Thursday, 23 December 2010

Ekspektasi Baru dengan Hadirnya LTE

Untuk pertama kali operator seluler XL Axiata melakukan uji coba komunikasi long term evolution (LTE), teknologi nirkabel pragenerasi keempat (pra-4G) di Indonesia.

Oleh AW Subarkah
Berbagai macam perangkat canggih terbaru dengan cepat menyerbu pasar negeri ini. Mulai dari ponsel canggih, tablet, netbook, notebook, bahkan sampai sistem komputasi berbasis internet atau cloud computing yang semua membutuhkan sarana komunikasi cepat.

Terminologi broadband atau komunikasi pita lebar memang sudah tidak asing lagi. Namun, sepertinya perasaan pengguna belum bisa memahami perubahan yang terjadi karena masih saja ada kata lambat.

Bisa jadi ini karena pertumbuhan pertambahan ukuran konten tidak mampu diikuti kemampuan jaringan. Ekspektasi berlebihan terhadap kehebatan jaringan 3G hanyalah mengecewakan meski sudah empat tahun beroperasi tetap saja tidak ada orang bervideo call, atau nonton TV digital di layar ponsel.

Perkiraan awal itu meleset, sekalipun teknologi 3G sudah sampai high-speed packet access (HSPA) atau 3.5G dan sebentar lagi memasuki 4G.

Kehadiran gadget memang selalu lebih cepat dibandingkan dengan menggelar teknologi jaringan komunikasi. Cerita lama selalu berulang, kehadiran jaringan 3G di negeri ini baru tahun 2006, tetapi sebelumnya sudah hadir ponsel-ponsel 3G.

Tak ubahnya sekarang banjir gadget canggih, terutama gadget berbasis sistem operasi Android (baik smartphone maupun tablet). Sebelumnya sudah meluncur perangkat dari Apple iPhone (smartphone) dan iPad (tablet). Namun, tanpa jaringan internet baik hanya akan berfungsi seperti ponsel biasa.

Lemahnya dukungan berujung pada kelambatan dan sekali lagi vendor jaringan mencoba memberikan solusi kepada para operator. Kali ini vendor raksasa Ericsson menawarkan harapan baru dengan teknologi long term evolution (LTE), sebuah teknologi seluler pragenerasi keempat (pra-4G). Demo LTE sebelumnya juga pernah dilakukan Alcatel-Lucent di Jakarta.

Paradigma baru

Perubahan kebiasaan secara cepat bergulir, dari sekadar hubungan personal sampai membentuk komunitas, jurnalisme masyarakat tumbuh subur sarana jaringan sosial. Semua ingin berbagi tak ubahnya sebagai pewarta, tidak hanya tulisan, tetapi juga melalui foto.

Tidak heran jika beban jaringan komunikasi akan semakin berat. Ericsson memperkirakan akan ada 50 miliar perangkat alat telekomunikasi saling terhubung pada 2020. Dengan hanya mengandalkan teknologi yang sekarang ada jelas tidak akan mampu menangani.

"Apalagi Indonesia adalah salah satu negara di mana pertumbuhan koneksi internet disokong penuh oleh pertumbuhan sambungan seluler," kata Mats Otterstedt, Presiden Direktur Ericsson Indonesia. Ini terungkap dalam acara demo teknologi LTE di Jakarta, pekan lalu, di mana Ericsson memperkenalkan dua teknologi LTE, baik yang berbasis frequency division duplex (FDD) maupun time division duplex (TDD).

Dalam demo di Jakarta pekan lalu, perangkat LTE bisa mencapai kecepatan 100 Mbps untuk downlink dan uplink sekitar 20 Mbps. Saat diaplikasikan untuk akses video streaming berkualitas high definiton (HD) mencatat kecepatan downlink 25 Mbps.

Sebuah harapan kembali muncul, dengan LTE, misalnya, penyelenggaraan siaran langsung televisi dipermudah. Selain mampu meneruskan sinyal dari lapangan, LTE juga memiliki latency (jeda karena perangkat keras) yang sangat kecil. Selama ini komunikasi pembawa acara di studio dengan reporter di lapangan terpotong sangat lama, latency tinggi ini karena komunikasi harus melalui satelit.

Namun, migrasi LTE sangat bergantung pada kebijakan regulator dalam mengalokasikan frekuensi. Untuk kondisi di Indonesia selain melalui upaya refarming pada frekuensi yang ada, juga mungkin pada frekuensi yang berdekatan dengan spektrum pada teknologi WiMAX, yaitu pita 2,3 GHz (berkisar 2360-2390 MHz). Selain itu, masih ada kemungkinan pada pita 700 MHz yang sekarang masih ditempati siaran televisi analog. Jika TV sudah beralih ke digital tujuh tahun mendatang, penggunaan pita 700 MHz akan lebih efisien dan sisanya bisa digunakan untuk LTE.

Sementara itu, pertumbuhan jaringan LTE di dunia diperhitungkan akan didominasi kawasan Asia Pasifik, dalam lima tahun ke depan di kawasan ini akan ada sekitar 43 persen dari koneksi LTE global, di mana China yang selama ini tertinggal dalam teknologi 3G akan menguasai separuh koneksi LTE Asia Pasifik, lainnya seperti Indonesia, Jepang, dan Korea Selatan.

Migrasi ke jaringan LTE diawali operator-operator di Eropa Barat dan Amerika Utara sejak tahun lalu, di mana tahun ini mencapai 70 persen. Jaringan LTE ini di antaranya telah digelar operator seperti TeliaSonera (Eropa) dan Verizon Wireless (Amerika Serikat).

Pihak Ericsson menangani kontrak komersial LTE dengan operator AT&T, MetroPCS, dan Verizon di Amerika Serikat, selain TeliaSonera di Norwegia dan Swedia, serta DoCoMo di Jepang.


KOMPAS

0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...