Monday, 11 October 2010

Memantau dengan Turunan Si Gokil

UJANG Shahadudin bukan fotografer. Tapi siang itu dia terlihat memotret area persawahan di Kecamatan Sukalarang, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Senjatanya cukup telepon seluler yang dilengkapi fitur kamera, global positioning system (GPS), dan akses Internet. Klak, klik, bunyi di ponsel tipe E90 miliknya terdengar. Dalam hitungan detik, dia berhasil mengabadikan beberapa foto hamparan padi nan hijau. "Ini bukan foto biasa," kata pria 49 tahun ini pekan lalu.

Benar saja. Foto yang baru diambil Ujang otomatis terlihat di situs http://mobitani.com secara langsung atau real time. Situs ini bisa diakses anggotanya melalui komputer atau ponsel setelah memasukkan login mereka. Bukan sekadar gambar hamparan sawah yang tampil, melainkan juga data lengkap, mulai waktu, lokasi, luas, koordinat, masa tanam sawah, dan, tentunya, nama kelompok usaha tani yang tengah dimonitor Ujang.

Data hasil foto Ujang yang bertugas sebagai penyuluh pertanian itu terbaca: "Kelompok Usaha Bersama (Kube) Tani Makmur, luas lahan 3,4 hektare dengan masa tanam padi dua bulan". "Pelaporan manual dalam arsip atau kertas sudah ditinggalkan," kata Ujang, yang menjabat Manajer Pemberdayaan Masyarakat Sentra Pelayanan Agrobisnis (Sapa). Alasannya, laporan manual tidak efektif, bertele-tele, dan rentan manipulasi. Sapa adalah organisasi bisnis dengan sistem manajerial terpusat yang bertujuan memberdayakan dan menyejahterakan para petani.

Selain Kube Tani Makmur, masih ada 20 Kube lainnya atau 200 keluarga dengan area pertanian seluas 712 hektare yang dimonitor Sapa menggunakan teknologi informasi pertanian (e-farming) seperti yang dilakukan Ujang. Sapa Mobile nama teknologi informasi itu. Sapa Mobile merupakan sistem informasi terintegrasi berbasis ponsel, web, dan location based service. Hari-hari ini kegiatan Sapa dengan Sapa Mobile-nya menjadi percontohan penerapan e-farming di Indonesia.

Teknologi e-farming mengintegrasikan proses bisnis yang melibatkan petani, penyuluh lapangan, distributor sarana produksi pertanian, lembaga keuangan, pengolahan hasil pertanian, dan pemasaran (farm outlet). Semua ini memungkinkan proses evaluasi, pengawasan, analisis, dan pengambilan keputusan yang didukung teknologi informasi Sapa Mobile diakses langsung, kapan pun dan di mana pun.

Menurut Direktur Sapa, Luwarso, Sapa Mobile memberikan keuntungan kepada semua penggiat pertanian untuk mendapatkan informasi dengan mudah, murah, cepat, dan akurat dibanding sistem manual. Sebelum menggunakan Sapa Mobile, Luwarso tidak bisa memprediksi berapa banyak produksi padi yang dihasilkan petani binaannya. "Akibatnya tidak ada kepastian harga," katanya.

Tapi, menggunakan Sapa Mobile, Luwarso mudah merencanakan dan memetakan produksi pertanian. Tinggal menyalakan komputer jinjing atau ponsel dengan akses Internet, pria kelahiran 1965 ini dengan mudah mengetahui berapa banyak produksi padi per minggu, bulan, bahkan tahun. "Bulan ini ada panen 150 ton," kata insinyur pertanian ini. Data itu sangat akurat lantaran perkembangan usaha tani terus dipantaunya setiap saat lewat para penyuluh pertanian Sapa.

Misalnya, lahan pertanian Kube Tani Makmur seluas 3,4 hektare dalam jangka dua bulan ke depan akan menghasilkan gabah kering sekitar 23,8 ton (rata-rata 1 hektare menghasilkan 7 ton padi). "Seluruh keuntungan panen mutlak milik petani. Adapun keuntungan Sapa diperoleh dari selisih proses pengolahan hasil pertanian menjadi produk beras dalam kemasan yang dijual ke pasar," kata Luwarso.

Karena sukses petani merupakan sukses Sapa juga, Luwarso melakukan one stop service, mulai pendampingan pertanian sampai permodalan, agar petani berhasil dalam panen. Untuk pendampingan ini, petani tidak dikenai biaya. Luwarso yakin apabila petani berhasil panen, mereka sanggup mengembalikan modal dan menjadi petani yang sejahtera.

Ide Sapa Mobile lahir dari diskusi antara pakar teknologi mobile dari Institut Teknologi Bandung, Yusep Rosmansyah, dan Luwarso. Keduanya sepakat bahwa sistem agrobisnis di Indonesia masih menerapkan sistem terpisah dan berdiri sendiri, sehingga sering menimbulkan ketidakseimbangan proses distribusi produk-produknya, dari masalah pengembangan produk agrobisnis yang tidak terpusat, distribusi produk yang belum optimal, hingga harga produk yang fluktuatif. "Solusinya, dibutuhkan informasi cepat (real time), akurat, dan dinamis," kata Yusep.

Sejak 2007, Yusep dan Luwarso bekerja sama. Yusep yang sebelumnya mengembangkan teknologi e-learning tertarik meningkatkan kesejahteraan petani lewat e-farming. "Usaha tani salah satu faktor dominan dalam meningkatkan ekonomi nasional," kata Yusep. Lahirlah Sapa Mobile, yang merupakan turunan dari SiGokil. SiGokil adalah sistem informasi geografis, lengkap dengan foto, koordinat, alamat, dan luas.

Aplikasi SiGokil berbasis komunitas. Setiap orang yang memiliki aplikasi SiGokil di ponselnya bisa dengan mudah bertukar foto dengan teman-temannya melalui ponsel yang dilengkapi GPS (atau pakai Bluetooth GPS). Intinya, Yusep mengembangkan sebuah aplikasi bergerak agar ponsel bisa digunakan sebagai komputer mini untuk hiburan atau menunjang pekerjaan seseorang.

Selain Sapa Mobile, aplikasi SiGokil bisa dikembangkan untuk penanggulangan bencana. Aplikasi yang dimaksud Yusep adalah SiTanggap. Mirip Sapa Mobile, SiTanggap memiliki kemampuan manajerial terpusat untuk mengatasi bencana alam di suatu kawasan tertentu.

Turunan dari aplikasi SiGokil juga sangat cocok untuk kegiatan sosial. "Program corporate social responsibility bisa menggunakannya," kata Yusep. Pemangku kepentingan dalam kegiatan sosial bisa dengan mudah memonitor tingkat keberhasilan bantuan yang mereka berikan kapan pun dan di mana pun, asal dalam cakupan GPS. Ini yang membuat Kementerian Sosial berniat menerapkan Sapa Mobile untuk program-program pemberdayaannya. "Kami harus mengetahui secara langsung kemajuan masyarakat yang dibantu," kata Direktur Pemberdayaan Fakir Miskin, Teguh Haryono.

Yusep punya bukti. Berdasarkan hasil penelitian pakar agrobisnis Universitas Gadjah Mada di kawasan percontohan Sapa di Sukabumi, teknologi informasi Sapa Mobile membantu meningkatkan efisiensi lebih dari 400 persen dan peningkatan produktivitas pertanian lebih dari 20 persen. Data statistik yang diperoleh Yusep akan terus dipantau agar angka peningkatan efisiensi, produktivitas, serta dampak lainnya dapat dianalisis dan dipertanggungjawabkan secara akademis dan profesional.

Hari belum beranjak sore saat Ujang melanjutkan pekerjaannya memantau kelompok bersama yang lainnya tak jauh dari lokasi pemotretan di Kecamatan Sukalarang. Sembari melenggang pergi, Ujang melantunkan pantun menggambarkan manfaat Sapa Mobile:

Ikan sepat ikan gabus tapi bukan ikan lele
Lebih cepat lebih bagus, buat apa bertele-tele....

Rudy Prasetyo


TEMPOInteraktif


0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...