Buah jarak pagar jatropha curcas tanaman yang digunakan untuk biofuel
VIVAnews - Kedutaan Besar Jepang di Indonesia bekerja sama dengan sebuah LSM Jepang memberikan hibah berupa proyek budi daya tanaman jarak pagar (Jatropha Curcas) sebagai tanaman penghasil biodiesel kepada Indonesia. Bantuan ini bertujuan untuk meningkatkan ekonomi masyarakat serta menciptakan energi alternatif.
Hibah senilai maksimal US$432.783 atau sekitar Rp3,8 miliar ini diberikan kepada dua desa Reroroja dan Wairita di Kabupaten Sikka, Flores, Nusa Tenggara Timur.
Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kojiro Shiojiri mengatakan bantuan yang termasuk dalam skema bantuan grasroots kedubes Jepang ini adalah program ketiga yang dilakukan atas kerjasama pemerintah Jepang dengan LSM Asian People’s Exchange (APEX) sejak tahun 2008.
Penandatangan pemberian hibah dilakukan di Kedubes Jepang antara Shiojiri dan Direktur APEX, Nao Tanaka, pada Senin, 18 Oktober 2010. Tanaka mengatakan bahwa program ini didasarkan atas kenyataan bahwa Indonesia memiliki cadangan BBM yang terbatas, sehingga perlu dicarikan alternatif penghasil energi yang lain.
Salah satunya adalah dari biji tanaman jarak pagar. “Jarak pagar dikenal sebagai tanaman yang dapat bertahan di tanah yang kritis, dari bijinya dapat diperoleh minyak yang bisa digunakan sebagai pengganti solar,” ujar Tanaka.
Minyak hanyalah bagian kecil dari yang bisa dihasilkan dari tanaman ini, selain bijinya, Tanaka menjelaskan bahwa batang, ampas, dan kulit buahnya juga dapat dimanfaatkan secara maksimal.
“Dari ampas biji jarak dan kulit buahnya dapat kita peroleh pupuk kompos, sedangkan dari cabang dan ampasnya kita juga dapat melakukan gasifikasi yang dapat menghasilkan listrik,” kata Tanaka.
Selain mencari energi terbarukan, Tanaka mengatakan bahwa program ini juga membantu perekonomian masyarakat kedua desa yang mengandalkan sepenuhnya penghasilan mereka dari pertanian.
Kabupaten Sikka yang dipilih oleh APEX adalah daerah kering yang memiliki lahan kritis yang cukup luas. Pendapatan penduduk Sikka perbulannya sangat rendah, dengan rata-rata 250-500 ribu per kepala keluarga. “Selama dua tahun proyek ini berjalan, pendapatan rata-rata penduduk meningkat antara Rp1-3 juta per bulan,” ujar Tanaka.
Namun, penanaman pohon Jarak ini bukan tanpa kesulitan. Tanaka menjelaskan waktu panen yang tidak menentu serta fluktuasi harga minyak dunia menjadi penghambat dalam kelangsungan pengadaan energi biodiesel.
“Untuk menjadikan usaha ini berhasil, membutuhkan kemampuan tanam yang komprehensif, sosialisasi yang terus menerus yang dilakukan oleh LSM, serta marketing atau pemasaran yang kuat,” katanya.
Tanaka mengatakan jika hasil yang diperoleh dari perkebunan Jarak yang baru ini memuaskan, maka dapat menjadi sebuah contoh yang baik bagi Indonesia dan dunia mengenai energi terbarukan yang tidak akan habis. Tanaka berharap, setelah di NTT, akan ada banyak lagi lahan di Indonesia yang ditanami pohon Jarak.
“Indonesia memiliki lahan kritis sebanyak 77.806.881 ha, yang jika ditanami jarak akan menghasilkan 1.170.000 barrel minyak per harinya. Ini merupakan potensi besar yang dimiliki oleh Indonesia,” kata Tanaka.
• VIVAnews
0 comments:
Post a Comment