Surabaya - Empat orang dan satu teknisi nampak sibuk megutak atik mesin mobil Kijang di salah satu bengkel mobil dibilangan Rungkut, Surabaya, Jumat 2 November 2012. Perangkat injeksi bahan bakar yang telah dimodifikasi dengan nozle tergeletak begitu saja.
Sejurus kemudian, si teknisi mengambil dengan cekatan unit konverter kit beserta perangkat pendukungnya. Merasa telah sesuai, konverter kit itu dikembalikan ke tempatnya yang berbentuk kardus segi empat. "Wis pas (sudah sesuai)," ujar sang teknisi memberi aba-aba.
Itulah gambaran sehari-hari aktivitas di bengkel PT Autogas Indonesia yang ditunjuk sebagai rekanan untuk menjalankan pemasangan konverter kit kendaraan dinas di Jatim. Sejak resmi beroperasi tanggal 30 Oktober lalu, sudah enam unit mobil dinas Pemerintah Provinsi Jawa Timur memasang perangkat konverter kit di bengkel tersebut. Memasang alat ini membutuhkan waktu 2 hingga 3 hari. Tarif yang dipatok pun bervariasi, tergantung jumlah silinder dan bahan bakunya. Pemasangan konverter kit untuk BBG jenis LGV (V-Gas) lebih murah ketimbang jenis CNG.
Sumitro, koordinator PT Autogas Indonesia cabang Surabaya merinci, bahan baku tabung CNG dan LGV berbeda. Tabung gas CNG lebih tebal dibanding tabung jenis LGV. Perbedaan bahan baku ini lantaran tekanan pada CNG hingga 200 bar. Satu unit konverter kit jenis CNG dengan mesin empat silinder seharga Rp 15 juta. "Kalau LGV dengan kapasitas mesin sama, cuma Rp 13 juta," katanya sembari menunjukan cara kerja parameter tekanan di konverter kit.
Mesin dengan jumlah empat silinder berbeda dengan enam silinder. Mengingat, pada enam silinder ada tambahan dua nozzle di sistem injeksinya. Perbedaan ini berdampak pada selisih harga jual unit konverter kit. Belum genap satu minggu dibuka, Sumitro mengaku banyak mendapat telepon yang menanyakan tentang cara kerja BBG berikut ongkos pemasangannya. Bagi Sumitro, ini menunjukkan animo masyarakat yang ingin mengetahui lebih jauh teknologi BBG tersebut.
Ia membandingkan dengan bengkel Autogas di Jabodetabek. Dalam sehari, rata-rata bengkel Autogas Jabodetabek melayani 15 unit kendaraan yang ingin mengubah sistem pembakaran mesinnya. Kini pihaknya terus jemput bola ke instansi-instansi pemerintahan yang ingin memasang konverter kit. "Hari ini, dua mobil Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Jawa Timur akan memasang konverter," kata Sumitro.
Namun, ia mengingatkan, konversi BBM ke BBG wajib didukung dengan tersedianya infrastruktur SPBG. Untuk sementara, pihaknya hanya menerima pemasangan konverter kit bagi kendaraan bahan bakar bensin. Untuk solar, jauh lebih rumit dan mahal. Rumit karena setiap pengisian BBG harus diikuti dengan pengisian solar. Perbandingannya 60:40, 60 persen BBG dan 40 persen solar. Mahal karena jika tak ingin campuran, harus mengganti silinder heat.
Menyikapi hal ini, Kepala Dinas ESDM Jatim, Dewi J. Putriatni menuturkan, ia belum tahu pasti berapa unit mobil dinas yang mendapat konverter kit gratis. Dalihnya, pembagian konverter kit tidak harus melibatkan Dinas ESDM Jatim. Dewi sendiri tak keberatan jika mobil dinasnya diharuskan memakai BBG, meski infrastruktur masih minim. "Bisa jadi dinas terkait langsung mendapat dari kementerian ESDM. Jadi gak harus melalui Dinas ESDM Jatim," ucapnya.
Soal rencana pembangunan empat SPBG di Surabaya, Sidoarjo dan Gresik disamping empat SPBG yang existing, Dewi tak mengetahui perkembangannya. Ia menyerahkan hal ini sepenuhnya pada PT Pertamina (Persero). "Itu langsung tanya Pertamina saja, saya gak tahu kelanjutan empat SPBG itu," imbuh Dewi.
Terpisah, sikap Asisten General Manager External PT Pertamina Area Pemasaran V, Eviyanti Rofraida setali tiga uang dengan sikap Dewi J.Putriatni. Eviyanti mengaku tak tahu menahu perihal perkembangan rencana pembangunan empat SPBG di wilayahnya. Justru ia balik menyerahkan masalah ini ke Dinas ESDM Jatim, yang notabene kepanjangan tangan dari kementerian ESDM selaku pembuat kebijakan. "Wah saya gak tahu perkembangannya mas. Itu kan langsung antara kementerian dan swasta," kata Evi kepada Tempo.
© Tempo.Co
0 comments:
Post a Comment