkan tanda-tanda mulai layu. Batangnya pun mulai menampakkan warna menguning.
Kulit umbi suweg berwarna coklat tua dengan daging umbi yang berwarna jingga kusam sampai kemerah-merahan. Daging umbi suweg memang bisa menimbulkan gatal karena mengandung kalsium oksalat.
Kalsium oksalat sebenarnya terdapat di hampir seluruh bagian tanaman suweg yang berbentuk jarum halus (raphide). Seperti talas, gatal-gatal akibat mengonsumsi suweg bisa dicegah dengan berbagai cara, di antaranya dengan perendaman ke dalam air yang cukup lama sebelum dimasak.
Kemudian, penyebab gatal itu bisa dihilangkan dengan pemanasan secara intensif. Selain itu, kalsium oksalat dapat dilarutkan dengan asam kuat.
Didah mengatakan, asam kuat yang mudah ditemui di pasaran adalah asam klorida. Namun, asam klorida pun mengandung toksik sehingga sebaiknya digunakan dalam ukuran sangat sedikit.
Asam klorida yang dipakai memiliki kandungan 0,25 persen. Itu pun hanya untuk merendam suweg yang sudah dikupas dan diiris-iris selama 4 menit. Untuk menetralkan kembali kandungan asamnya, dilanjutkan dengan perendaman irisan suweg di larutan kalsium karbonat (soda kue) sebanyak 1 persen selama 5 menit.
Suweg pun siap diolah. Jika ingin ditepung, suweg harus dikeringkan sampai kandungan air maksimal 10 persen. Selanjutnya suweg siap digiling menjadi tepung dengan ayakan 60 mesh.
Melihat khasiatnya, tepung suweg memiliki prospek ekonomi yang bagus. Tentunya berkat riset ilmiah seperti yang dilakukan Didah dan kerabatnya di perguruan tinggi selama ini yang patut mendapatkan apresiasi.[Nawa Tunggal]
• KOMPAS
0 comments:
Post a Comment