Demonstrasi civil society di depan gedung parlemen kota Kopenhagen, Denmark pada Desember 2009. Mereka memprotes pemimpin dunia yang hadir pada COP 15 Kopenhagen, yang tidak serius mengurangi emisi.
TEMPO Interaktif, Jakarta - Sejak 2008 hingga 2010, utang program perubahan iklim Indonesia mencapai US$ 1907 juta, atau sekitar Rp 17 triliun. "Utang itu dijadikan instrumen pengelolaan defisit anggaran oleh pemerintah," kata Arif Budimanta, anggota DPR dari PDI Perjuangan, Rabu (16/3).
Pernyataan Arif disampaikan saat menjadi pembicara dalam seminar bertajuk “Ekonomi dan Ekologi Politik Perubahan Iklim”. Seminar yang berlangsung di gedung DPR, Senayan, ini diselenggarakan oleh Civil Society Forum for Climate Justice, Institut Hijau Indonesia, dan Kaukus Ekonomi Konstitusi DPR.
Arif mendapat data itu dari laporan utang pemerintah dengan tagline “Climate Change Program Loan”. Utang itu berasal dari Jepang (melalui JICA), Prancis (AFD), dan Bank Dunia. Dia menengarai masih ada pemerintah dan lembaga internasional lain yang memberi utang ke Indonesia.
Dia sempat menanyakan kepada pemerintah saat rapat kerja alokasi anggarannya. "Jawabannya masih kabur, tidak jelas di kementerian apa uang itu dipakai," kata dia, yang dibenarkan Lauren Bahang Dama, anggota DPR dari PAN.
Menurut Arif, utang bagi kegiatan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim belum memiliki korelasi terhadap perubahan kualitas lingkungan dan penurunan emisi karbon yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Tahun lalu, Presiden memang menegaskan komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi gas rumah kaca hingga 26 persen pada 2020.
Selain Arif, pembicara lainnya adalah Koordinator Program HuMa, Bernadus Steni, Maemunah (CSF), serta Direktur Kampanye Walhi Teguh Surya. Adapun moderator seminar adalah Lauren Bahang Dama.
Aktivis lembaga swadaya masyarakat menilai pemerintah Indonesia terjebak pada agenda mitigasi perubahan iklim yang didorong negara maju untuk menjaga hutan. "Akhirnya di dalam negeri kita ribut sendiri gara-gara soal uang dari negara maju yang harusnya paling bertanggung jawab dalam aksi mitigasi," kata Bernadus Steni.[UNTUNG WIDYANTO]
• TEMPOInteraktif
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment