Wednesday, 7 September 2011

Indonesia Urutan Ketujuh Pembajak Software

Tahun lalu, pembajakan sebabkan kerugian sebesar US$59 miliar atau sekitar Rp504 triliun.

Diperkirakan, ratusan juta oknum pembajak telah membuat kerugian sebesar US$59 miliar atau sekitar Rp504 triliun dari seluruh perangkat lunak yang dibajak tahun lalu.

VIVAnews - Business Software Alliance (BSA) kembali merilis laporan survey perilaku pengguna dan sikap terhadap pembajakan perangkat lunak Hak Kekayaaan Intelektual (HKI) dalam blog resminya, BSA TechPost.

Hasilnya, dari 32 negara di seluruh dunia yang disurvey, Indonesia menempati urutan ke 7 sebagai negara dengan pengguna perangkat lunak illegal. Disebutkan, 65% pengguna komputer pribadi mengaku memperoleh software seringkali atau bahkan selalu mendapatkannya dengan cara ilegal.

Dari 32 negara yang dipantau, 9 di antaranya terletak di kawasan Asia-Pasifik. Enam di antaranya yaitu China, Vietnam, Malaysia, Thailand, Indonesia, dan Korea Selatan – menempati peringkat 10 negara dengan tingkat pembajakan individu paling tinggi dari semua negara yang diteliti.

Berikut ini daftar terbaru 15 negara utama yang paling banyak melakukan pembajakan di seluruh dunia:

Daftar negara pembajak software September 2011


"Diperkirakan ratusan juta oknum pembajak telah membuat kerugian sebesar US$59 miliar atau sekitar Rp504 triliun dari seluruh perangkat lunak yang dibajak tahun lalu,” kata Robert Holleyman, Presiden dan CEO BSA, 7 September 2011.

Dari penelitian BSA, bukti-bukti yang ditemukan jelas menunjukkan bahwa cara menurunkan tingkat pembajakan perangkat lunak adalah dengan mendidik para pelaku bisnis maupun individu tentang hal-hal apa yang legal - serta meningkatkan penegakan hukum di bidang hak kekayaan intelektual.

Menurut Donny A. Sheyoputra, juru bicara BSA Indonesia, pihaknya berkomitmen dalam mendukung pemerintah untuk melawan pembajakan software melalui penegakan hukum dan kegiatan edukasi mengenai penggunaan software berlisensi.

“Untuk menciptakan rezim HKI yang kuat, kami dengan tegas mendukung Direktorat Jenderal HKI merevisi UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta,” kata Donny. “Dalam kaitannya dengan penggunaan software tanpa lisensi untuk kepentingan bisnis, RUU Hak Cipta mengatur pertanggungjawaban pidana korporasi terhadap perusahaan yang tetap menggunakan software tanpa lisensi dalam kegiatan operasional mereka,” tegas Donny.

Dalam penelitian kali ini, Ipsos Public Affairs melakukan penelitian untuk BSA dengan mensurvei sekitar 15.000 pengguna komputer pribadi di 32 negara. Penelitian dilakukan termasuk dengan wawancara langsung secara perorangan maupun online kepada 400 hingga 500 responden di tiap negara.


VIVAnews

0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...