KUDUS--MICOM: Universitas Muria Kudus, Jawa Tengah, berhasil mengembangkan mesin pembuat deterjen bubuk untuk menjawab kebutuhan pasar yang selama ini marak diproduksi deterjen berskala rumah tangga.
Menurut anggota tim peneliti Riset Andalan Perguruan Tinggi dan Industri Universitas Muria Kudus Maruki Kabib di Kudus, Minggu (20/10), pengembangan mesin pembuat deterjen bubuk tersebut berawal dari keinginan salah satu pengusaha deterjen skala rumah tangga yang ingin dibuatkan alat pembuat deterjen bubuk dengan kapasitas produksi sekitar satu ton per hari.
Selain itu, produk deterjen tersebut juga diklaim lebih ramah lingkungan yang diperkuat dengan hasil uji laboratorium. "Produk deterjen ini juga sudah dipasarkan ke sejumlah rumah sakit,"
ujarnya.
Untuk itu, universitas berani menerima tantangan untuk membuat mesin pembuat deterjen bubuk dengan kapasitas yang tidak terlalu besar. Selanjutnya, pihaknya berupaya menjalin kemitraan dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendiknas dalam pengembangan mesin pembuat deterjen bubuk tersebut.
"Akhirnya, tahun 2010, kami mendapatkan bantuan dana untuk mengembangkan mesin pembuat deterjen bubuk sekitar Rp250 juta," ujarnya. Rancangan dan proses pembuatan mesin pembuat deterjen bubuk tersebut dikerjakan oleh mahasiswa jurusan teknik mesin dengan didampingi anggota tim peniliti dari Universitas Muria Kudus.
"Proses perakitan sudah selesai. Tinggal penyelesaian tahap akhir saja. Dalam waktu dekat akan dilakukan uji coba proses pembuatan deterjen bubuk bekerja sama dengan salah satu pengusaha deterjen dari lokal Jateng," ujarnya.
Apabila berhasil, pihaknya akan mematenkan sejumlah komponen mesin pembuat deterjen bubuk tersebut, karena hasil rakitan sendiri. "Model dan bentuk mesinnya memang dijual bebas di pasaran. Tapi, ada beberapa komponen yang merupakan hasil temuan kami dan perannya cukup vital dalam proses pembuatan deterjen bubuk tersebut," ujarnya.
Ia memperkirakan, harga setiap mesin pengolah deterjen cair menjadi deterjen bubuk dilengkapi dengan pengeringan semprot atau spry drying mencapai Rp200-an juta. "Jika kapasitasnya lebih kecil, tentunya harga jualnya juga bisa lebih murah," ujarnya.
"Harganya jauh lebih murah dibanding beli dari luar negeri setiap unitnya bisa mencapai Rp1 miliar lebih," ujarnya. (Ant/OL-5)
• MediaIndonesia
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment