Monday, 4 October 2010

Kamera Pengintai yang 'Berbicara'

Segerombolan pria bersenjata terlihat tenang menyambangi Bank CIMB Niaga di Jalan Aksara 56, Medan. Turun dari sepeda motor, puluhan orang itu merangsek masuk. Kamera pengintai di ruang lantai satu pun merekam adegan ini: anggota Brigade Mobil Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Brigadir Imanuel Simanjuntak, ditembak, dor, dor, dor..., peluru menembus dada Imanuel, yang tewas seketika.

Tiga pelaku lalu melompati meja kasir dan mengobrak abriknya, seperti mencari barang berharga. Beberapa laci dibuka, isinya pun diambil. Para penjahat itu menodong seorang pria bertubuh gemuk berkemeja putih, minta ditunjukkan tempat penyimpanan uang. Dua pelaku lainnya berjaga di pintu masuk, memegang senjata laras panjang. Beberapa menit berselang, pelaku kabur, menggasak uang dalam brankas Rp 600 juta.

Bukan sekali itu saja kamera pengintai atau closed circuit television (CCTV) merekam aksi kejahatan. Serangkaian aksi pengeboman juga tak luput dari lensa kamera pengintai. Misalnya detik detik menjelang ledakan bom di Hotel JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton, Jakarta, tahun lalu. Seorang pelaku dengan tas serba hitam di punggung dan tangannya terekam masuk salah satu restoran hotel. Dan, bummm....

Kehadiran kamera pengintai menjadi penting, khususnya bagi polisi, dalam usaha mengungkap kasus kejahatan. Hari hari ini, keberadaan kamera peng-intai sudah lazim di berbagai tempat umum dan privat. Perumahan, pertokoan, hotel, pusat belanja dan keramaian, kantor swasta, sampai instansi pemerintah memasangnya sebagai bagian dari standar pengamanan. Pemerintah Kota Batam bahkan mengeluarkan peraturan daerah tentang sistem keamanan melalui kamera pengaman di obyek vital.

Meski dengan begitu akan banyak aksi kejahatan yang terekam, tak ada satu pun kamera pengintai yang mampu memberikan peringatan dini tanda terjadinya kejahatan. Inilah yang mengilhami tiga mahasiswa Teknik Informatika Bina Nusantara, yakni Felix Jingga, Jeffrey Wijaya, dan Ricky Winata, mengembangkan aplikasi kamera pengintai cerdas yang dinamai Jabbing atau Object Labeling and Timing.

"Jabbing mampu mengenali obyek secara otomatis," kata Felix, mahasiswa ang-katan 2008, pekan lalu. Menurut dia, Jab-bing memungkinkan kamera peng-awas memberikan tanda serupa alarm jika ada benda mencurigakan. Jabbing ter-pilih mewakili Indonesia di lomba Asia Pacific ICT Award (APICTA) 2010 pada 12 16 Oktober di Kuala Lumpur, Malaysia.

Felix mengaku tak semua obyek bisa dikenali Jabbing. "Khusus obyek diam saja," katanya. Teknologi Jabbing memungkinkan kamera pengintai mendeteksi, melakukan klasifikasi, dan menghitung lama obyek statis dalam jangkauan kamera pengawas. Alhasil, petugas pengamanan tak perlu memelototi puluhan layar monitor untuk mengetahui obyek yang dianggap mencurigakan. "Alarm otomatis berbunyi jika benda tidak bergerak dalam jangka waktu yang lama," kata Ricky.

Ketika alarm berbunyi, Ricky menjelaskan, petugas pengawas bisa dengan cepat mengetahui keberadaan obyek mencurigakan itu. Obyek bisa saja benda yang tertinggal, narkotik, orang duduk atau tertidur lama, bahkan benda berbahaya yang disinyalir sebagai bom. Dengan mengetahui secara dini benda benda itu, kejadian yang tidak diinginkan bisa dihindari.

Mengawasi kamera pengintai merupakan pekerjaan yang melelahkan. Satu gedung biasanya memiliki 10 atau lebih kamera yang harus diawasi selama 24 jam. "Pekerjaan mengawasi banyak kamera terus menerus itu sulit dilakukan," ujar Jeffrey, 22 tahun.

Syah Imrom, petugas keamanan Stasiun Gambir, mengakui hal itu. "Tak mungkin CCTV diawasi 24 jam," katanya. Berdasarkan pengalaman Imrom bekerja di pusat belanja dan tempat tempat vital, pengawas kamera hanya sesekali melihat layar monitor yang menampilkan puluhan gambar dari kamera pengintai. "Rekaman kamera lazim dilihat kembali jika ada kejadian atau kejahatan," kata pria yang sudah bekerja sebagai anggota satpam lebih dari sepuluh tahun ini.

Jabbing, karena itu, bisa membantu mempermudah pengawasan. Tapi bagaimana aplikasi ini mengenali obyek secara otomatis? Felix, Jeffrey, dan Ricky menunjukkannya. Sebuah kamera IP (Internet protocol) dipasang di sudut kamar rumah Felix di bilangan Mangga Dua, Jakarta. Awalnya, semua benda diam yang terjangkau kamera dianggap sebagai latar, sehingga tak diperhitungkan meski teronggok lama. Selanjutnya diatur berapa lama benda (selain latar) dianggap obyek baru dan mencurigakan. Tujuannya agar Jabbing mengirim sinyal berupa alarm kepada petugas pengawas bila melewati waktu yang ditentukan. "Waktu diatur menurut kebutuhan," kata Felix.

Pengaturannya sederhana. Cukup dilakukan di komputer jinjing Felix. Dia pun menentukan benda diam yang dianggap mencurigakan selama 40 detik. Felix dan Ricky bergantian menyimpan tas hitam dalam jangkauan kamera pengintai. Kehadiran dua obyek baru yang ditangkap kamera itu otomatis diberi label sekaligus waktunya. Memasuki detik ke 30, Ricky mengambil tas yang disimpannya. Memasuki detik ke 40, kamera seakan berbicara: alarm berbunyi nyaring. Ternyata bunyi itu sebagai pertanda tas yang disimpan Felix telah melewati waktu yang dianggap mencurigakan.

Tidak butuh waktu lama bagi tiga serangkai ini untuk mengembangkan program Jabbing. "Sekitar tiga bulan," kata Felix, yang memulai proyek Jabbing pada April lalu.

Ide pembuatan Jabbing muncul dari diskusi ringan di antara mereka bertiga. Agar lebih sempurna, Jeffrey, ditemani dosennya, Jurike Moniage, sempat menilik kamera pengawas Bandar Udara Soekarno Hatta. "Belum ada kamera pengawas yang bisa memberikan peringatan dini," kata Jeffrey.

Pada dasarnya, Jabbing adalah sistem pendukung berupa peranti lunak. Kamera sebagai perangkat kerasnya mudah dibeli di pasar. Untuk membangun Jabbing, Felix, Jeffrey, dan Ricky menggunakan bahasa pemrograman C/C++. Algoritma berbasis computer vision-mesin dengan kemampuan "melihat" yang rumit pun dibuat sebagai analisis citra. Ini lalu dipadukan dengan algoritma artificial neural network (model komputasi yang meniru jaringan saraf biologis) untuk klasifikasi obyek. "Sebuah aplikasi unik," kata Fredy Purnomo, Ketua Jurusan Teknik Informatika Bina Nusantara.

Teguh Anantawikrama, juri dalam lomba INAICTA 2010 dan Wakil Ketua Komite Tetap Media Kamar Dagang dan Industri Indonesia, terkesan dengan Jabbing. "Aplikasi ini menggunakan artificial intelligence untuk mengenali obyek yang tak seharusnya berada di sebuah tempat," katanya. Jabbing, menurut dia, akan semakin sempurna jika dapat ditambah dengan facial recognition atau sistem pengenalan wajah, sehingga bisa mengidentifikasi seseorang atau obyek bergerak.Rudy Prasetyo


Fitur dalam Jabbing

1. Background removal: membuang latar sehingga kita dapat fokus melihat pada obyek saja.

2. Object labeling: menandai obyek sehingga memudahkan kita menemukan di mana obyek yang ingin diawasi.

3. Object timer: menghitung lama sebuah obyek berada di dalam area pengawasan kamera.

4. Object list: daftar obyek yang berada di kamera pengawas. Obyek yang berada paling lama akan ada di urutan teratas.

5. Alert system: memberikan peringatan ketika ada sebuah obyek yang berada cukup lama dalam pengawasan kamera, menurut waktu yang dapat ditentukan.


TempoInteraktif

0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...