”Peralatan tersebut merupakan penemuan baru yang ramah lingkungan,” kata Ketua Dewan Riset Daerah Kota Surakarta, BB Triyatmoko.
Triyatmoko menjelaskan, penggunaan pembangkit listrik tenaga surya tersebut tidak lagi menggunakan perangkat solarsel, seperti yang selama ini banyak digunakan. “Peralatan solarsel tidak ekonomis lantaran harganya yang mahal,” kata Triyatmoko. Meski demikian, dia mengaku belum menghitung biaya pasti pembuatan instalasi tenaga listrik model baru tersebut.
Dia menjelaskan, peralatan tersebut pada dasarnya menggunakan sistem seperti mesin uap. Peralatan tersebut menangkap pancaran radiasi dari matahari dan digunakan untuk memanaskan tabung air yang akan dipasang di atas atap gedung Solo Techno Park. Sedangkan kalori yang dihasilkan digunakan untuk memutar turbin pembangkit listrik.
Dalam perhitungan yang telah dilakukan, peralatan tersebut nantinya mampu menghasilkan listrik sebesar 3 megawatt. Besarnya listrik yang dihasilkan, lanjut Triyatmoko, hampir setara dengan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) yang berada di Waduk Gajah Mungkur Wonogiri. Dia menjamin, listrik tersebut mampu memenuhi kebutuhan di Solo Techno Park.
Direncanakan, proyek pembuatan pembangkit tersebut akan segera dimulai pada awal tahun depan. “Wali Kota Munich dan Moosburg akan berkunjung ke Surakarta pada Januari tahun depan,” kata Triyatmoko. Pembicaraan teknis mengenai proyek pembuatan pembangkit listrik tenaga surya itu akan dibahas secara rinci pada saat kunjungan tersebut.
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Surakarta, Anung Indro Susanto menyatakan, sangat mendukung proyek tersebut. Menurutnya, Indonesia yang berada di sekitar garis khatulistiwa sangat sesuai untuk pemanfaatan pembangkit listrik tenaga surya.
Anung menambahkan, peralatan pembangkit tersebut juga tidak menghasilkan limbah yang berbahaya. “Sangat sesuai dengan program eco-cultural city yang tengah dikembangkan,” kata Anung.
Hanya saja, menurut Sekretaris Daerah Kota Surakarta, Budi Suharto, jika Pemerintah Kota Surakarta, belum bisa menjamin ketersediaan anggaran untuk proyek tersebut. “Proyek riset yang berhubungan dengan teknologi biasanya membutuhkan biaya tinggi,” kata Budi. Padahal, prioritas penggunaan anggaran pada tahun depan digunakan untuk pembiayaan program kesehatan, pendidikan dan perekonomian.
Meski demikian, dia berjanji untuk mencari anggaran ke pemerintah pusat. Alasannya, proyek tersebut cukup spektakuler. Sebagai alternatif, pihaknya juga akan mencoba mencari sumber dana dari pihak ketiga. “Banyak sektor swasta yang berminat dengan penemuan tersebut,” kata Budi.[Ahmad Rafiq]
• TEMPOInteraktif
0 comments:
Post a Comment