TEMPO Interaktif, BANDUNG - Dosen dan mahasiswa Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) Surabaya mengembangkan polisi tidur (police trap) di jalan sebagai penghasil listrik.
Alat tersebut bisa dibongkar pasang sesuai keinginan pengguna untuk kebutuhan penerangan jalan atau bangunan.
Karya tersebut telah diuji coba sebelum lolos dalam daftar 20 finalis Kontes Inovasi Nasional 2011 di Institut Teknologi Bandung, 4-5 Februari 2011.
Bentuk polisi tidur tersebut dirancang khusus. Di bagian tengah antara tanjakan dan turunan, terdapat papan menyembul yang bagian bawahnya dipasangi pegas baja berjenis helix atau per keong.
Tinggi papan itu dari puncak tanjakan atau turunan sekitar 2-3 centimeter. "Tidak menghambat laju kendaraan," kata anggota Tim Buzz ITS Made Yudithia Krisnabayu kepada Tempo di sela pameran di Campus Center timur ITB.
Tiap kali roda mobil atau motor melindas polisi tidur, energi kinetik yang biasanya terbuang ditangkap pegas sebagai energi potensial lalu dialirkan ke generator torsional. Generator sederhana buatan sendiri yang diletakkan di samping papan polisi tidur itu diatur agar bisa menyimpan energi tiap enam lindasan terjadi. "Inovasinya pada penyimpanan energi di generator ini," ujar Diandra Devia Dewi, anggota tim lainnya.
Dari enam kali lindasan mobil atau motor, bisa terkumpul listrik sebesar 10,5 watt. Arus bisa diubah dari AC menjadi DC. Energi itu kemudian ditabung dalam baterai atau aki (accu) sebelum dipakai untuk penerangan jalanan atau gedung.
Berapa pun bobot dan kecepatan kendaraan ketika melindas polisi tidur, jumlah daya listrik yang dihasilkan tetap sama. Namun harus dihindari lindasan kendaraan jenis truk agar alat tidak cepat rusak.
Idealnya, kata mahasiswi berusia 20 tahun itu, alat tersebut ditempatkan di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU), sekitar pintu palang tempat parkir, dan kios drive thru. "Listrik yang dihasilkan bisa dipakai untuk menerangi tempat-tempat seperti itu," tuturnya.
Biaya pembuatan polisi khusus tersebut Rp 1,5 juta per unit. Daya tahannya berkisar 1,5 hingga 2 tahun. Alat itu menurut mereka, jauh lebih murah dibanding biaya pemakaian listrik per tiang lampu jalan yang menyala 10 jam sebesar Rp 2,3 juta per bulan.
Setelah nanti dipatenkan, kata Diandra, alat yang digagas dan dikembangkan bersama Harus Laksana Guntur, dosen Bidang Studi Desain Program Studi Teknik Mesin ITS, tersebut rencananya akan ditawarkan ke pemerintah daerah. ANWAR SISWADI.
• TEMPOInteraktif
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment