Jakarta - Sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia, sampah bergerak linier dengan perkembangan kehidupan manusia itu sendiri. Semakin kompleks alur kehidupan manusia, terutama di kota-kota besar, jumlah sampah juga akan terus bertambah. Oleh karenanya, persoalan penanggulangan sampah terus menjadi prioritas Pemprov DKI Jakarta.
Volume sampah di Jakarta sekitar 6.000-6.500 ton per hari. Melihat angka tersebut, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Kebersihan terus mengembangkan berbagai teknologi pengolahan sampah. Dinas Kebersihan mengembangkan pengolahan sampah lewat program 3R (reduce-reuse-recycle). Saat ini terdapat total 94 titik 3R yang tersebar 5 wilayah kota, serta mampu mereduksi sampah hingga 350 ton/hari (5% dari total sampah Jakarta).
Di tingkat menengah, Dinas Kebersihan mengembangkan pengolahan sampah melalui intermediate treatment facility (ITF). Selain fokus pada pengolahan sampah di dalam kota, ITF juga bertujuan mengurangi beban Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang. Pola pengolahan sampah di ITF berbasis teknologi tinggi, modern, tepat guna, dan ramah lingkungan. Tujuan akhirnya, mengubah sampah menjadi sesuatu yang berguna (from waste to energy).
Saat ini terdapat tiga ITF, yakni ITF Sunter, ITF Cakung-Cilincing, dan ITF Marunda. ITF Cakung Cilincing mulai beroperasi pada Agustus 2011, dengan teknologi Mechanical Biological Treatment. Lewat teknologi tersebut, sampah anorganik di daur ulang, sampah organik difermentasi untuk menghasilkan bahan bakar pembangkit listrik atau sumber BBG.
Tahun ini, dengan total lahan seluas 7,5 ha, ITF Cakung Cilincing mampu mengolah sampah hingga 1.300 ton per hari. ITF ini juga menghasilkan energi listrik sebesar 4,95 MW atau menghasilkan energi BBG sebanyak 445.699 MMBTU.
Sementara itu, ITF Sunter akan berdiri di atas lahan seluas 3,5 ha. ITF ini direncanakan mampu mengolah sampah hingga 1.200 ton per hari. Berbeda dengan ITF Cakung Cilincing, sampah di ITF Sunter nantinya diolah dengan teknologi berbasis incinerator.
Selain karena minimnya lahan, incinerator juga dinilai memiliki kelebihan, antara lain mampu mereduksi sampah hingga 90% dan mengurani emisi gas ruang kaca. ITF terakhir, yakni Marunda direncanakan mampu mengolah sampah hingga 1.500 ton/hari.
ITF ini rencananya akan dibangun di atas lahan seluas 12 ha dan merupakan bagian terintegrasi dari Kawasan Ekonomi Khusus Marunda. Di tingkat akhir, pengolahan sampah Jakarta dilakukan di TPST Bantar Gebang sebagai TPST regional. Pengolahan di TPST Bantargebang juga dikelola dengan basis teknologi tinggi, terutama untuk menghasilkan energi listrik.
Salah satu teknologi yang dikembangkan saat ini yakni sanitary landfill dengan metode Gassifikasi Landfill–Anaerobic Digestion (GALFAD). Gas methane dari sampah organik dimanfaatkan sebagai bahan bakar pembangkit listrik. Sementara sampah anorganik diolah dengan teknologi gassifikasi. Saat ini, PLTSa Bantar Gebang telah mampu memproduksi listrik sebesar 10,5 MW. Sementara itu, kapasitas penuh sebesar 26 MW ditargetkan tercapai pada 2023.
Guna mendukung pencapaian target tersebut, saat ini telah dibangun gas engine, fuel skid, flare stack, dan trafo. PLN bersedia membeli listrik dari PLTSa Bantargebang senilai Rp 850 per KWH, jauh dari rata-rata harga pembelian dari pembangkit konvensional.
Selain mengolah sampah menjadi energi listrik, TPST Bantargebang juga melakukan kegiatan pemilahan, pengomposan, dan daur ulang. Saat ini telah terbangun tiga hanggar pengolahan kompos dengan kapasitas 300 ton/hari. Semua langkah pengelolaan sampah di Jakarta baik tingkat sumber, menengah, atau akhir dilakukan sesuai masterplan persampahan DKI Jakarta 2012-2032. [*]
© Inilah
0 comments:
Post a Comment