Thursday, 2 December 2010

Pengadaan Alutsista TNI Belum Bisa Secara Elektronik

Letjen Sjafrie Sjamsoeddin. TEMPO/Hariandi Hafid

TEMPO Interaktif, Jakarta - Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoedin mengatakan, pengadaan alat utama sistem senjata (alutsista) yang dilakukan Kementerian Pertahanan belum bisa dilakukan secara elektronik. Sejauh ini, hanya pengadaan barang-barang umum yang sudah bisa dilakukan secara elektronik.


"Kalau untuk alutsista belum bisa dielektronikkan karena alutsista bukan barang umum dan punya spesfifikasi untuk kepentingan pertahanan negara," kata Sjafrie di kantornya, Rabu (1/12).

Kendati demikian, Sjafrie membantah anggapan bahwa pengadaan alutsista menjadi tidak transparansi dan tidak akuntabel. Sesuai Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, pengadaan alutsista dapat dilakukan melalui metode pelelangan. "Artinya, (pengadaan alutsista) tetap bisa lewat metode pelelangan umum melalui koran, dan sebagainya," kata dia.

Pengadaan alutsista secara elektronik, kata Sjafrie, memiliki kelemahan, yakni pemerintah tidak bisa menjamin beberapa aspek. Khususnya, aspek spesifikasi teknis dari peralatan militer yang akan dibeli.

Seperti yang pernah terjadi di tahun 2007, Kementerian Pertahanan pernah mencoba melemparkan tawaran pembelian di internet. Ketika itu, Sjafrie mengatakan, pernah ada yang mengajukan tawaran yang ternyata bukan pabrikan, melainkan broker. "Kami minta company profile mereka tidak bisa ngikuti. Ini satu contoh bagaimana kita harus melakukan evaluasi pengadaan elektronik khusus untuk alutsista," katanya.

Beda cerita jika pengadaan alutsista dilakukan lewat proses lelang melalui koran. Calon penjual yang sudah mendaftar harus bertemu muka (face to face) dengan calon pembeli, yakni Kementerian Pertahanan. Hal tersebut dimaksudkan agar kementerian bisa melakukan pengecekan fisik dan administrasi secara langsung untuk menjamin terjawabnya spesifikasi teknis dan kualifikasi administrasi alutsista yang akan dibeli.

Meski terkesan kurang efisien, kata Sjafrie, bukan berarti pengadaan alutsista secara lelang menjadi tidak transparan dan akuntabel. Sebab, proses transaksinya dilakukan dengan cara langsung tatap muka. "Transparansinya kita umumkan di koran bahwa kita akan membeli peralatan militer tertentu," ujarnya.[MAHARDIKA SATRIA HADI]


TEMPOInteraktif

E-Procruitment TNI belum Tersentuh KPK

Panglima TNI Agus Suhartono

JAKARTA--MICOM: Pengadaan barang dan jasa TNI yang mencakup pengadaan sistem alat utama sistem persenjataan (alutsista) dengan anggaran mencapai Rp47,5 triliun di APBN, masih belum diproses di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Panglima TNI Agus Suhartono di Jakarta, Kamis (2/12) mengungkapkan, sebagian pengadaan barang dan jasa telah dilaporkan. Tetapi, pengadaan barang dan jasa melalui sistem online (E-procruitment) masih terkendala. "Sistem E-Procruitment yang akan dilakukan mempunyai kendala tersendiri, yang baru bisa dilaporkan ke KPK adalah sistem pengadaan barang yang tidak tercakup kepada E-procruitment", kata Agus saat jumpa pers di Balai Samudra.

Kementerian Pertahanan dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) tahun 2011 mendapatkan alokasi anggaran Rp47,5 triliun atau sekitar 3,86 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011. Sistem E-Procruitment ini merupakan rancangan yang bekerja sama dengan Kementrian Pertahanan.

Saat wawancara Agus menjelaskan E-procruitement terdiri dari dua pengadaan. Yaitu E-procruiment untuk barang/jasa dan pengadaan untuk sistem alutsista. "E-procruitment itu baru mulai kita lakukan. Kita menggunakan sistem yang menggunakan IT ini untuk transparansi", kata Agus.

Sistem yang baru ini sudah tidak menggunakan rekanan lagi, tetapi menggunakan pabrikan. Panglima TNI menjelaskan sistem E-procruitment memiliki kesulitan yang lebih tinggi karena bisa menggunakan lebih dari 10 komputer untuk operasi pengadaan barang, jasa, dan alutsista di TNI. Agus juga mengaku sistem ini baru bisa di back up secara manual, karena apabila diberlakukan sistem IT kepada semua pengadaan, akan membuat blank pada seluruh sistem.

"Saya lebih suka langsung dengan pabrikan daripada lewat rekanan. Namun harus didukung lewat peraturan perundangan", lanjut Agus menjelaskan.

Sementara itu saat ditanyai mengenai pelaporan pelaksanaan kepada Komisi Pemberantas Korupsi, Agus mengaku pemeriksaan APBN diserahkan kepada BPK terlebih dahulu. "Kita adalah pengguna APBN apabila KPK ingin memeriksa. Kalau ada indikasi korupsi pada proses ini barulah KPK masuk. Tetapi kalau pemeriksaan yang terkait dengan APBN, BPK yang yang pertama bertindak," ungkap Agus. (*/OL-2)


MediaIndonesia

0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...