Layanan seluler Indonesia bias memanfaatkan berbagai layanan termasuk Kartu Halo, Simpati, AS. Matrix, Mentari, Im3, Starone, XL, Axis, Three, Fren, Flexi dan Esia. Namun kualitas layanan berbagai operator dinilai belum memuaskan.
“Sistem pengawasan kebijakan pemerintah masih sangat lemah. Para operator dibiarkan saja sehingga kualitas layanan industri komunikasi menurun. Keluhan masyarakat terhadap industri begitu banyak,” ujar Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan dan Pemberdayaan Masyarakat Informasi (LPPMI) Kamilov Sagala saat dihubungi INILAH.COM, kemarin.
Ia mencontohkan layanan suara yang terputus, SMS yang tidak terkirim dan koneksi data yang tidak stabil merupakan keluhan yang biasa diungkapkan para pengguna seluler. “Ini menjadi evaluasi penting bagi operator,” imbuh Kamilov.
Perang tarif diakui Kamilov memang memberi keuntungan bagi masyarakat karena harga layanan menjadi lebih murah. Namun, sayangnya kualitas layanan menurun. Selain itu, operator tidak mengantisipasi SMS gratis bisa menimbulkan fenomena kriminalitas. Di 2010, tercatat banyak sekali penipuan via SMS seperti ‘Mama minta Pulsa’ dan ‘Investasi Abu Bakar’.
“Operator punya kewajiban untuk membentengi para konsumen mereka dari tindakan kriminal. Mereka seharusnya segera melakukan pemblokiran terhadap pelaku. Selain itu, perlu kerja sama antara operator, kepolisian dan pemerintah untuk melakukan tindakan pencegahan,” tegas Kamilov.
Hal senada juga diungkapkan Sekjen Indonesia Telecommunications User Group (IDTUG) Muhammad Jumadi. IDTUG telah melakukan pengecekan termasuk di masa Lebaran 2010 dan ada beberapa operator yang tidak masuk ke standar pemerintah.
“Jika di waktu penting seperti Lebaran saja, di mana persiapan mereka seharusnya maksimal, para operator masih gagal bagaimana dengan hari biasa? Operator seharusnya tidak mengevaluasi jaringan hanya di waktu-waktu tertentu,” ujar Jumadi.
Ia juga mengkhawatirkan kualitas jaringan operator saat menjelang Natal dan Tahun Baru. Ada beberapa indikator kualitas layanan di bawah rata-rata, sehingga Jumadi meminta pemerintah tidak tinggal diam.
Selain itu, Jumadi menyesalkan proses registrasi yang dilakukan operator tidak berjalan optimal. Padahal pemerintah telah memberlakukan aturan prepaid registration.
“Sayangnya, ini tidak berjalan. Pemerintah hanya membuat aturan tapi tidak melakukan pengawasan yang tegas. Aturan yang bagus tapi tidak dilaksanakan menjadi percuma, sangat disayangkan,” sesal Jumadi.
Jumadi menilai pemerintah seharusnya mencontoh budaya masyarakat Barat yang lebih selektif dalam memberi izin kepemilikan layanan seluler. Mereka harus menunjukkan KTP dan pengisian registrasi dilakukan oleh penjual kartu perdana. Sementara pemerintah harus tegas agar operator tidak bersikap seenaknya.
“Operator sekarang cuek saja. Mereka tidak mendukung. Padahal kebijakan ini dari 2006 sudah digembor-gemborkan. Makanya banyak SMS yang tidak jelas menyebar di masyarakat namun kita tidak bisa mendeteksi siapa pelakunya. Jika operator bisa mengikuti aturan dan taat kepada pemerintah. Ini tidak akan terjadi,” ujar Jumadi tegas.
Padahal, di masa awal kebijakan ini, operator harus bekerja sama dengan Pos dan Giro untuk melakukan verifikasi data pengguna layanan mereka. Masalah lain adalah SMS penawaran dengan bujukan ‘gratis’. Padahal, hal ini dianggap mengelabui masyarakat karena seringkali beberapa SMS tidak mencantumkan biaya yang harus mereka keluarkan untuk mengirim SMS balasan.
Karenanya, Jumadi memperkirakan di 2011, banyak operator yang melakukan merger. Ia membocorkan adanya salah satu operator besar yang ingin menggabungkan diri dengan operator pendatang baru.
“Kita tunggu saja. Kemungkinan besar mereka akan umumkan di 2011,” kata Jumadi. Penggabungan ini pada dasarnya menguntungkan masyarakat karena penyedia layanan seluler bisa memanfaatkan jaringan bersama dan membangun layanan seluler di luar perkotaan besar.[ito]
0 comments:
Post a Comment