Serpong, Kompas - Peringkat keselamatan dan keamanan penggunaan teknologi nuklir untuk riset di Indonesia pada 2008 ditetapkan sebesar 85 persen. Selama satu tahun berikutnya berhasil ditingkatkan mencapai 100 persen sesuai standar yang dipakai.
”Pada 2008 masih memiliki penilaian kekurangan pada pemanfaatan lampu dan instalasinya. Penilaian lainnya, seperti pada kondisi lantai yang licin, sehingga harus diperbaiki,” kata Deputi Bidang Pendayagunaan Hasil Penelitian dan Pengembangan dan Pemasyarakatan Iptek Nuklir pada Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) Taswanda Taryo, Senin (11/10), pada konferensi pers Peer Review Forum for Nuclear Cooperation in Asia-Safety Management System (FNCA SMS) 2010 di Serpong, Tangerang.
Penilaian tersebut dilakukan FNCA SMS untuk operasional reaktor nuklir di Yogyakarta, Bandung, dan Serpong. Ketiganya merupakan reaktor riset yang juga dimanfaatkan untuk memproduksi radioisotop.
Reaktor nuklir di Yogyakarta memiliki kapasitas daya listrik sampai 250 kilowatt, di Bandung mencapai 1.000 kilowatt, sedangkan di Serpong mencapai 30.000 kilowatt. Menurut Taswanda, keikutsertaan Indonesia dalam FNCA SMS berhasil meningkatkan standar-standar keselamatan dan keamanan operasionalisasi nuklir.
Sesi pertemuan FNCA SMS di Serpong diikuti perwakilan 10 negara, meliputi Australia, Banglades, China, Indonesia, Jepang, Korea, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam.
Basil Ellis, selaku Senior Safety and Reliability Adviser, Systems Safety and Reliability, Australian Nuclear Science and Technology Organisation (ANSTO), mengatakan, Indonesia telah melaksanakan standar-standar keselamatan dan keamanan penggunaan teknologi nuklir.
Pemanfaatan
Untuk menuju pemanfaatan teknologi nuklir sebagai pembangkit listrik, Indonesia masih memiliki kendala penerimaan publik. Rencana kepemilikan dan operator produksi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang pernah dicanangkan mencapai empat reaktor—masing-masing berkapasitas 1.500 megawatt—sampai saat ini belum jelas.
”Teknologi nuklir belum bisa untuk memproduksi kebutuhan listrik, tetapi pemanfaatannya bisa mendukung untuk itu, seperti pemanfaatan radioisotop untuk penelusuran potensi geotermal,” kata Taswanda.
Taswanda mengatakan, teknologi radioisotop sudah diterapkan untuk memetakan potensi energi geotermal untuk pembangkit listrik di Prabumulih, Lahendong, Kamojang, Sibayak, dan beberapa lokasi lain. Upaya ini turut menjamin eksplorasi potensi geotermal sebelum ditetapkan langkah-langkah eksploitasinya.
Teknologi radioisotop juga sudah dimanfaatkan untuk bidang kesehatan. Saat ini, dengan radioisotop iodium 125 sudah digunakan untuk menelusuri kanker prostat. (NAW)
• KOMPAS
0 comments:
Post a Comment