0

Transmisi Data Air Situation

TDAS (Transmisis Data Air Situation) merupakan sistem informasi pemantauan situasi udara yang mengintegrasikan hasil tangkapan radar udara terpasang, baik radar sipil maupun militer, berupa data obyek bergerak yang melintas pada suatu daerah. Data tersebut diproses dan dikirim ke sebuah Display System berbasis peta yang senantiasa online untuk ditampilkan pergerakannya secara real-time.

Integrasi data tersebut dengan data-data lain seperti Flight Clearance memungkinkan setiap obyek bisa diidentifikasi sebagai obyek yang legal atau illegal yang menyusup ke wilayah udara suatu daerah. Data tersebut bisa menjadi dasar dilakukannya manuver penghadangan dan pengamanan udara.

Jika seluruh radar udara wilayah nasional terintegrasi ke dalam sebuah Display System terpusat, maka jadilah sebuah Sistem Pemantauan Udara Nasional yang terpadu.


Sistem ini dibangun untuk memenuhi kebutuhan Komando Pertahanan Udara Nasional (KOHANUDNAS) Republik Indonesia akan sistem pemantauan udara yang terpadu, real-time, dan mengintegrasikan radar sipil dan militer di seluruh Indonesia. TDAS termasuk alutsista andalan KOHANUDNAS.

TDAS memiliki kemampuan sebagai berikut:

1. Integrasi radar sipil dan militer
2. Memproses data dari radar udara merek apapun
3. Penampilan data terpusat dan real time
4. Integrasi dengan Flight Plan dan Flight Clearance
5. Prediksi lintasan pesawat hingga x detik ke depan

TDAS dibangun dengan teknologi terbaru dari Microsoft untuk seluruh subsistemnya, yakni: Radar Data Processor dan Display System. Database yang digunakan adalah Oracle 10g.

TDAS telah dibangun sejak 1999 dan masih terus dikembangkan hingga saat ini.

TDAS telah diimplementasikan di Kosek I Halim dan Popunas Jakarta (1999), Kosek II Makasar (2001), Kosek III Medan (2002), dan Kosek IV Biak (2006); sehingga mencakup tampilan seluruh wilayah udara nasional.

Sistem ini sedang dikembangkan untuk bisa diintegrasikan dengan sistem monitoring matra lain (laut misalnya) sehingga bisa menjadi pioneer untuk dibangunnya sistem monitoring lalu lintas seluruh matra di tingkat nasional.

Infoglobal
0

Peralatan Komunikasi Radio Portable

Peralatan Komunikasi Radio Portable Untuk Militer hasil karya PT LEN

Manpack merupakan peralatan komunikasi radio portable untuk militer agar dapat berkomunikasi satu dengan lainnya di medan tempur.

• MANPACK VHF TRANSCEIVER



Cara Pemakaian
: Level Squad/Pleton
Jangkauan Komunikasi
: Line of sight (LOS)
Jangkauan Frekuensi
: VHF:30-88 MHz
Resolusi Channel : 25 kHz
Modulasi : FM, +/- 3 to +/- 7 kHz dev
Output Transmiter : 0.1 sampai 50 W


• MANPACK HF TRANSCEIVER

Radio Taktis
: LRT-07H
Frekuensi Aktif :
3-30 MHz
Modulasi :
A3J (AM SSB-SC)
Mode Pengoperasian
:
Frekuensi Tetap dan Frekuensi Hopping
Pengaturan Frekuensi
:
5 hops/second
Tuning Resolution :
100 Hz
Daya Transmisi : 20W PEP @ 50 Ohm
Pesawat Penerima : Superheterodyne, double conversion


ALKOM HF LRT - 08 H


Frekuensi 2 - 30 Mhz
Jumlah chanel
100 Channels
Modulasi AM SSB - SC (A3J)
Mode Operasi LSB / USB / CW / FIX / HOP
Hop Speed 50 Hops / sec (Programmable)
Tuning Step 100 Hz ( 10 Hz step for clarifier )
Power Out Put 2.5 W/5 W/20W PEP ( Manpack ), 20W/150W PEP(Vehicle )
Carrier Suppression < -50 dB below transmitted sideband ( PEP )
Sideband Suppression < -45 dB below transmitted sideband ( PEP )
Harmonic Suppression < -40 dB below transmitted sideband ( PEP )
Receiving Type Superheterodyne, double conversion
Receiver Sensitivity <>
Receiver Selectivity 2.4 kHz @ -6 dB; 4.0 kHz @ -60 dB
Sistem Keamanan
FISCOR - 100 (Integrated Secure Communication Radio)
Technology Base Software Defined Radio (SDR)
Frequency Stability + 2 ppm
Audio Out Put 200 mW @ 8 Ohm
Audio Response 240 - 2100 Hz
Power Supply 10 - 15 VDC ( Manpack ); 18 - 30 VDC ( Vehicle )
Temperatur - 10° C to + 60° C
Vibrasi Ground Tactical
Immersion 1 meter dari air
Berat 3 kg (tanpa baterai), 5 kg (dengan baterai)

(PT LEN)
0

Kamera SRS 2000 Retina

Kamera SRS 2000 Retina

































SRS 2000 Retina (FOTO TNI AU)









SISTEM INTAI UDARA TAKTIS SRS Retina 2000 yang ditampilkan pada pameran Indo Defence & Indo Aerospace 2008 merupakan kamera pengintaian dan pengamatan udara yang dirancang dengan kemampuan mengidentifikasi suatu obyek dan merekamnya dari pesawat intai taktis TNI-AU CASA-212 dalam bentuk data foto udara digital dan video. Sistem kamera ini terdiri atas Gimbal yang berisi kamera foto, kamera Video dan Laser Finder (penentu jarak ke obyek). Pengendalian dilakukan melalui Master Control Unit .

Sistem ini merupakan upaya Departemen Pertahanan RI untuk mengembangkan peralatan pencitraan udara karya anak bangsa. Alat ini buah hasil utak-atik anggota Skuadron 4 yang bermarkas di Pangkalan Udara Abdurahman Saleh, Malang. Hasil kreativitas ini kemudian diserahkan kepada Balitbang Departemen Pertahanan (Dephan) untuk dikembangkan. Maka kerja sama Balitbang Dephan, Lembaga Elektronika Nasional (PT LEN), dan Skuadron Udara 4 berbuah Retina-SRS 2000, dengan biaya relatif kecil.

SRS Retina 2000 memiliki tingkat efisiensi yang tinggi dari segi pemeliharaan dan suku cadang karena dibuat di dalam negeri (PT LEN) sehingga faktor pemeliharaan tidak lagi tergantung dengan pihak luar.

Spec data:

- 4 Km Laser Range Finger

- Daylight CCD Camera

- 24 Zoom capability

- High Resolution (12Mp) Digital Stil Camera

- Ingrate Software

- Digital Video Recoder 12 GB Removable harddisk

(Sinar Harapan)

0

CMOV/COMOB Mobile Radar, Karya Anak Bangsa

CMOV/COMOB Mobile Radar, Karya Anak Bangsa











Computerize
d Management of Vehicles (CMOV/COMOB), adalah platform radar dan perangkat komunikasi bergerak yang dapat diintegrasikan kedalam combat system. Baik air-defense system maupun combat-field management. Radar mobile buatan dalam negeri, buatan PT Rekayasa Teknologi Indonesia (Rekatindo) .

Kohanudnas sendiri merupakan kesatuan pertama di jajaran TNI AU yang memiliki peralatan tersebut dan sampai saat ini Kohanudnas sudah memiliki dua unit. CMOV/COMOB berfungsi sebagai kodal utama Pangkohanudnas dalam rangka mendukung setiap operasi dan latihan yang dilaksanakan Kohanudnas. Dalam operasionalnya peralatan ini berfungsi sebagai alat untuk memonitor data radar dan komunikasi dengan pesawat dalam latihan, selain itu peralatan ini juga dilengkapi dengan sarana interconnect yang dapat digunakan untuk berkomunikasi antara Kohanudnas dengan satuan jajaran.
0

Rekomendasi BPPT untuk teknologi 2010

Rekomendasi BPPT untuk teknologi 2010

“Secara umum, penerapan teknologi di Indonesia saat ini berjalan semakin membaik dibandingkan pada tahun-tahun sebelumnya. Namun demikian, peningkatan ini masih dibawah harapan kita.
BPPT
, memberikan catatan tentang penerapan teknologi yang telah dilakukan di Indonesia tahun 2009, sebagai sebuah evaluasi bagi kita semua, terutama bagi teknologi yang dikembangkan oleh bangsa kita sendiri. Keseluruhan ini dimaksud agar kita dapat meningkatkan penerapan teknologi di Indonesia di masa-masa mendatang”, antara lain disampaikan Kepala BPPT Marzan A Iskandar dalam acara Pidato Tahunan Kepala BPPT tentang Catatan Akhir Tahun Penerapan Teknologi di Indonesia tahun 2009 yang berlangsung di Ruang VIP BPPT (29/12/2009).

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), telah menetapkan sembilan bidang teknologi yang ada di Indonesia sebagai bidang teknologi prioritas. Sembilan bidang teknologi tersebut adalah: (1) Teknologi Bidang Energi, (2) Teknologi Bidang Informasi dan Komunikasi, (3) Teknologi Bidang Transportasi, (4) Teknologi Bidang Pangan, (5) Teknologi Bidang Lingkungan dan Kebumian, (6) Teknologi Bidang Pertahanan dan Keamanan, (7) Teknologi Bidang Manufaktur, (8) Teknologi Bidang Kesehatan, (9) Teknologi Bidang Material.

Catatan yang diberikan BPPT dalam bidang energi adalah secara nasional kita masih bertumpu pada pasokan bahan bakar berbasis minyak bumi (50%). Kondisi ini menyebabkan Indonesia rentan terhadap gejolak yang terjadi pada minyak bumi, baik gejolak akibat kelangkaan maupun gejolak yang diakibatkan fluktuasi harga. Sementara itu, kebutuhan bahan bakar dari minyak bumi lebih banyak didapatkan dari impor, sebagai akibat dari ketidakmampuan produksi minyak bumi dalam negeri didalam memenuhi kebutuhan konsumsi.

Menjawab permasalahan tersebut, BPPT saat ini telah dan terus mengembangkan teknologi yang dapat memberikan solusi penyelesaian secara efektif dan efisien, dengan tentunya memanfaatkan kekayaan lokal yang ada. Antara lain adalah mengembangkan sistem pembangkit listrik skala kecil dengan sumberdaya energi terbarukan yang bersifat lokal, seperti PLTP skala 2-5 MW, PLTS, PLTB, PLTMH dan PLT Hibrida PV-Angin-Diesel. Selain itu, BPPT juga mengembangkan PLT Energi Baru berbahan bakar hidrogen baik untuk pembangkit stasioner maupun sistem transportasi seperti Sistem PLT Fuel Cell dan PLT Nuklir.

“Merencanakan pengembangan teknologi pembangkit listrik batubara yang lebih ramah lingkungan, seperti pengembangan teknologi gasifikasi batubara, mengembangkan penggunaan boiler Circulating Fluidized Bed, Super Critical dan merencanakan pembangunan fasilitas R&D modul surya PV Thin Film di PT LEN Industri serta fasilitas pengujian sistem PLTS di Puspiptek Serpong, adalah rekomendasi yang diberikan oleh BPPT dalam menjawab tantangan permasalahan energi Indonesia dimasa mendatang”, ungkap Kepala BPPT.

Dibidang Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK), BPPT melihat peran TIK dalam pembangunan demokrasi semakin penting. TIK tidak saja menentukan terpenuhinya azas-azas dalam pelaksanaan pemilihan umum, tetapi juga efektivitas, efisiensi, kecepatan, dan transparansi, serta akuntabilitasnya. Pada Pemilihan Legislatif 2009 lalu, pada saat-saat akhir menjelang pelaksanaannya, BPPT diminta berpartisipasi dalam memberikan technical assisstance dan advis kebijakan kepada KPU baik bagi pelaksanaan Pileg maupun Pilpres 2009.

BPPT memandang penting dukungan pengembangan kemampuan TIK dalam negeri, termasuk dalam FOSS (Free/Open Source Software). BPPT berpartisipasi aktif dalam migrasi ke pemanfaatan software legal (khususnya FOSS) di berbagai lembaga, termasuk di daerah, pengembangan aplikasi berbasis FOSS, dan dukungan pengembangan kreativitas digital. Beberapa produk terbaru BPPT antara lain adalah PERISALAH, SIDOBI, LISAN, dan RAL. Rekomendasi yang diberikan BPPT untuk bidang TIK adalah melakukan pengkajian dan penerapan e-voting yang lebih intensif dan uji coba dalam pilkada, serta penyesuaian kebijakan pemilu untuk 2014.

Dalam pembangunan nasional, peran transportasi memiliki kontribusi yang penting dalam menunjang dan mendorong pembangunan sektor lainnya. Untuk itu, BPPT memasukan transportasi sebagai salah satu bidang prioritas. Sebagai negara kepulauan, di Indonesia sangat diperlukan adanya prasarana dan sarana transportasi antar pulau yang memadai, sebagai perwujudannya, telah diresmikan Jembatan Suramadu pada 10 Juni 2009.

Kemudian, sejalan dengan ketentuan ICAO dan APAPERG, pengelolaan transportasi udara sipil memerlukan kesiapan implementasi teknologi Communication Navigation Surveilance/Air Traffic Management (CNS/ATM). Pada tahun 2009, BPPT telah berhasil mengembangkan Small Mobile Air-route Radar Terminal (SMART) sebagai suatu platform ujicoba teknologi CNS/ATM yang baru.

Untuk itu, sebagai lembaga pemerintah yang bertanggung jawab pada pengkajian dan penerapan teknologi di Indonesia, BPPT merekomendasikan pengadopsian teknologi CNS/ATM. Pada 2015, sistem ini harus mulai menggantikan sistem yang lama, dan 2025 nanti, harus menjadi satu-satunya sistem yang dipergunakan. Ketidakmampuan dalam menerapkan bukan saja akan mengakibatkan kerugian bagi penerbangan sipil Indonesia, tetapi juga kehilangan peluang bagi partisipasi industri dalam negeri dan ancaman bagi kedaulatan NKRI dari sisi pengelolaan ruang udara.

Untuk bidang pangan, BPPT ikut andil dalam mendukung Ketahanan Pangan Nasional, teknologi budidaya pertanian yang telah dikembangkan berhasil meningkatkan produktivitas pangan, Indonesia berhasil mencapai produktivitas padi tertinggi di ASEAN yakni 4,62 ton (gabah kering giling)/Ha, sementara Filipina 3,68 ton/Ha, Thailand 3,25 ton/Ha, dan Malaysia 3,25 ton/Ha sehingga mampu berswasembada beras untuk yang kedua kalinya setelah swasembada beras yang pertama pada tahun 1984.

Disektor perikanan, BPPT mengembangkan perangkat lunak SIKBES-IKAN, atau sang penjejak ikan nan cerdas. Sistem ini menggunakan model prediksi lokasi keberadaan ikan di laut dengan memanfaatkan pendekatan integrasi antara metode sistem pakar. Adapun rekomendasi yang diberikan BPPT untuk bidang pangan antara lain yaitu perlu terus didorong penggunaan pupuk kimia berimbang (precission farming) dan dikombinasikan dengan pupuk organik dan pupuk hayati dengan tujuan untuk menjaga kesuburan lahan. Selain itu, untuk mengantisipasi dampak negatif perubahan iklim atas produksi pertanian perlu terus dikembangkan dan diaplikasikan secara luas teknologi pemantauan iklim yang terintegrasi ditingkat nasional (BMKG, BPPT, LAPAN).

Bidang Lingkungan dan Kebumian juga tidak luput dari bidang prioritas BPPT. Di bidang kebumian, penguasaan teknologi rancangbangun sistem dan instrumen pendeteksi dini tsunami, telah diwujudkan BPPT dengan perekayasaan dan pengoperasian sistem Tsunami Early Warning System, yang dikenal dengan sebutan BUOY Tsunami Indonesia (InaBUOY), yang merupakan instrumen yang sangat penting karena mampu mendeteksi ancaman tsunami ketika tsunami masih di tengah laut.

Sementara untuk bidang lingkungan, dalam rangka mendukung UU tentang Persampahan tersebut, BPPT bekerjasama dengan Ditjen Cipta Karya PU dan Puslitbang PU Pemukiman, juga telah membangun pilot plant Tempat Pengolahan Akhir (TPA) dengan prinsip sanitary landfill yang berlokasi di Bangli, propinsi Bali, yang menjadi TPA percontohan di tingkat nasional.

Dalam bidang pertahanan dan keamanan, BPPT turut berkontribusi dalam pengembangan panser 6x6 dan berlanjut dengan adanya pesanan 150 panser 6x6 buatan PT.Pindad . Hal ini merupakan bukti adanya komitmen pemerintah dalam kemandirian pemenuhan kebutuhan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) dari produk dalam negeri. Selain panser, dalam bidang pengembangan roket BPPT melihat, keberhasilan LAPAN meluncurkan roket, mulai dari tipe RX -70, RX 100, RX 150, RX 240, RX 320, RX 420, dan berikutnya RX 520 perlu dilanjutkan dan ditingkatkan ke teknologi rudal. Untuk itu, BPPT dengan sumberdaya nya, siap mendukung LAPAN dalam realisasi.

Rekomendasi-rekomendasi yang diberikan BPPT dalam hal pertahanan dan keamanan antara lain adalah perlu dilakukan pengembangan material untuk bahan motor roket agar jarak tempuh dari roket dapat dimaksimalkan. Untuk meningkatkan kandungan lokal, keterlibatan UKM pembuat komponen perlu ditingkatkan, fungsi BPPT sebagai mediator teknologi dapat membantu menjembatani peningkatan teknologi pada UKM pembuat komponen.

Pengembangan industri mesin pembakaran dalam (engine) dilakukan oleh BPPT bekerjasama dengan Depperin, Pemda Tegal serta IKM Permesinan Tegal – PT. Nefa, telah disepakati komersialisasi engine 1 silender 500 cc hasil kegiatan RUSNAS, adalah salah satu contoh nyata kontribusi BPPT di Bidang Manufaktur.

Kemudian Bus manufacturer nasional telah berhasil memproduksi Bis Artikulasi “KOMODO” dan dioperasikan oleh BLU – Trans Jakarta Busway pada koridor 5, merupakan hasil kerjasama antara Depperin dan PT. Asian Auto International (AAI).

Pada bidang kesehatan, tahun 2009 ini berhasil ditemukan produksi vaksin lokal (untuk flu babi dan flu burung) oleh BUMN PT Biofarma, yang saat ini seed vaksinnya sudah diluncurkan oleh Institute of Tropical Disease (ITD) UNAIR pada November 2009. Pengembangan Obat konvensional, lebih ditekankan pada pengembangan Bahan Baku obat generik. Penerapan teknologi produksi Obat Herbal juga cukup maju pesat dengan bertambahnya produk Obat Herbal Terstandar (OHT) dari 17 menjadi 28. Sementara itu produk Alat Kesehatan tetap stabil, dengan beberapa produk lokal yang mampu menggantikan produk impor.

Adapun rekomendasi BPPT dalam bidang kesehatan adalah Indonesia harus mandiri dan mengembangkan vaksin ini dengan kemampuan nasional untuk mengatasi penyakit infeksi di Indonesia. Fasilitas Laboratorium BSL-3 yang dibangun di ITD dari dana Pemerintah merupakan fasilitas yang sangat memadai untuk pengembangan vaksin penyakit tropis. Upaya meningkatkan kemampuan SDM yang menguasai teknologi pengembangan vaksin, khususnya bioteknologi, biomolekuler dan bioprosesing, juga menjadi poin yang harus diperhatikan.

Indonesia memiliki keunggulan komparatif berupa kekayaan sumber daya alam baik dalam bentuk berbagai mineral alam maupun keragaman hayati flora dan fauna yang melimpah. Selama ini pengelolaan sumber daya alam belum diolah secara optimum sehingga masih bernilai sangat rendah misalnya mineral pasir besi, zirkonia, batuan nikel, mangan, kuarsa, tembaga, emas dan lain sebagainya.

Pengembangan teknologi terutama nanoteknologi di Indonesia perlu diarahkan untuk dapat mengelola dan memberikan nilai tambah terhadap sumber daya alam. BPPT mengembangkan Nano Teknologi untuk Kemasan. Salah satu aplikasi nanoteknologi adalah nanokomposit polimer, produk ini dapat digunakan untuk peningkatan kemampuan kemasan. Kemudian juga dilakukan Pembuatan kantong Aspal Polimer yang mempunyai keunggulan dalam kemasan, yaitu kemasannya dapat langsung dilebur bersama dengan aspalnya, sehingga tidak ada aspal yang tersisa seperti pada kemasan lainnya.

Dalam rangka mengurangi eksplorasi batu alam yang sudah terlalu pesat, BPPT juga mengembangkan batu alam tiruan dengan bahan dasar keramik. Selain itu dikembangkan juga bata geopolimer yang bertujuan untuk menghilangkan proses pembakaran yang boros energi dan pelepasan CO2.

Rekomendasi untuk bidang material adalah KNRT dengan LPNK-nya perlu mengambil peran penting dalam melakukan penelitian, pengembangan dan perekayasaan (litbangyasa) serta penerapan nanoteknologi untuk menggali manfaat yang sebesar-besarnya bagi sumber daya alam Indonesia, khususnya pengembangan nanoteknologi untuk industri mikro/nanosilika. (KYRA/humas)

(BPPT)
0

LAPAN-TUBSAT








































LAPAN-TUBSAT adalah sebuah satelit mikro yang dikembangkan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bekerja sama dengan Universitas Teknik Berlin (Technische Universität Berlin; TU Berlin). Wahana ini dirancang berdasarkan satelit lain bernama DLR-TUBSAT, namun juga menyertakan sensor bintang yang baru. Satelit LAPAN-TUBSAT yang berbentuk kotak dengan berat 57 kilogram dan dimensi 45 x 45 x 27 sentimeter ini akan digunakan untuk melakukan pemantauan langsung situasi di Bumi seperti kebakaran hutan, gunung berapi, banjir, menyimpan dan meneruskan pesan komunikasi di wilayah Indonesia, serta untuk misi komunikasi bergerak.

LAPAN-TUBSAT membawa sebuah kamera beresolusi tinggi dengan daya pisah 5 meter dan lebar sapuan 3,5 kilometer di permukaan Bumi pada ketinggian orbit 630 kilometer serta sebuah kamera resolusi rendah berdaya pisah 200 meter dan lebar sapuan 81 kilometer.
Manuver attitude ini dilakukan dengan menggunakan attitude control system yang terdiri atas 3 reaction wheel, 3 gyro, 2 sun sensor, 3 magnetic coil dan sebuah star sensor untuk navigasi satelit. Komponen-komponen inilah yang membedakannya dengan satelit mikro lain yang hanya mengandalkan sistem stabilisasi semi pasif gradien gravitasi dan magneto torquer, sehingga sensornya hanya mengarah vertikal ke bawah.

Sebagai satelit pengamatan, satelit ini dapat digunakan untuk melakukan pemantauan langsung kebakaran hutan, gunung meletus, tanah longsor dan kecelakaan kapal maupun pesawat. Tapi pengamatan banjir akan sulit dilakukan karena kamera tidak bisa menembus awan tebal yang biasanya menyertai kejadian banjir.
Fasilitas store dan forwardnya dapat digunakan untuk misi komunikasi dari daerah rural yang cukup banyak di Indonesia, selain untuk misi komunikasi data bergerak. Karena catu dayanya terbatas (5 buah baterai NiH2 berkapasitas 12 Ah), satelit dilengkapi mode operasi hibernasi. Saat mode itu diaktifkan, hanya komponen data handling, unit telecommand dan telemetri yang tetap beroperasi untuk memastikan perintah tetap dapat diterima dari stasiun bumi.

Proyek satelit mikro ini disetujui pada tahun 2003 dan awalnya direncanakan akan diluncurkan pada Oktober 2005, namun peluncurannya ditunda akibat muatan utama roket Carthosat-2 yang akan membawa LAPAN-TUBSAT adalah salah satu dari empat muatan roket tersebut — masih belum selesai disempurnakan.

LAPAN-TUBSAT akhirnya berhasil diluncurkan pada 10 Januari 2007 dari Pusat Antariksa Satish Dhawan di India. Dan sekarang LAPAN juga sedang membuat 2 satelit lagi dan sedang mengembangkan teknologi roket luncur yang diber nama SLV (Satellite Launch Vehicle (SLV) dan dan direncanakan dapat diluncurkan pada 2012.


REAL TIME SATELLITE TRACKING LAPAN TUBSAT

0

Kapal bersayap WiSE BPPT oleh PT Carita Boat Indonesia










FOTO ANTARA/Juli/ama/08

SERANG, 23/2/2009 - Menteri Perhubungan (Menhub) Jusman Syafii Djamal (depan) didampingi Direktur PT Carita Boat Indonesia (CBI) Budi Suchaeri meninjau tempat pembuatan Pesawat WiSE BPPT berbahan fiber glass di Bojanegara, Serang, Banten, Sabtu (23/2). Pesawat tersebut dibuat antara lain untuk memenuhi pesanan Badan SAR Nasional (Basarnas) dan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

WiSE ( Wings In Surface Effect ) merupakan kapal bersayap yang dirancang sedemikian rupa yang dapat terbang di atas permukaan air.

Kecepatan kapal bersayap ini 4-9 kali lebih cepat dari kapal-kapal biasa dan penggunaan energi mampu menghemat bahan bakar sampai 40%. Kapal bersayap ini memiliki tiga tipe, yakni :
Tipe A; merupakan kapal bersayap yang tidak pernah lepas dari permukaan air.
Tipe B; merupakan kapal bersayap yang dapat terbang tidak lebih dari 150 meter di atas permukaan air.
Tipe C; merupakan kapal bersayap yang dapat terbang sebagaimana pesawat.









BPPT sementara ini mengembangkan dua tipe pertama yaitu Tipe A dan B. Saat ini, kapal bersayap ini berkapasitas optimum dengan kapasitas penumpang 8 orang dan tidak menutup kemungkinan untuk dapat menaikkan jumlah kapasitas penumpang. Selain untuk sarana transportasi, kapal bersayap ini juga dapat digunakan untuk patroli kelautan Indonesia dan kegiatan bisnis yang membutuhkan kecepatan pengiriman barang.

WiSE ini, menurut Menristek, untuk menghormati salah satu inovatornya almarhum Prof Dr Said D Jenie, Kepala BPPT yang wafat pada 11 Juli lalu. Said merupakan satu dari 100 inovator pilihan yang memiliki banyak rancangan.

"Contoh ini merupakan petunjuk bahwa pembangunan iptek telah menunjukkan kemajuan berarti," kata Menristek.

Menurut peneliti Pusat Teknologi Industri dan Sistem Transportasi BPPT Iskendar,
WiSE merupakan suatu alternatif sarana transportasi yang sesuai dengan kondisi geografis Indonesia yang kebanyakan merupakan daerah perairan dan kepulauan.

Kapal bersayap berpenumpang delapan orang ini, urainya, terbang di ketinggian sekitar dua meter di atas permukaan air dengan kecepatan maksimal 60 knott dengan lama penerbangan enam jam non stop.

WiSE memanfaatkan fenomena ground effect yaitu bantalan dinamik yang timbul ketika wahana terbang sangat rendah di atas permukaan, sehingga meningkatkan rasio daya angkat dan daya hambat yang menghasilkan efisiensi bahan bakar yang lebih baik daripada pesawat konvensional.

Keistimewaan kapal bersayap WiSE terletak kepada rancangan sayapnya dan pada bagian bawah kapal, bertopang pada teori aerodinamika dan hidrodinamika, dapat memampatkan udara sehingga membentuk bantalan udara. Dengan bantalan udara inilah, badan kapal akan terangkat dan terbang seperti pesawat.

Selain itu, WiSE memiliki kemampuan lepas landas dan mendarat di air sehingga hanya membutuhkan dermaga modifikasi untuk merapat dan memudahkan daerah pulau-pulau yang tak memiliki fasilitas udara, ujarnya.

"Prototipe WiSE Belibis SDJ A2B ini setelah di-roll out siap menjalani uji layar terbang yang akan dilaksanakan di Bojonegara, Teluk Banten," katanya.

Awalnya, uji model melalui aerodinamika dan uji mikro dilakukan di Surabaya. Lalu pembuatan prototipe dilakukan oleh Carita di Serpong dan di galangan kapal Carita di Bojonegara, Serang, Banten.

Selain hemat tenaga, WiSE unggul dalam banyak hal. Tak perlu dermaga khusus atau bandara untuk merapat dan mendarat. Perawatannya pun jauh lebih murah dari kapal laut atau pesawat.

"Kapal prototype ini cuma memakai mesin mobil buatan Chevrolet," kata Budi. Kapal ini membuat nyaman penumpang yang mengalami mabuk laut jika naik kapal laut, juga membuat nyaman penumpang yang takut ketinggian karena cuma terbang rendah.

Penggunaan kapal berteknologi WiSE ini tentu saja menghemat ongkos yang harus dikeluarkan penumpang dan waktu tempuh lebih cepat.

Dengan kecepatan melebihi 300 kilometer per jam, kapal bersayap bisa menjadi penghubung pulau-pulau terpencil atau kota-kota di pesisir yang sulit dijangkau transportasi darat. Menurut Budi, kapal WiSE yang pembuatannya juga melibatkan pakar aerodinamika Institut Teknologi Bandung ini memakai material komposit sehingga lebih ringan.

Pembuatan prototipe ini menguras dana sekitar Rp 10 miliar. Tapi, jika sudah diproduksi massal, harga jualnya bisa ditekan menjadi Rp 4 miliar per unitnya. Jauh lebih murah dari pesawat Cessna Caravan 14 penumpang yang dijual US$ 1,2 juta (Rp 11,2 miliar).

Kendati, belum memasuki tahap operasional, WiSE sudah dipesan kalangan instansi pemerintah,yaitu Pemda DKI Jakarta, Pemda Kepulauan Riau, Otorita Batam, serta Basarnas (Badan SAR Nasional).

( Antara )

0

Ristek Fasilitasi BUMNIS dengan Combat Management System (CMS)










































Combat Management System buatan PT. LEN (photo : LEN)

Pengembangan SEWACO [sensor weapon and control] atau Combat Management System [CMS] telah dilakukan dan dipasang di kapal Patroli Cepat [PC] TNI-AL, khususnya untuk pendeteksian bawah laut.

Fasilitasi RISTEK dalam mendorong PT LEN Industri untuk realisasi CMS secara bertahap dengan MFDnya [Multi Function Display] telah dibuktikan pada tahun 1998 yaitu pemasangan 10 unit untuk sonar di 10 kapal jenis Parchim.

Tahun 2009 ini telah dilakukan koordinasi antara MABESAL, RISTEK dan PT LEN Industri untuk sinkronisasi program baik dari segi anggaran, tahapan pencapaian kemampuan PT LEN Industri serta kesiapan kapal yang akan disediakan oleh TNI-AL.

Rencana dimaksud telah disepakati oleh masing-masing pihak sesuai fungsi, dimana tahapan MFD yang diterapkan pada kapal Parchim dikembangkan menjadi CMS yang dapat diapllikasi oleh Kapal Parchim, Sigma maupun Patroli Cepat, sedangkan tahap berikutnya adalah diarahkan menjadi IWS untuk kapal Van Speejk.

Pelaksanaan kesepakatan tersebut akan dapat direalisasi terutama semangat untuk pembuktian design engineering dalam negeri, dimana ketiga pihak akan mengawal secara bersama khususnya untuk applikasi prototype CMS yang dapat berfungsi di kapal Parchim pada tahun 2009 ini.

Sehubungan dengan hal dimaksud, maka pada tanggal 15–16 Oktober 2009, telah diadakan kunjungan ke TNI AL Surabaya [Disenlekal, Dislitbangal, Asrena Kasal, Asdep PTE dan staf, GM PT LEN Industri dan staf] untuk melihat secara langsung kondisi Kapal Parchim untuk rencana pemasangan CMS Under Water Console. Kunjungan dilanjutkan pada kapal jenis Van Speejk dan Corvet yang diharapkan PT LEN Industri dapat mengantisipasi rencana kebutuhan dalam negeri untuk pengadaan peralatan kapal khususnya CMS.

Kapal eks hibah jerman timur kelas Parchim yang berjumlah 16 buah dengan kelengkapan sonar system, saat ini hanya dioperasikan untuk kapal patroli, dimana seharusnya kapal ini berfungsi untuk pendeteksian musuh melalui bawah laut. Kondisi ini telah berulang kali diupayakan oleh TNI-AL untuk dikembalikan sesuai fungsi, tetapi dikarenakan kondisi keuangan negara, maka realisasinya agak terhambat. Untuk itu telah diadakan kesepakatan dalam pemenuhan tersebut perlu sinergi program untuk memacu daya saing industri serta percepatan hasil akhir sesuai kebutuhan user. Upaya TNI-AL untuk melakukan perbaikan kapal dimaksud telah
dibuktikan oleh pihak swasta nasional terutama untuk perbaikan transducer, sedangkan kemampuan PT LEN Industri untuk pengembangan CMS telah dilaksanakan melalui kegiatan yang difasilitasi oleh RISTEK sejak tahun 2008 s/d 2010.

Pengembangan CMS ini diarahkan pada kapal jenis Van Speejk, dengan pertimbangan secara fungsi kapal ini mempunyai kelengkapan yang masih memadai. Sudah barang tentu kegiatan ini perlu tahapan pencapaian bertahap yang diharapkan tahun 2009 ini hasil kerja PT LEN Industri dapat dilakukan di kapal Parchim.

Hal-hal yang perlu mendapatkan perhatian mencakup :
1. Konsep R & D CMS yang dikembangkan oleh PT.LEN Industri , perlu data based yang meliputi sonar, ownship data, speed lock dan Unit ekskusi dengan memberdayakan peralatan untuk penembakan torpedo dan Borja [CMS dlm skala luas ada bagian untuk udara, permukaan dan bawah air]. Kebutuhan untuk data based ini menjadi bagian dari kontribusi TNI-AL dan akan didukung sepenuhnya;
2. Perlu integrasi dan sinkronisasi antar kegiatan yang dilakukan oleh RISTEK, TNI-AL, Swasta nasional dan PT LEN Industri agar pemanfaatan anggaran dan output secara bertahap dapat dibuktikan;
3. Penyusunan pohon industri sebagai pijakan tahapan pekerjaan atau kegiatan akan disusun secara bersama yang nantinya dapat dipakai oleh masing-masing pihak sesuai fungsi;
4. Perlu segera diadakan koordinasi untuk penyatuan tujuan antara MABESAL [Disenlekal, Dislitbangal dan Asrena],
PT BMP, PT LEN Industri dan RISTEK, dimana setiap kegiatan yang sedang berjalan perlu penyesuaian hasil akhir, dengan demikian tahun 2009 diharapkan dapat dibuktikan hasil kerja antar pihak yang lebih konkrit.

CMS mempunyai 4 layer (lapisan) fungsi, yaitu :

  1. Lapisan pendeteksi yang terdiri dari sensor-sensor untuk mendeteksi data target seperti garis lintang, garis bujur, kecepatan, jalur, dan arah, serta kondisi cuaca seperti arah dan kecepatan angin, serta suhu udara.
  2. Lapisan akuisisi, sebagai tempat penyimpanan dan pengolahan data.
  3. Lapisan analisa, yang akan menganalisa data untuk pengambilan keputusan mengenai tindakan yang akan dilakukan.
  4. Lapisan tindakan, yang akan digunakan oleh operator untuk melaksanakan tindakan-tindakan yang diperintahkan oleh Komando Operasi. Lapisan tindakan ini digunakan untuk mengaktifkan Gun controller dan Missile Controller.

Ristek

0

Alat Deteksi Tsunami Buatan Indonesia

Alat Deteksi Tsunami Buatan Indonesia
Mampu Kirim Sinyal 3 Menit

indosiar.com, Cilegon -
Setelah beberapa kali memasang alat pendeteksi dini tsunami buatan luar negeri dibeberapa tempat strategis, pemerintah Indonesia akhirnya memproduksi dan memasang alat pendeteksi tsunami produksi dalam negeri. Pendeteksi berbobot 1,23 ton yang disebut Buoy Tsunami Indonesia ini diujicobakan di Perairan Selat Sunda Merak Banten sebelum dipasang di Perairan Samudera Hindia.

Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) melakukan uji coba penggunaan alat pendeteksi dini tsunami buatannya di Perairan Selat Sunda Merak Cilegon Banten Selasa (10/04/2007) .

Alat yang disebut Buoy Tsunami Indonesia ini merupakan alat pendeteksi tsunami pertama yang berhasil diciptakan para peneliti Indonesia. Rencananya alat dengan bobot seberat 1,23 ton berharga miliaran rupiah ini akan diletakkan di Perairan Samudera Hindia untuk memberi peringatan dini terhadap terjadinya tsunami di daerah Bengkulu, Lampung, Banten dan Jakarta.

Menurut Ridwan, alat yang terdiri dari dua bagian ini salah satunya akan diletakkan di dasar laut pada kedalaman 2100 meter. Sedang yang lainnya akan diletakkan mengambang di permukaan laut Samudera Hindia.

Alat ini akan bekerja disaat terjadinya gelombang tsunami pertama, dimana sinyal yang dihasilkannya bisa diterima kantor BPPT hanya dalam waktu 3 menit.Sehingga bisa langsung diinformasikan kepada masyarakat. Pemasangan alat ini dilakukan pagi tadi dan menjadi alat pertama buatan Indonesia yang dipasang di Indonesia diantara 21 alat serupa buatan luar negeri. (Heni Murniati Supaidi/Sup)

sumber : indosiar
0

Teknologi Rudal di Indonesia

Teknologi Rudal di Indonesia

Sebenarnya teknologi pembuatan Rudal atau roket di Indonesia sudah dirintis sejak awal tahun 1960 an. Indonesia termasuk negara kedua di Asia dan Afrika setelah Jepang yang berhasil meluncurkan roketnya sendiri, yaitu roket Kartika 1 pada tanggal 14 Agustus 1964. Namun tidak dapat dipungkiri, bahwa keberhasilan tersebut juga tidak terlepas dari bantuan teknis dari negara Uni Sovyet yang saat itu memang paling unggul di bidang teknologi Rudal atau roket. Sejak Indonesia membeli berbagai Rudal SAM (Surface to Air Missile) dari Uni Soviet sebenarnya pembangunan teknologi Rudal di dalam negeri sudah mulai dirintis. Namun sayangnya, Indonesia gagal melakukan alih-teknologi akibatnya, selama lebih da
ri seperempat abad sejak meluncurkan satelit pertamanya, Indonesia hanya bisa bertindak sebagai konsumen saja. Sementara itu, negara-negara lain justeru mulai membangun membuat serta mengembangkan teknologi Rudal dan satelit. Sebenarnya, kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke China tanggal 30 Mei 2005 lalu, yang di antaranya membicarakan kerjasama pembangunan roket atau Rudal kedua negara, merupakan peluang emas bagi Indonesia untuk membangun teknologi Rudal canggih. Di mana sebagai imbalannya Indonesia akan membeli beberapa Rudal China tersebut, dan diharapkan dalam jangka waktu 5 tahun ke depan Indonesia sudah dapat melakukan transfer of technology sistem Rudal China.

Roket Kartika 1 dan 2

Rudal SA 75 (Surface ti Air) buatan Uni Sovyet yang pernah dimiliki TNI AU

Pada tanggal 14 Agustus 1964, roket kebanggaan Indonesia Kartika 1 dengan berat 220 kg berhasil diluncurkan dengan sukses dari stasiun peluncuran roket Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat, berselang kemudian dilanjutkan dengan peluncuran Kartika 2. Tidak banyak diketahui publik, bahwa keberhasilan peluncuran roket tersebut merupakan hasil kolaborasi atau kerjasama Dinas Penelitian dan Pengembangan (Dislitbang) AURI, Instansi LAPAN dan Perguruan Tinggi ITB. Bahkan kalau kita datang ke Skuadron Udara 7 Kalijati (Lanud Surya Dharma) dapat ditemukan Rudal SAM milik Uni Sovyet yang sudah diurai sebagai bahan latihan praktek perwira Angkatan Udara kecabangan roket. Rudal yang berhasil diurai tersebutlah yang menjadi cikal bakal atau embrio pembuatan Roket Kartika 1 dan 2. Namun sangat disayangkan program perintisan Rudal di Indonesia tersebut berhenti dan tidak dapat dilanjutkan kembali

Roket RX 250 LPN
Baru kemudian pada tahun 1987 LAPAN kembali membuat roket baru diberi nama RX-250 LPN, berbahan bakar cair dan padat dengan berat 300 kg memiliki panjang 5,30 meter berdaya jangkau 70 km. LAPAN berhasil meluncurkan roket RX-250 LPN pertama kali secara mulus dari stasiun peluncuran roket Pameungpeuk, Garut, Jawa Barat. Kemudian pada tahun 1995 roket kedua RX-250 LPN juga berhasil diluncurkan dengan sukses. Bisa dibilang roket RX-250 LPN merupakan roket tercanggih buatan putra-putri terbaik Indonesia saat ini. Yang mungkin perlu dikembangkan lagi adalah sistem kendali roketnya yang dilengkapi sistem radar yang modern, sehingga dapat dikembangkan menjadi salah satu Alutsista militer unggulan.
Penutup

Sebagai penutup dapat ditarik kesimpulan, bahwa kemajuan dan perkembangan teknologi persenjataan militer selalu memiliki nilai strategis dan memainkan peranan penting dalam suatu peperangan. Begitu pula dengan teknologi Rudal yang mempunyai kemampuan daya jangkau jauh serta daya hancur yang mematikan akan terus berkembang sesuai laju perkembangan teknologi militer. Sehingga penguasaan teknologi Alutsista militer menjadi mutlak sifatnya dan diperlukan oleh bangsa Indonesia dalam rangka mengurangi ketergantungan peralatan atau persenjataan militer buatan luar negeri. Indonesia yang memiliki sumber daya manusia yang handal didukung berbagai fasilitas industri strategis seperti Pindad, PT. PAL, PT.DI, LAPAN dan sebagainya, sebenarnya memiliki potensi sangat besar untuk membangun serta mengembangkan industri militer dan pertahanannya sendiri. Jangan dilupakan, bahwa Indonesia pernah mencatat sejarah emas sebagai negara ketiga di dunia setelah Amerika Serikat dan Canada yang memiliki satelit komunikasinya sendiri yaitu satelit Palapa A1 (diluncurkan tanggal 9 Juli 1976). Indonesia juga tercatat sebagai negara kedua di Asia dan Afrika setelah Jepang yang berhasil meluncurkan roketnya sendiri, yaitu roket Kartika 1, pada tanggal 14 Agustus 1964. Catatan emas tersebut hendaknya dijadikan modal berharga bagi bangsa Indonesia untuk mengejar ketertinggalan di bidang teknologi persenjataan militer dari negara-negara lain. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sendiri sudah mengajak segenap komponen bangsa agar mulai melakukan usaha strategis ke arah kemandirian produksi Alutsista militer dalam negeri. Karena dengan kemandirian tersebut dapat mengurangi ketergantungan Alut sista dari negara luar, serta untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya embargo militer. Nah, Pemerintah saja sudah memiliki kemauan politis (political will) untuk hal tersebut, maka tepat kiranya kita wajib mendukung agar ke depan negara Indonesia dapat sejajar dengan negara-negara maju lainnya.
*) Pasi Evalnet Disinfonet Puspen TNI (Alumni Dept. Computer Science, The University of Sheffield, U.K.)

Melangkah Menuju Peluncuran Satelit








Beragamnya aplikasi satelit dan meningkatnya kebutuhan wahana ini, ditambah berlakunya pelarangan pembelian komponen pembuat roket, mendorong Indonesia mengumpulkan daya agar mandiri dalam bidang peroketan yang dikembangkan sebagai wahana pengorbit satelit.

Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) yang mencapai usia 45 tahun pada 27 November lalu, sejak 2007 melakukan percepatan dalam pengembangan teknologi peroketan dan satelitnya. Percepatan itu terjadi setelah berhasil melepas ketergantungannya pada pembuatan bahan bakar propelan dari pihak asing, antara lain amonium perklorat.

Setelah sukses dengan peluncuran roket eksperimen Rx250 & Rx-320, Lapan berhasil melakukan uji statik Rx-420 di Pusat Teknologi Wahana Dirgantara Lapan Rumpin, Tarogong, Tangerang. Pelaksanaan uji statik ini menyusul uji peluncuran roket kendali berdiamater 100 mm dan 300 mm serta roket balistik 122 mm yang diluncurkan akhir pekan lalu di Pamengpeuk, Kabupaten Garut, Jawa Barat.

Seusai menyaksikan pelaksanaan uji statik Rx-420 itu, Menteri Negara Riset dan Teknologi Kusmayanto Kadiman mengatakan akan terus mendorong Lapan untuk konsisten mengembangkan roket sesuai dengan kompetensinya hingga mampu mengorbitkan satelit. ”Untuk program roket tahun 2009, saya telah mengusulkan kepada DPR dana sebesar Rp 25 miliar,” ujarnya.

slv 1-lapan

Pada 2009, jelas Kepala Lapan Adi Sadewo Salatun, setelah keberhasilan uji statik Rx-420, program peroketan akan dilanjutkan dengan uji peluncuran roket tersebut yang menurut rencana dilaksanakan Mei 2009.

Dijelaskan Edi Sofyan, Ketua Kelompok Penelitian Bidang Kendali Roket Lapan, roket kendali RK-100 sebanyak tiga unit diluncurkan Sabtu (20/12) di Pamengpeuk, Garut Selatan. Misi peluncuran ini adalah untuk menguji sistem kendali pada sirip belakang.

Peluncuran RK-100, yang mempunyai panjang 4 meter ini, merupakan fase ketiga eksperimen roket itu. Fase I yang dilakukan September 2007 masih ditemukan masalah pada bagian sayap. Setelah dilakukan perbaikan, dilakukan peluncuran RK-100 fase II pada Juni 2008.

Adapun uji peluncuran roket kendali 300 mm yang merupakan tahap pertama, jelas Edi, bertujuan untuk menguji sistem pendorong roket dan turbo jet.

Pada Minggu (21/12) di lokasi yang sama dilaksanakan peluncuran tahap pertama roket balistik RB-122 yang tidak dilengkapi dengan sistem kontrol. Pada uji peluncuran ini bertujuan untuk mengukur kinerja atau performansi motor roket.

Pengujian kinerja roket baik sistem kendali dan balistik merupakan satu rangkaian dalam pengembangan roket pengorbit satelit.

Konfigurasi Rx-420-320

Roket eksperimen berdiameter 420 mm (Rx-420), pelaksanaan uji statiknya tertunda seminggu, karena diperlukan penambahan sistem penahan pada bagian ekor propulsi, agar aman. ”Dengan memasang sistem penahan yang memadai pada roket, yang ditempatkan pada posisi horizontal di lorong itu, maka roket akan tetap stabil ketika dilakukan uji penyalaan,” urai Adi.

Dalam kondisi nyala, roket Rx-420 yang menggunakan bahan bakar amonium perklorat akan memiliki daya dorong hingga 10 ton dalam waktu 11 detik. ”Lepasnya penahan pernah terjadi pada tahun 1986 dalam uji statik sebuah roket. Akibatnya, roket keluar dari block house (rumah uji),” tambah Adi.

Pengukuran hasil uji statik Rx-420, jelas Lilis Mariani, periset di Tim Uji Statik Rx-420, performasi roket ini sedikit lebih baik dibandingkan desain rencana, terutama pada daya dorong roket yang lebih tinggi dari yang direncanakan.

Roket Rx-420 ini merupakan bagian penting dalam konfigurasi Roket Pengorbit Satelit (Satellite Launch Vehicle/SLV) Pertama Lapan yang direncanakan meluncur pada tahun 2014, jelas Yus Kadarusman Markis, Kepala Pusat Teknologi Wahana Dirgantara Lapan.

Pada SLV-I itu, terdiri dari roket tiga tingkat, yaitu pada tingkat pertama dipasang tiga roket Rx-420 sebagai pendorong atau booster, pada tingkat dua satu propulsi berdiameter 420 sebagai sustainer, dan di tingkat tiga propulsi 320.

Dengan komposisi roket tersebut dan menggunakan bahan bakar propelan padat, menurut Yus, telah memadai untuk membawa satelit ke orbit. ”Roket pengorbit ini memungkinkan membawa nano satelit yang persiapannya makan waktu dua tahun,” tambah Adi.

Satu roket Rx-420 yang berbobot sekitar 2 ton memiliki jangkauan 120 km. Dengan konfigurasi itu, SLV-I diharapkan dapat menjangkau ketinggian sekitar 400 km. Roket ini dapat membawa muatan 50 kg untuk sampai pada orbit yang dicapai minimal pada ketinggian 250 km. Kecepatan horizontal roket di orbit mencapai 8 km per detik.

Saat ini Lapan tengah mengembangkan sendiri material yang lebih ringan untuk roket, karena pengembangan teknologi pembuatan baik propelan maupun material roket bersifat tertutup.

”Pembelian material dari pihak asing tidak dimungkinkan karena semua negara, termasuk China, tidak lagi memenuhi pesanan material untuk pembuatan roket dari Indonesia, sebagai negara yang masuk kategori perlu diawasi seperti Iran,” urai Yus.

Pada tahapan selanjutnya, Lapan akan terus mengembangkan roket berdiameter lebih besar, yaitu Rx-540 dan Rx-750. Roket Rx-420 merupakan roket keenam yang dikembangkan Lapan selama ini. Roket generasi terdahulu berturut-turut memiliki diameter 70, 100, 150, 250, dan 320 mm.

Sejak beberapa tahun lalu, lanjut Yus, peneliti Lapan juga telah mengembangkan bahan bakar propelan cair yang baru mencapai bobot 10 kg. Masih diperlukan waktu lama untuk sampai pada kapasitasnya untuk mendukung roket pengorbit satelit.

Kendalanya karena kurangnya sumber daya manusia peneliti dan sulitnya memperoleh bahan baku, serta tingginya tingkat kesulitan dan bahaya ledakan dalam pembuatan propelan cair. Meski begitu, Lapan harus mengembangkan pembuatan propelan cair yang memiliki kelebihan daripada propelan padat, yaitu membuat roket mudah dikendalikan ketika mengorbit.

Sumber: Kompas , LAPAN, dll

0

TNI AD Resmi Menggunakan Panser Dalam Negeri

TNI AD Resmi Menggunakan Panser Dalam Negeri




































Panser Anoa buatan Pindad [foto:ipenk666]

BANDUNG - PT Pindad memproduksi empat jenis panser yang akan digunakan TNI AD. Keempat panser buatan Pindad tersebut adalah jenis Panser Komando, Panser Recovery, Panser Logistik, dan Panser Ambulance.
Keseluruhan panser yang diproduksi PT Pindad berjumlah 154 unit yang direncanakan akan selesai diproduksi pada bulan April 2010, sedangkan Panser yang sudah diserahkan kepada pihak TNI AD berjumlah 60 unit.

Panser ini produksi pertama Indonesia yang langsung digunakan TNI AD. PT Pindad telah membuat versi 4X4 yg digunakan oleh Polisi, kedepan akan direncanakan versi amphibi maupun Kanon 90mm.


Technical Specification

Dimension (Lx W X H): 6000 x 2500 x 2500 mm
Weight (GVW/GCW): 11/14 ton
Power to Weight Ratio: 22,85 HP/Ton
Speed: 90 Km/jam
Turning Radius (m): 10 m
Gradient: 60% (31 degrees)
Fording: 1 m
Horizontal Obstacle: 0,75 m
Wheel Base: 1500 mm
Ground Clearance: 40 cm
Approach/Departure Angle: 45 degrees all
Range: 600 Km
- Engine: Renault Diesel Inline 6 Cylinder 320 HP TCI
- Transmission: Automatic ZF 6HP502, 6 Forward/1 Reverse
- Cooling Pack: Behr
- Hull: Monocoque, Armor Plate #8 mm and #10 mm, Armor Glass #38 mm
Suspension: Independent Modular Torsion Bar
Wheel and Tyres: Runflat 1400 - R20, escape to 80 Km
Armament: 7,62 mm, 12,7 mm, AGL 40 mm, 66 mm Granade dischanger
Communication: Intercom set + VHF/FM (Anti Jamming + Hopping), GPS
Special Equipment: NVG, Winch 6 Ton