VIVAnews - PT XL Axiata Tbk (XL) menyatakan, kontribusi pendapatan perusahaan masih didominasi oleh layanan suara termasuk penyewaan infrastruktur menara, yakni sekitar 66 persen. Sementara layanan SMS menguasai porsi 22 persen, disusul layanan data sebesar tujuh persen dan layanan nilai tambah (VAS) sekitar lima persen.
Jika merujuk pada pendapatan XL per paruh tahun 2010, di mana perusahaan mengantungi pendapatan Rp8,37 triliun, dari layanan suara (voice), anak perusahan Axiata Group Berhad ini mengantungi Rp5,5 triliun sendiri. Sementara Rp2,85 triliun lainnya disumbang oleh layanan SMS, data, dan VAS.
Untuk meningkatkan kontribusi layanan data (Internet), operator dengan ARPU sebesar Rp34 ribu itu belum ada rencana untuk menurunkan tarif lagi. Menurut Presiden Direktur XL Hasnul Suhaimi, karakter layanan data berbeda dengan layanan suara dan teks (SMS).
“Kalau berbicara data, kita menemukan fair usage policy (FUP). Kalau layanan telepon dan SMS diberi promo unlimited, jarang ada pelanggan yang sanggup menghabisi limit tersebut, misalnya 1.000 SMS per hari atau sejenisnya,” ucap Hasnul.
“Sebaliknya, kalau data, pelanggan justru perlu dibatasi dengan FUP atau kuota pemakaian. Itu saja mereka selalu melebihi kuota dan kecepatan download-nya berkurang ke level tertentu,” ucap Hasnul. “Jujur saja, tarif untuk Internet XL saat ini sudah murah. Tak cuma kami, tarif yang ditawarkan industri, termasuk XL sudah batas bawah,” ucapnya.
Memang, diakui Hasnul, biaya penyelanggaraan layanan data saat ini masih mahal. Ebitda perusahaan dari voice dan SMS sekitar 50 persen, dibandingkan jika komponen layanan data dipisahkan sendiri Ebitda margin yang dihasilkan hanya 20 persen, sehingga net income negatif.
Minimnya kontribusi layanan data terhadap pendapatan operator juga sempat diutarakan Sarwoto Atmosutarno, Direktur Utama Telkomsel beberapa waktu lalu. “Dari sekitar 40 juta pelanggan layanan data Telkomsel, kontribusinya terhadap pendapatan hanya mencapai 7 persen,” ucapnya. “Padahal, dari sisi infrastruktur, biaya yang harus dikeluarkan operator 4 kali lipat lebih tinggi dibandingkan dengan di Amerika Serikat,” ucapnya.
Sebagai informasi, negara kepulauan seperti Indonesia membuat operator harus memasang submarine cable. “Ini harganya 4 sampai 5 kali lebih mahal dibanding inland cable,” kata Sarwoto. “Padahal, saat jualan layanan, harganya harus murah. Ini menyulitkan operator,” ucapnya.
XL sendiri, Hasnul menyebutkan, tahun depan mereka akan menjalankan strategi untuk mempertahankan jumlah pelanggan. “Caranya dengan meningkatkan layanan pelanggan, tidak hanya bersaing dalam hal tarif,” ucap Hasnul.
Terkait infrastrukturnya, anak perusahaan Axiata Group Berhad itu hingga saat ini memiliki lebih dari 10.000 menara dengan 21.650 BTS berteknologi 2G dan 3G. Mengenai tambahan kanal 3G yang baru diperoleh, XL akan memanfaatkannya dalam dua bulan mendatang untuk data. Pihaknya optimistis tambahan frekuensi tersebut bisa meningkatkan kontribusi data rata-rata menjadi sembilan hingga 10 persen.
• VIVAnews
0 comments:
Post a Comment