INILAH.COM, Jakarta - Pembangunan jalan non-tol di Jakarta dinilai ahli tak efektif jika menyebabkan kemacetan selama satu tahun. Apalagi, lokasi ini terkenal sering macet. Bagaimana solusinya?
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun dua jalan layang non-tol yaitu jalan layang Pangeran Antasari-Blok M dan Kampung Melayu-Tanahabang mulai 22 November 2010. Pembangunan jalan layang itu membutuhkan waktu sekitar 21 bulan dan ditargetkan selesai Agustus 2012.
Pemkot mengatakan pengerjaan fisik pondasi akan dimulai malam hari mulai pukul 22.00 hingga 05.00 agar tidak mengganggu lalu lintas. Meski demikian kemacetan tetap diingatkan akan tetap terjadi dalam 1 tahun ke depan terutama di Jalan Casablanca.
Pemerintah DKI menyebut dua jalan layang ini dapat mengurangi 30% kemacetan lalu lintas di kawasan itu. Benarkah?
“Saya rasa belum tentu. Jika pemerintah mewanti-wanti ada kemacetan selama satu tahun seharusnya dipikirkan kembali prosesnya seperti apa. Jalan tanpa gangguan eksternal saja sudah macet apalagi kalau diambah pembangunan,” ujar pakar ilmu transportasi ITB Harun Rasyid S Lubis saat dihubungi INILAH.COM, kemarin.
Menurutnya, pemerintah harus mempertimbangkan pembebanan minimum di ruas jalan, sistem pengalihan transportasi saat pembangunan jalan non-tol dan meminimalisir penggunaan ruas jalan di jam padat.
Dibandingkan penggunaan pondasi tiang pancang pinggir jalan, tiang pancang di tengah jalan yang dipakai untuk jalur non-tol diakui Harun lebih optimal. Hal itu mengingat pemerintah dapat meminimalisir biaya, waktu dan gangguan saat proses pengerjaan.
“Dengan tiang pancang tengah jalan, pemerintah tidak perlu lagi membuka lahan di pinggir jalan atau membebaskan rumah penduduk, ini seperti di jalur Cawang dan Tanjung Priuk,” ujar Harun. Tapi, Harun memperingatkan pemerintah untuk berhati-hati memilih teknologi dalam membangun.
Salah satu solusi dalam proses pembangunan itu menggunakan teknik yang sangat terkenal Sosrobahu. Ini merupakan teknik kontruksi dengan memutar bahu lengan beton jalan layang.
Dengan teknik tersebut, lengan jalan layang dapat disejajarkan dengan jalan di bawahnya kemudian diputar 90 derajat sehingga pembangunan tidak mengganggu arus lalu lintas jalan di bawahnya.
Penemu teknik ini, Tjokorda Raka Sukawati, membuat landasan putar untuk lengan beton yang dinamai Landasan Putar Bebas Hambatan (LBPH). Bentuknya adalah dua piringan besi yang bergaris tengah 80 sentimeter yang saling menangkup. Meski setelah 5 sentimeter, piring dari besi cor FCD-50 ini mampu menahan beban 625 ton.
Selanjutnya, minyak oli dipompakan di kedua piringan tersebut. Sebuah seal (penutup) karet menyekat rongga di antara tepian piring besi itu untuk menjaga minyak tak terdorong keluar, meski dalam tekanan tinggi.
Lewat pipa kecil, minyak dalam tangkupan piring itu dihubungkan dengan sebuah pompa hidrolik. Sistem hidrolik itu mampu mengangkat beban beban ketika diberikan tekanan 78 kg/cm2.
Meskipun ada banyak cara untuk menghindari kemacetan selama proses pembangunan jalur non-tol, Harun tidak yakin Jakarta akan lepas dari kemacetan. Menurutnya, semua petinggi Jakarta hingga lapisan menengah ke bawah akan dibayangi kemacetan yang dianalogikan sebagai lingkaran setan.
“Penambahan jalan memang salah satu solusi tapi tidak menjamin selamanya jika pemerintah terus saja mengizinkan pembangunan mall seperti jamur saking banyaknya. Buat apa? Ini bukan masalah jumlah mobil kok,” katanya.
Kendaraan di Jakarta dinilai Harun masih sedikit dibandingkan Tokyo atau New York jika dilihat dari sudut pandang ibukota suatu negara. Dan yang harus dipikirkan adalah bagaimana membuat pemerintah kota mau bersikap tegas.
Proyek jalan non-tol itu sendiri menelan biaya Rp2,02 triliun, terbagi Rp1,28 triliun untuk membangun jalan layang Pangeran Antasari-Blok M dan Rp737 miliar untuk jalan layang Kampung Melayu-Tanah Abang.
Rute jalan layang Antasari-Blok M dari selatan ke utara masuk Jalan Pangeran Antasari menuju Brawijaya, Prapanca turun ke Wijaya I dekat Kantor Walikota Jakarta Selatan. Sedangkan rute utara ke selatan, masuk dari Lapangan Mabak Blok M, menuju Jalan Iskandarsyah, Prapanca, Brawijaya dan turun di Jalan Pangeran Antasari. [mdr]
0 comments:
Post a Comment