SETIAWAN Aktivis Centre for Orangutan Protection (COP) menggelar aksi unjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, Kamis (15/7/2010). Mereka mendesak pemerintah turut bertanggung jawab dalam usaha penyelamatan orangutan dari ancaman kepunahan.[KOMPAS IMAGES/DHONI]
JAKARTA, KOMPAS.com - Centre for Orangutan Protection (COP) mendesak aparat penegak hukum segera menghentikan perdagangan tengkorak orangutan. Sesuai dengan Pasal 21 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990, perdagangan bagian tubuh satwa yang dilindungi seperti orangutan merupakan perbuatan terlarang.
Desakan tersebut disampaikan COP melalui siaran pers yang diterima Kompas.com, Kamis (8/9/2011). Menurut Orangutan Campaigner dari COP Daniek Hendarto, perdagangan tengkorak orangutan masih terjadi di toko-toko cenderamata di Pontianak, Kalimantan Barat, Palangkaraya Kalimantan Tengah, dan Balikpapan Kalimantan Timur.
"Meskipun tidak dipajang terbuka seperti tengkorak monyet, namun pembeli akan sangat dengan mudah mendapatkan tengkorak orangutan jika bertanya kepada pedagang," tulis Daniek.
Daniek menjelaskan, setiap tengkorak orangutan, dijual dengan harga Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta. Mahalnya harga tengkorak orangutan itu, membuat para pedagang gencar memburu bagian tubuh hewan mamalia tersebut.
Melihat kondisi tersebut, COP mendesak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kementerian Kehutanan untuk proaktif menggelar operasi penegakkan hukum di toko-toko souvenir yang menjual produk awetan dan tulang belulang satwa liar tersebut.
Selain itu, perusahaan perkebunan kelapa sawit sebaiknya membangun sistem dan menjalankan pengamanan yang memadai di kawasan konservasi yang berada di areal konsesinya, serta membantu BKSDA untuk menangkap para pekerjanya yang terbukti membunuh orangutan.
Sebab, menurut COP, para pekerja kelapa sawit dan mayarakat sekitar perkebunan biasanya menjadi pemasok tengkorak orangutan untuk pedagang. Selama Agustus 2011, COP menemukan empat tengkorak orangutan yang tewas di kawasan perkebunan kelapa sawit di Danau Sembuluh, Kalimantan Tengah. Serta, satu bangkai orangutan yang baru saja dikubur di sebuah perkebunan kelapa sawit di Kalimantan Timur.
Masyarakat sekitar perkebunan biasa menembak orangutan yang terjebak di hutan-hutan konservasi. "Orangutan yang terjebak di hutan yang dialokasikan untuk konservasi akan sangat mudah ditembak," tulis Daniek pula.
Setelah tertembak, bangkai orangutan yang mati biasanya dibiarkan hingga menjadi tengkorak. "Mereka akan kembali (ke hutan konservasi) untuk mengambil tengkoraknya," kutip Daniek.
Demikian juga yang dilakukan para pekerja kelapa sawit. "Kelapa sawit yang membunuh orangutan kemudian menguburnya. Kuburan akan dibongkar dan diambil tengkoraknya jika ada pembelinya," tulisnya.
• KOMPAS
0 comments:
Post a Comment