Sunday, 2 December 2012

Kegagalan N-250 Murni Kesalahan Politik

Pesawat N250 IPTN
Jakarta Indonesia sebetulnya tidak kalah hebatnya dengan negara-negara maju penghasil pesawat terbang. Buktinya tahun 1995, N-250 yang merupakan pesawat karya anak bangsa sempat mengudara di atas awan Indonesia.

Hanya saja, karya cipta dari mantan Presiden RI Bacharuddin Jusuf Habibie itu harus terhenti produksinya lantaran masalah politis. Dimana kegagalan N-250 lebih disebabkan karena Dana Moneter Internasional (IMF) menyarankan untuk menghentikan proyek tersebut.

“Pertama, saya ingin menegaskan kenapa kita tidak bisa terus (melanjutkan N-250), karena dipaksa IMF untuk menghentikan. Itu merupakan bagian dari paket, jadi IMF menuntut ke pemerintah, dan itu sangat kritis,” ujar Ilham.

“Sehingga, bisa dikatakan berhentinya N-250 ini tidak ada katian dengan visi ekonomi,” lanjutnya.

Terlebih, kata Ilham, visi ekonomi di Indonesia bukan karena pesawat, tetapi karena perusahaan-perusahaan kebanyakan pinjam uang ke luar dan ditambah lagi waktu itu nilai rupiah terhadap dollar sedang terperosok.

Ilham yang waktu itu menjabat sebagai direktur marketing IPTN mengaku dalam posisi serba sulit, apalagi IPTN tidak dapat berbuat banyak, karena perusahaan sebagai penggagas proyek N-250 lebih memilih untuk menyelamatkan negara dibandingkan meneruskan proyek N-250.

Untuk itulah Ilham mengajak rekan yang dahulu aktif di IPTN (Industri Pesawat Terbang Nusantara) yang kini bernama PTDI (Dirgantara Indonesia), kembali merumuskan pesawat terbang dengan fitur baling-baling serta teknologi yang jauh lebih maju ketimbang teknologi pesawat terbang di hampir dua dekade lalu.

Indonesia Incaran Asing


Menurutnya, saat ini adalah waktu yang tepat, apalagi wilayah Indonesia yang strategis rupanya banyak dibidik oleh para produsen pesawat terbang asing, untuk menjual produk pesawat terbang buatannya.

“Secara alamiah, dari segi pasar, Indonesia sangat berpotensi,” kata Presiden Ilham Akbar Habibie.

Banyak pemain asing, baik dari Itali maupun Kanada yang menarget pasar utama di Asia Tenggara untuk jenis pesawat terbang baling-baling. “Pasar utama di Asia Tenggara adalah jenis pesawat terbang seperti itu (Propeller Aircraft atau pesawat baling-baling) dan pasar terbesar di Asia Tenggara itu adalah Indonesia,” jelasnya.

Maka dari itu, dengan kondisi geografis yang mendukung di wilayah Nusantara ini, seharusnya Indonesia justru lebih mampu untuk bersaing dengan mengembangkan pesawat terbang buatan negeri sendiri, dari orang-orang serta tenaga-tenaga ahli dari negeri sendiri.

“Kita sebagai bangsa bisa membuat produk, selain daripada turunan dari sumber daya alam kita. Ada paradigma, mungkin lebih nyaman dengan posisi bahwa kita ini negara kaya. (Namun justru) ini sebagai bagian dari kutukannya. Karena semua ada, tapi kita belum membuat sendiri, selalu beli, dan ini yang (justru) salah,” paparnya.

Banyak sekali pekerjaan yang bisa kita lakukan sendiri. Misalnya, memanfaatkan potensi dari orang kita sendiri yang bekerja di bidang pesawat terbang tersebut. “Namun ini (malah) diserahkan kepada orang lain. Padahal pasarnya di kita, itu dilemanya,” ungkapnya.

Karena menurutnya, dengan produk buatan sendiri, maka selain dari munculnya kebanggaan, juga berdampak pada berkurangnya tingkat pengangguran. Karena di industri pesawat terbang, merupakan bidang pekerjaan yang cukup menjanjikan, serta perusahaan pun bisa mendapatkan untung yang melimpah, apabila pasar telah dikuasai.

Di bidang pertambangan, perkebunan dan sebagainya memiliki kadar teknologi dan nilai tambah yang relatif kecil. Namun ini, seperti pesawat terbang, mobil, motor memiliki kadar teknologi yang bisa terus dikembangkan.

“Ironisnya, kita pasar motor tiga besar di dunia, setelah China, India, Indonesia. Mirisnya, baik China maupun India, mereka punya produk. Lalu, bagaimana dengan kita? “Ini bukan soal kepintaran, tetapi ini soal komitmen, rajin, disiplin dan yang pertama dan penting adalah kita harus mau mencoba," tegasnya.(amr)




0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...