Yogyakarta (ANTARA News) - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian Yogyakarta memperkirakan, bahaya lahar dingin dari material vulkanik hasil erupsi Gunung Merapi akan berlangsung dalam waktu yang lama, hingga mencapai lebih dari satu tahun.
"Volume material hasil erupsi Gunung Merapi yang telah terbawa sebagai lahar dingin masih sangat kecil sehingga ancaman lahar dingin masih bisa terjadi dalam waktu lama, bahkan bisa lebih dari satu tahun," kata Kepala Balai Penyelidikan dan pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandriyo di Yogyakarta, Selasa.
Ia mencontohkan, banjir lahar dingin seperti yang terjadi di Sungai Code pada Senin malam (29/11) hanya membawa sedikit dari total volume material vulkanik Gunung Merapi yang telah dimuntahkan.
Menurut dia, lahar dingin yang membawa material hasil erupsi Gunung Merapi baru terjadi di Kali Boyong, Kali Putih dan di Kali Senowo, sehingga diperkirakan baru 10 persen dari total 140 juta material vulkanik yang telah terbawa dalam lahar dingin tersebut.
"Material vulkanik hasil erupsi Gunung Merapi tersebut tidak akan turun seketika menjadi lahar dingin, tetapi akan turun dalam volume-volume kecil dalam waktu yang cukup lama," katanya.
Ia mengatakan, ancaman bahaya lahar dingin tidak akan sebesar ancaman letusan Gunung Merapi yang berupa awan panas. "Namun, lahar dingin kemungkinan akan lebih sering terjadi dibanding awan panas, terlebih pada musim hujan," katanya.
Hujan dengan intensitas tinggi, minimal 40 milimeter (mm) per jam di Gunung Merapi dan terjadi selama dua jam berturut-turut, lanjut dia, bisa menyebabkan terjadinya lahar dingin.
Selain bahaya lahar dingin saat musim hujan, Subandriyo juga mengatakan, kemungkinan terjadinya "secondary explosion" di endapan lahar Merapi.
"Endapan lahar tersebut memiliki suhu yang masih cukup tinggi, sekitar 300 derajat celcius, sehingga saat ada hujan maka kemungkinan akan menyebabkan adanya letusan sekunder tersebut," katanya.
Namun demikian, letusan sekunder tersebut tidak membawa ancaman yang cukup signifikan kepada masyarakat karena merupakan fenomena alam biasa sehingga BPPTK tidak melakukan pemantauan khusus terhadap terjadinya letusan-letusan sekunder tersebut.
Pada Selasa, dilaporkan terjadinya letusan sekunder di Kali Gendol yang menyebabkan munculnya asap dengan ketinggian sekitar 300 meter.
Berdasarkan hasil pemantauan BPPTK Yogyakarta, aktivitas kegempaan Gunung Merapi hingga pukul 18.00 WIB, telah terjadi 14 kali gempa multiphase, 21 kali guguran dan dua kali gempa tektonik, sedangkan gempa "low frequensi", "tremor" dan awan panas tidak tercatat. (*)(U.E013/Y006)
• ANTARAnews
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment