Caranya, para pengajar Sekolah Menengah Kejuruan YAPPI Wonosari itu mengumpulkan berbagai materi pengajaran dari Internet, lalu mengelompokkannya ke dalam server lokal di sekolah tersebut. Selain alasan kestabilan koneksi dan menghemat pengeluaran sekolah, hal itu terpaksa dilakukan agar siswa lebih mudah mengakses informasi materi pelajaran dalam format digital.
Namun rupanya pengajar ilmu fisika ini tak puas hanya dengan mengumpulkan materi dari ranah maya. Dalam sebuah tim, Ari dan koleganya, para guru dari beberapa sekolah lain di Yogyakarta, juga membuat modul-modul pengajaran berbasis web atau digital.
"Materi pengajaran atau bahan ajar ini akhirnya kami unggah pada 2007, bekerja sama dengan Dinas Pendidikan Provinsi DIY," kata pria berusia 46 tahun ini kepada Tempo di Yogyakarta, pertengahan Oktober lalu.
Para guru ini lalu diajak ikut mengisi konten pengajaran pada laman-laman Jogjabelajar.org, salah satu layanan digital pemerintah (digital government services) Provinsi Yogyakarta. Selain di situs tersebut, konten-konten pengajaran yang sebelumnya di-hosting pada server lokal dimuat di situs resmi SMK YAPPI, http://smkyappi-wns.sch.id, yang diluncurkan sejak 2005.
Sejak saat itu, para siswa SMK YAPPI Wonosari juga mulai membiasakan diri dengan materi-materi pelajaran berbasis web. Mereka tak cuma belajar dari buku-buku. Para siswa jugalah yang kemudian mengelola situs yang menggunakan bahasa Inggris tersebut. "Tentunya dengan kendali admin ada di kami, para guru," kata ayah dua anak yang sedang mengenyam pendidikan S-2 di Universitas Gadjah Mada ini.
Materi pengajaran di situs itu disediakan untuk berbagai jurusan di SMK YAPPI. Mereka bisa mengaksesnya melalui beberapa unit komputer yang disediakan di perpustakaan sekolah. "Tentu hal ini dimanfaatkan oleh siswa karena buku atau majalah bergambar tergolong mahal untuk ukuran siswa kami. Akhirnya kami pindai dan unggah pada lokal server," ujar Ari.
SMK YAPPI Wonosari mungkin hanya satu contoh sekolah yang telah menggunakan materi pengajaran berbasis teknologi informasi (TI) di Yogyakarta. Meski bukan berada di kota besar--Wonosari berjarak sekitar 40 kilometer dari Kota Yogyakarta--dan dihadapkan oleh berbagai keterbatasan, para guru sekolah ini tak kenal lelah menyadarkan para siswanya agar "melek TI".
Keunggulan beberapa sekolah di Yogyakarta itulah yang membuat Microsoft Indonesia memilih daerah ini sebagai pilot project "Partners in Learning", salah satu program corporate social responsibility (CSR) perusahaan tersebut. Sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya di bidang pendidikan, "raksasa" peranti lunak ini menggelar berbagai kegiatan di daerah itu.
Partners in Learning merupakan kegiatan pendampingan dan pelatihan menggunakan TI untuk membantu kegiatan belajar-mengajar. Di Yogyakarta, kegiatan ini sudah dirintis sejak 2003. Selain di Indonesia, program ini digelar perusahaan tersebut di banyak negara berkembang. Tujuannya untuk membentuk para siswa, sekolah, dan guru yang inovatif.
Melalui program itulah Microsoft menularkan kesadaran pemanfaatan TI kepada sekolah dan kalangan pengajar. Misalnya pemakaian surat elektronik (e-mail) atau portal-portal Internet.
"Dengan Internet, kegiatan belajar-mengajar bisa lebih interaktif, misalnya lewat portal, guru bisa memberikan pekerjaan rumah kepada para siswanya, dan siswa bisa mengaksesnya kapan pun," ujar Sutanto Hartono, Presiden Direktur PT Microsoft Indonesia, setelah memaparkan rencana kegiatan tersebut kepada Gubernur Provinsi DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X di kantor Gubernur Yogyakarta, tiga pekan lalu.
"Melalui penggunaan e-mail dan portal, siswa juga bisa mengunduh bahan pelajaran, melakukan riset, dan mengerjakan tugas-tugasnya." Microsoft juga menyediakan tool untuk para guru, yang bisa diunduh secara gratis, sehingga para pengajar dapat membuat aplikasi atau bahan pengajaran berbasis TI atau dalam format digital, agar proses transfer ilmu pengetahuan bisa lebih menarik dan interaktif.
Tak hanya pelatihan dan tool, sekitar 2004, vendor ini juga mendonasikan empat laboratorium untuk melatih para guru. "Setiap tahun sekitar 500 hingga 1.000 guru bisa di-training di sini," kata Ari, yang pernah menjadi relawan di Aceh setelah bencana tsunami. Bersama para guru lain, ia tergabung dalam tim pemetaan pendidikan untuk pemasangan jaringan di sekolah-sekolah di Lhokseumawe.
Sekitar empat tahun lalu, ia akhirnya bergabung dengan komunitas Microsoft dan menjadi salah seorang master teacher. Selain Ari, di Yogyakarta ada beberapa master teacher yang "direkrut" Microsoft untuk ikut memberikan pelatihan dan menularkan ilmunya kepada para guru lain. Misalnya Budi Setyono, guru SMA Negeri 1 Sewon, Parangtritis, serta Edy Thomas dari SMP Negeri 5 Kota Yogyakarta.
"Yogyakarta memang istimewa. Di sinilah contoh nyata terwujudnya masyarakat berbasis pengetahuan. Saat ini transformasi di bidang pendidikan sedang berlangsung dengan melibatkan Microsoft, guru, sekolah, dan dinas pendidikan," kata Sutanto Hartono. Setelah Yogyakarta, Partners in Learning akan digelar di daerah-daerah lain.DIMAS
0 comments:
Post a Comment