KOMPAS.com - Banyak ilmuwan asal Indonesia yang memilih berkiprah di luar negeri karena keterbatasan fasilitas riset di Tanah Air. Bahkan, tidak sedikit yang mencetak prestasi mengagumkan. Salah satunya, Prof. Dr-Ing Eko Supriyanto.
Kiprahnya dalam bidang rekayasa biomedis di negeri jiran Malaysia telah membuatnya meraih 14 hak paten, terkait dengan produk rekayasa biomedis yang ditekuninya. Kini ia pun dipercaya duduk sebagai Ketua Jurusan Sains Klinikal Universitas Teknologi Malaysia.
Bidang rekayasa biomedis yang ditekuninya merupakan paduan elektronika dan kedokteran, berperan dalam menghasilkan alat-alat pembantu diagnosis. Salah satu produknya disebut Smart Doll. Sesuai namanya, alat tersebut adalah boneka pintar karena tidak hanya buat mainan.
"Boneka itu saya namai Elissa. Boneka ini bisa menguji kemampuan anak-anak balita, terutama bisa berfungsi bagi anak-anak berkebutuhan khusus," jelasnya. Ia mengatakan Elissa bisa menguji kemampuan kognitif, psikomotorik, sosio emosional, bahasa dan wilayah lain yang menjadi standar dalam menganalisa perkembangan anak.
Dilengkapi dengan berbagai sensor, alat ini akan mendeteksi ketika anak mulai mendekati dan berbicara. "Setelah mendeteksi, alat akan mengeluarkan hasil analisa dan program atau semacam kurikulum untuk memandu training anak tersebut selama seminggu ke depan. Semua bertujuan agar kehidupan anak lebih baik," kata Eko.
Ia menjelaskan, alat ini juga bisa menyanyikan lagu yang disukai anak-anak dan mendongengkan sebuah cerita. Sistem di dalam boneka ini telah diprogram untuk menyimpan beberapa lagu dan dongeng populer. Alat yang ditujukan untuk membantu orangtua dan dokter mengenal anak ini dinamakan Eko berdasarkan nama putrinya sendiri.
Sekarang, alat telah dikembangkan dan dipakai oleh beberapa rumah sakit dan taman kanak kanak yang ada di Malaysia. Sebelumnya, boneka pintar ini tampil dalam rupa Teddy Bear, namun kini tengah dikembangkan bentuk lain sesuai dengan favorit anak-anak.
Selain boneka pintar, Eko juga mengembangkan Telemedicine Smart Medical Wireless Interface. Perangkat tersebut didesain untuk meminimalisasi biaya pengadaan alat dengan memungkinkan alat terkoneksi internet sehingga dokter bisa menganalisa dari jarak jauh.
"Medical device yang sekarang ada biasanya kan tidak dilengkapi koneksi internet. Dengan alat ini, kita upayakan terkoneksi internet sehingga mengatasi masalah kesehatan di rural area yang membutuhkan pemantauan secara berkala," kata Eko.
Menurutnya, di pedesaan (rural area) pun banyak masyarakat yang menderita penyakit seperti jantung, stroke dan penyakit yang membutuhkan pemantauan. Dengan alat ini, pemantauan bisa dilakukan secara mudah dan murah, hanya bermodal instalasi listrik.
"Kita hanya perlu listrik saja di desanya. Bahkan tak perlu internet. Internet dibutuhkan setelah sampai di kota. Jadi, nanti kita jual satu perangkat alat yang terdiri dan pemancar dan penerima saja. Teknologi ini sangat murah," jelasnya.
Dalam merancang setiap peralatannnya, Eko selalu berpegang teguh pada tiga hal, lebih murah, lebih cepat, dan lebih aman. Hal itu dijadikan prinsip sebab menurutnya teknologi diagnosis yang berdasarkan rekayasa biomedis haruslah aman dan bisa dijangkau masyarakat luas.
Eko adalah salah satu alumnus Institut Teknologi Bandung. Ia meraih gelar doktornya di Hamburg, Jerman. Ketertarikannya pada tubuh manusia dan pengetahuannya akan pengobatan membuatnya berhasrat menggabungkan bidang elektronika yang dipelajarinya dengan pengobatan.
"Dulu, saya kebetulan pernah menjadi guru selama 7 tahun untuk semacam sekolah pengobatan tradisional. Dari situ, saya punya pengetahuan tentang anatomi dan fisiologi manusia. saya lalu tertarik menggabungkan elektronika yang saya pelajari dan pengobatan," paparnya.
Saat ini, Eko tengah mengembangkan alat yang bisa digunakan untuk mendeteksi kanker cerviks sejak dini. Lewat teknologi baru yang akan dibuatnya, kanker cervix (leher rahim) bisa dideteksi hanya dengan cairan vagina dan darah menstruasi. "Cara ini akan membuat wanita lebih nyaman selama didiagnosa."
Seperti apa alatnya dan bagaimana bisa melakukannya? Katanya, "Masih rahasia."
• KOMPAS
0 comments:
Post a Comment