ilustrasi Petani menunjukkan tikus hasil tangkapannya (ANTARA/Siswowidodo)
"Alat pengusir tikus itu menggunakan rentang frekuensi sesuai dengan batas pendengaran tikus, tetapi di atas batas pendengaran manusia, sehingga tidak berbahaya bagi manusia," kata Soni di Yogyakarta, Minggu.
Menurut dia, alat tersebut didesain dengan dua bagian pokok perangkat, yakni perangkat lunak dan perangkat keras. Perangkat keras terdiri atas sistem yang berfungsi sebagai kendali utama, yakni pengolah data dan pengontrol keseluruhan sistem.
"Masukan berupa tombol pengatur gelombang dan keluaran berupa `liquid crystal display` (LCD) yang berfungsi untuk menampilkan berapa gelombang yang dihasilkan dan `speaker` untuk mengeluarkan gelombang ultrasonik," katanya.
Ia mengatakan cara kerja alat itu diawali dengan memilih frekuensi melalui penekanan tombol pemilih frekuensi yang telah disediakan. Sistem akan memproses data yang telah diprogram dan meneruskannya ke transistor untuk diperkuat, selanjutnya ke "speaker".
"Speaker" mengeluarkan frekuensi yang dapat didengar (10kHz dan 15kHz), dan yang tidak dapat didengar (30kHz dan 40kHz), kemudian LCD akan menampilkan berapa frekuensi yang dikeluarkan oleh rangkaian tersebut.
"Ke depan, saya masih ingin mengembangkan alat pengusir tikus ini dengan memperluas cakupan gelombang frekuensi. Dengan demikian, alat tersebut dapat digunakan di mana pun, karena saat ini jangkauan jarak terjauh alat itu hanya sekitar lima meter," katanya..(B015*H010)
• ANTARAnews
0 comments:
Post a Comment