VIVAnews - PT Pertamina (Persero) mengusulkan penurunan target laba perusahaan hingga hampir 50 persen dari sebelumnya Rp25 triliun menjadi Rp13,5 triliun. Namun, pemerintah meminta agar revisi tersebut hanya turun menjadi Rp16,3 triliun.
"Berat karena kondisi faktor eksternal," ujar Deputi Industri Strategis dan Manufaktur Kementerian BUMN Irnanda Laksanawan usai Konferensi Pers Update Kinerja BUMN di kantornya, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Senin, 18 Oktober 2010.
Menurut Irnanda, penyebab utama turunnya target laba bersih Pertamina adalah menguatnya kurs rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS). Pertamina dalam RKAP mencantumkan kurs rupiah tahun ini berkisar Rp9.200 - Rp10 ribu per dolar AS. Padahal saat ini kurs rupiah sudah menguat di bawah Rp9.000.
Peningkatan ICP diakui Irnanda memang pada satu sisi meningkatkan laba hulu menjadi Rp 19 triliun namun menurunkan laba di sektor hilir menjadi hanya Rp 6,6 triliun.
Faktor lain yang menyebabkan laba bersih Pertamina turun juga adalah adanya selisih harga produk keekonomian. Jika semula Perseroan memperkirakan selisih harga produk keekonomian hanya US$ 10,3 per barel, kini menurun menjadi US$ 7,5 per barel.
Anjloknya laba Pertamina juga disebabkan beban perusahaan yang menanggung bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi. Jika pada APBN 2010 BBM bersubsidi ditetapkan 35,6 juta kiloliter, artinya perseroan mengalami kerugian Rp2,9 triliun.
Pada bagian lain, beban Pertamina juga semakin berat dengan adanya kewajiban personal berupa pergantian tabung gas ukuran 3 kilogram yang tidak berstandar SNI. Pertamina harus mengeluarkan dana internal sebesar Rp1,7 triliun untuk 10 juta tabung gas.
"Itu tidak diganti oleh pemerintah," kata Irnanda. (hs)
• VIVAnews
0 comments:
Post a Comment