Tuesday, 7 December 2010

Paspor Elektronik Rawan Korupsi

Menteng, Warta Kota,Rencana Ditjen Imigrasi Depkum HAM untuk mengeluarkan paspor elektronik berupa chip, selain diduga terindikasikan korupsi karena tidak melakukan tender secara terbuka, juga produk baru itu sangat berbahaya bagi negara.

Pasalnya produk keimigrasian itu dikhawatirkan disalahgunakan pihak lain dengan membuka kunci paspor tersebut.

"Paspor elektronik yang dihasilkan perusahaan yang tidak memenuhi kriteria kemungkinan besar tidak sesuai dengan standar internasional, baik dari segi keamanan maupunn kesesuaiaan dengan sistem negara lain," kata Ketua Government Monitoring, Wahyu Aji dalam diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (7/12).

Menurutnya, paspor elektronik yang tidak memenuhi standar keamanan akan gampang dipalsukan.

"Celah ini dapat dipergunakan pelaku kejahatan, termasuk teroris yang bergerak antarnegara. Paspor yang tidak sesuai standar internasional berpotensi tidak bisa terbaca olleh imigrasii negara lain. Itu artinya paspor Indonesiia akan ditolak," tegasnya.

Sementara itu Ika Karlina, peneliti Pusat Kajian Pelayanan Publik, mengatakan, penetapan harga paspor elektronik sebesar Rp 670.000 atau 75 dolar AS dinilai tak masuk akal.

Pasalnya, harga dasar pembuatan chip dan buku untuk paspor elektronik tak lebih dari 15 dolar AS atau sekitar Rp 150.000. Ditambah biaya sistem dan lain-lain, harusnya biayanya tak lebih besar dibanding tarif paspor saat ini, Rp 270.000.

”Kenaikan hampir tiga kali lipat ini tak masuk akal. Pemerintah terkesan mencari keuntungan dari warga negaranya sendiri,” katanya.

Paspor elektronik mulai diluncurkan Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM pada Januari 2011. Imigrasi menyatakan penggunaan paspor elektronik sifatnya pilihan. Masyarakat bisa tetap memakai paspor lama kalau mau.

”Tidak selamanya masyarakat bisa memilih. Berdasarkan aturan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), pada 2015, kita sudah harus beralih sepenuhnya ke paspor elektronik,” ujarnya

Untuk tahap awal, pada 2011, Imigrasi, merencanakan akan menerbitkan sekitar 16.000 paspor elektronik.

Jika selama 6 bulan sampai 1 tahun tidak ada masalah, maka imigrasi akan mulai mengeluarkan sesuai dengan jumlah permintaan paspor masyarakat, sebesar 3 juta per tahun.

”Bisa dibayangkan betapa besarnya keuntungan pemerintah dan perusahaan rekanan setiap tahunnya. Negara seolah-olah mencari untung dan berdagang dengan masyarakat. Paspor saat ini bukan hanya kebutuhan golongan menengah ke atas, tapi juga golongan bawah seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI),” imbuhnya.

Menurut Ika, evaluasi tarif sebelum diberlakukan akan lebih efektif dibanding nanti setelah berjalan. ”Kalau tidak diperingatkan dari sekarang, nanti kalau sudah terlanjur berlaku kita tak bisa apa-apa lagi," tandasnya. (Adi Kurniawan)


Wartakota

Tarif Paspor Elektronik Rp670 Ribu Tak Masuk Akal

JAKARTA (Pos Kota) – Penetapan harga paspor elektronik sebesar Rp670 ribu dinilai tak masuk akal. Pasalnya, harga dasar pembuatan chip dan buku untuk paspor elektronik tak lebih dari US$15 atau sekitar Rp150 ribu. Ditambah biaya sistem dan lain-lain, harusnya biayanya tak lebih besar dibanding tarif paspor saat ini, Rp270.000.

”Kenaikan hampir tiga kali lipat ini tak masuk akal. Pemerintah terkesan mencari keuntungan dari warga negaranya sendiri,” kata Ika Karlina, peneliti dari Pusat Kajian Pelayanan Publik, dalam diskusi di Warung Kopi Proklamasi, Jl. Proklamasi 41, Jakarta Pusat, Selasa (7/12).

Paspor elektronik mulai diluncurkan Direktorat Jenderal Imigrasi Departemen Hukum dan HAM pada Januari 2011. Imigrasi menyatakan penggunaan paspor elektronik sifatnya pilihan. Masyarakat bisa tetap memakai paspor lama kalau mau.

”Tidak selamanya masyarakat bisa memilih. Berdasarkan aturan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO), pada 2015, kita sudah harus beralih sepenuhnya ke paspor elektronik,” kata Ika.

Untuk tahap awal, pada 2011, Imigrasi, merencanakan akan menerbitkan sekitar 16 ribu paspor elektronik. Jika selama 6 bulan sampai 1 tahun tidak ada masalah, maka imigrasi akan mulai mengeluarkan sesuai dengan jumlah permintaan paspor masyarakat, sebesar 3 juta per tahun.

”Bisa dibayangkan betapa besarnya keuntungan pemerintah dan perusahaan rekanan setiap tahunnya. Negara seolah-olah mencari untung dan berdagang dengan masyarakat. Paspor saat ini bukan hanya kebutuhan golongan menengah ke atas, tapi juga golongan bawah seperti Tenaga Kerja Indonesia (TKI),” kata Ika.

Menurut Ika, evaluasi tarif sebelum diberlakukan akan lebih efektif dibanding nanti setelah berjalan. ”Kalau tidak diperingatkan dari sekarang, nanti kalau sudah terlanjur berlaku kita tak bisa apa-apa lagi.”

TIDAK TRANSPARAN
Meski akan mulai diberlakukan pada Januari 2011, Departemen Hukum dan HAM terkesan menutup-nutupi siapa pemegang hak untuk pengelolaan paspor elektronik ini.

”Kepala Bagian Pengadaan Barang Dirjen Imigrasi, Pramono, mengatakan pemerintah sebenarnya sudah memiliki nama perusahaan yang memenangkan tender. Akan tetapi, tak diumumkan karena menjadi rahasia negara,” kata anggota tim investigasi dari
Monitoring Government, Wahyu Aji.

Padahal berdasarkan aturan, tender harus dilaksanakan secara terbuka. ”Sifat kerahasiaan seperti ini sangat mencurigakan. Karena seolah-olah Depkumham takut mengumumkan pemenang yang kemungkinan dihasilkan dari kongkalikong,” kata Aji.

Dalam dokumen yang dimiliki Monitoring Government, menunjukkan perusahaan yang dimenangkan Depkumham ternyata tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis untuk menyediakan sistem paspor elektronik. Dokumen lain menunjukkan bahwa pemenang hak penyediaan chip e-passport ditunjuk langsung tanpa tender sesuai aturan. Monitoring Government juga melibatkan ahli-ahli IT untuk melihat kelayakan sistem perusahaan tersebut.

”Paspor elektronik yang dihasilkan perusahaan yang tidak memenuhi kriteria kemungkinan besar tidak akan sesuai dengan standar internasional, baik dari sisi keamanan maupun keseseuaian dengan sistem negara lain,” kata Aji.(rizal/sir)


Poskota

0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...