Dalam penelitiannya, Dr. Haryanti, MS menemukan probiotik dari strain Alteromonas sp. BY-9 dalam pemeliharaan larva udang windu (P. monodon). Peneliti Utama di Balai Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali ini, juga telah menyederhanakan penggunaan probiotik tersebut dalam pakan alami, pakan buatan, maupun awetan untuk produksi benih udang windu. Penerapan probiotik adalah alternatif yang penting untuk menggantikan penggunaan antibiotik dan bahan kimia lain dalam budidaya udang. Aplikasi antibiotik dan terapi kimiawi yang tidak beraturan dalam akuakultur dapat mengakibatkan akumulasi residu dan perkembangan strain bakteri resisten.
Sementara itu, Dr. Ir. Wudianto, MSc, dalam orasi ilmiah pengukuhan gelar profesornya, menyampaikan rekomendasi penggunaan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan demersal dan udang. Menurutnya, teknologi penangkapan yang ramah lingkungan bisa diterapkan pada alat-alat; jaring trawl yang dilengkapi BRD (Bycatch Reduction Devices), jaring tiga lapis untuk menangkap udang, rawai dasar untuk menangkap ikan demersal di perairan karang, dan set net untuk menangkap ikan di perairan pantai. “Peran pemerintah daerah pun sangat penting, mengingat jenis sumber daya ikan demersal dan udang umumnya berada di wilayah perairan kurang dari 12 mil, yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota dan provinsi,” ujarnya dalam kesimpulan orasi.
Salah satu dampak pengoperasian jaring trawl selama ini adalah adanya “bycatch” atau hasil tangkap sampingan (HTS). Food and Agriculture Organization (FAO) memperkirakan sekitar 7 juta ton HTS dibuang ke laut per tahunnya. Industri perikanan trawl udang di daerah tropis termasuk sebagai penyumbang terbesar HTS ini. HTS yang dibuang ke laut bisa menyebabkan penurunan keanekaragaman sumberdaya ikan. Proses dekomposisi bangkai ikan akan mempengaruhi keseimbangan ekosistem dasar perairan, bahkan dapat menurunkan kadar O2, seperti terjadi di dasar Perairan Arafura.
Penelitian lain terkait udang, dilakukan oleh Dr. Ali Suman, yang berfokus pada jenis udang Penaeid. Potensi lestari udang Penaeid diperkirakan lebih dari 200 ribu ton per tahun, namun pemanfaatannya telah melebihi potensi lestarinya (over-fishing). Pola pengendalian sumberdaya yang saat ini ada di Indonesia baru pada taraf pembatasan, yang kurang didukung riset memadai dan cenderung berdasarkan wilayah administratif. Kondisi ini dikhawatirkan akan menyebabkan sumber daya udang penaeid di Indonesia terancam dan mengalami kepunahan.
Dalam orasinya, Dr. Ali Suman merekomendasikan dua opsi pengendalian yang lebih baik. Pertama, dengan melakukan pengendalian kegiatan penangkapan (control of fishing) seperti membangun Kawasan Perlindungan Laut atau MPA (Marine Protected Areas), dan menutup daerah dan musim penangkapan. Kedua, melalui pengendalian upaya penangkapan (control of fishing effort), seperti pembatasan ukuran udang terkecil, pengaturan ukuran mata jaring, pembatasan upaya penangkapan, dan melalui kuota penangkapan.
Bertambahnya tiga orang Profesor Riset ini diharapkan semakin memperkuat KKP dalam meningkatkan produksi perikanan berbasis pengetahuan. Keberhasilan para peneliti yang dikukuhkan sebagai profesor tersebut juga diharapkan akan mendorong para peneliti muda untuk terus berkarya dan berinovasi demi kemajuan bangsa.• LIPI
0 comments:
Post a Comment