0

Blimbing Wuluh Dapat Menghidupkan Lampu


Liputan6.com, Magetan: Sebuah inovasi terkadang datang dari hal-hal yang sepele. Ini pula yang mendasari temuan seorang guru sekolah menengah atas di Magetan, Jawa Timur. Dari jus belimbing wuluh, Sunarto dapat menghasilkan energi listrik yang mampu menghidupkan bola lampu selama satu bulan tanpa dimatikan.

Guru jebolan ITS Surabaya ini sejak lama mengamati potensi listrik yang tersimpan dalam blimbing wuluh. Melalui serangkaian percobaan, sampailah pada bentuknya seperti sekarang. Tidak sulit. Cukup siapkan satu gelas tanah, jus blimbing wuluh, serta lempeng tembaga dan seng sebagai elektroda.

Karena sederhana, Sunarto yakin semua orang bisa membuatnya. Tenaga listrik yang dihasilkan bisa dilipatgandakan dengan menambah ukuran. Mimpi Sunarto kini adalah mengembangkan cara penyimpangan yang lebih ringkas sehingga pembangkit tenaga blimbing wuluh ini mudah dibawa ke mana-mana.(JUM)

liputan6.com

0

Kolonel (Pur) Ir Dradjat Budiyanto MBA, Perancang Kapal Selam Kate

Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI), yang kini bernama TNI-AL, pernah punya 12 Whiskey. Bukan minuman keras, Whiskey adalah salah satu tipe kapal selam buatan Uni Soviet.

Dua kapal selam yang pertama datang dari negara komunis yang kini sudah bubar itu adalah KRI Tjakra dan KRI Nanggala. Dua nama tersebut memang menggambarkan kedigdayaan. Cakra adalah senjata sakti milik Prabu Kresna, raja Dwarawati. Nanggala adalah senjata tanpa tanding milik Prabu Baladewa, Raja Mandura, kakak Kresna.

KRI Tjakra dan KRI Nanggala dibawa langsung oleh prajurit TNI-AL pada 12 September 1959 setelah belajar di Oksiwi, Polandia. Hari itulah yang lantas diperingati sebagai hari kelahiran Korps Hiu Kencana atau satuan kapal selam.

Seiring berkembangnya teknologi, kapal selam jenis Whiskey mulai pensiun. Terakhir, KRI Pasopati-410 (namanya diambil dari anak panah milik Arjuna yang menewaskan raksasa jahat Niwatakaca) mengakhiri masa tugas. KRI Pasopati lantas jadi monumen kapal selam di tepi Kalimas, samping Surabaya Plaza.

Saat armada kapal selam masih begitu aktif, Indonesia mengirimkan prajurit-prajurit terbaiknya untuk mengikuti pelatihan di luar negeri. Misalnya, di Jerman Barat dan Pakistan. ''Saya merasakan keduanya. Ya di Jerman, ya di Pakistan,'' kenang Dradjat Budiyanto.

Kakek tujuh cucu itu benar-benar dididik untuk menjadi prajurit dengan spesialisasi alutsista (alat utama sistem persenjataan) baru, yakni kapal selam. Memang, sejak berkarir di matra laut itu, Dradjat selalu berada di kesatuan kapal selam.

Dia belajar di Pakistan pada 1996. Kala itu, KSAL Laksamana Arief Kushariadi menginginkan alutsista matra laut yang terjangkau. Sebab, alokasi dana bagi TNI-AL begitu minim. Penugasan ke Pakistan tersebut juga merupakan ''penolakan'' secara halus terhadap rencana pembelian kapal selam baru tipe Scorpene dari Prancis. Kapal itu dibanderol USD 600 juta tanpa torpedo. Versi lengkapnya seharga USD 700 juta (sekitar Rp 7 triliun). ''Terlalu mahal untuk TNI-AL saat itu,'' ujar Dradjat.

Dia belajar bersama enam prajurit lainnya ke Pakistan karena negara itu sedang membangun dua kapal selam mini di Pakistan Naval Dockyard. Di kalangan mereka, kapal selam itu disebut midget. Itu adalah istilah untuk sesuatu yang mini alias kuntet atau kate. Nah, kapal selam kuntet itu hanya menghabiskan anggaran USD 13 juta. Jauh lebih murah daripada Scorpene made-in Prancis tersebut.

''Ditambah pengetahuan dari Jerman, saya bisa menciptakan sendiri desain midget saat kembali di Indonesia,'' jelas suami Sri Hartini tersebut.

Dradjat yang rambutnya telah memutih itu membuktikan omongannya. Dia membuka sebuah map merah berukuran 30 x 35 sentimeter. Isinya adalah konsep midget, kapal selam kate, yang dia ciptakan selama enam tahun sejak 1997. Kapal rancangan Dradjat berbadan luar baja. Panjangnya 24 meter dan hanya berisi 11 orang.

Awaknya adalah empat komando atau frogman serta tujuh pelaut. Karena berukuran kuntet, ia hanya mampu membawa empat torpedo. ''Tidak bisa dikecilkan lagi ukurannya. Lha wong torpedonya saja delapan meter,'' tegas pria kelahiran Madiun, 28 Januari 1943, tersebut.

Secara detail, Dradjat menjelaskan detail si kuntet tersebut. Katanya, kapal selam itu adalah substitusi kapal selam. Rancangan kapal selam yang dinamai Indonesia Midget Experimental 1 Baby Submarine tersebut bisa melakukan apa pun seperti kapal selam umum. Bahkan, ukurannya yang kecil membuat kapal selam itu susah dideteksi musuh. ''Ibarat suara truk dan sedan. Mana yang lebih mudah didengar dari kejauhan? Truk, kan? Soalnya, lebih bising,'' ungkapnya.

Pensiunan kolonel itu tak sekadar merancang dalam gambar. Dradjat juga berbicara khusus dengan penyedia pompa merek Lensen dan pompa pendingin Stork. Mereka diminta membuatkan pompa khusus bagi kapal rancangannya. Dari berbagai harga yang telah disurvei, kapal selam rancangan Dradjat tak bakal menghabiskan lebih dari USD 10 juta.

''Kita bisa membuat kapal selam yang lebih banyak, daripada membeli,'' ujarnya.

Dalam pemikirannya, kapal selam dalam jumlah banyak -walaupun mini- tetap ngefek untuk menjaga keamanan. ''Ibaratnya, kampung yang punya hansip banyak. Lebih aman daripada hanya punya satu hansip yang jago kungfu sekalipun,'' ujar pria yang menguasai bahasa Inggris, Jerman, Rusia, dan Jepang tersebut.

Agar desain itu tidak terkesan asal-asalan dan bisa diaplikasikan, dia mulai melakukan uji coba. Dradjat benar-benar tersenyum puas ketika sejumlah pihak menyatakan bahwa karyanya benar-benar aplikatif.

Misalnya, pengakuan dari Laboratorium Hidrodinamika Indonesia (LHI) BPPH/BPPT, National Ship Design Centre (NASDEC) Departemen Perindustrian, dan komponen teknikal angkatan laut -mulai Fakultas Kelautan Hang Tuah hingga Sekolah Tinggi Teknologi Angkatan Laut (STTAL).

Howaldtswerke Deutsche Werft AG (HDW), pembuat kapal selam asal Jerman, juga mengakui ketepatan rancang bangun milik Dradjat. ''Bukan asal-asalan, mereka semua menyetujui tanpa ada intervensi apa pun,'' tegas ayah tiga anak tersebut sambil menunjukkan bukti dari HDW.

Sejak konsep itu selesai pada 2003, Dradjat mulai mempromosikan rancangannya ke berbagai pemerintah. Mantan KSAL Laksamana Arif Kushariadi dan Laksamana M. Arifin sebagai pencetus ide terus mendorong dirinya untuk mewujudkan kapal yang digadang-gadang lebih lincah karena ukurannya yang kecil itu. ''Kemarin (12/10), KSAL Tedjo Edhy Purdijanto menemui saya dan meminta proyek tersebut terus dikembangkan,'' imbuhnya.

Dradjat kembali membuka map merahnya. Kali ini, dia ingin menunjukkan semua surat yang selalu disimpan secara rapi. Di situ ada tulisan konsep midget, filosofi pembangunan, deskripsi teknis SUVT (special underwater vehicle for touring) yang dikirimkan ke Menteri Pertahanan Yuwono Sudarsono, Menristek Kusmayanto Kadiman, Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Asrenum Panglima TNI Marsekal Muda Rio Mendung Thaleb, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.

Sejauh ini, instansi-instansi tersebut hanya membalas kiriman Dradjat dengan surat-surat pendek. Intinya, Dradjat harus menguji coba lagi midget rancangannya. Tak ada yang memberi kesempatan pembuatan satu kapal selam pun. Meski, Dradjat sudah menggaransi bahwa biayanya pasti tak lebih dari USD 10 juta (sekitar Rp 100 miliar). ''Padahal, kalau apa-apa beli, kita ora pinter-pinter. Mencoba dan gagal lebih baik daripada diam saja,'' ungkap pria yang pensiun pada 1999 itu.

Pada usianya ke-66, Dradjat merasa ''iri'' pada Letnan Angkatan Darat Israel Uziel Gal yang menemukan senjata Uzi. Dradjat juga melihat Michael Henrik Schmelter dari Jerman yang menemukan kapal selam mini 2Dive. Ide mereka mendapat apresiasi tinggi dari negara masing-masing. ''Jerman berani mewujudkan karya Michael yang seorang pemuda. Saya yang 32 tahun berkutat dengan kapal selam tidak digunakan sama sekali,'' ujarnya.

Bagaimanapun, old soldier never die (prajurit tak akan pernah mati). Dradjat tetap tak patah arang. Dia yakin kelak temuannya dipertimbangkan oleh pemerintah. Pria yang mahir bermain gitar itu akan menahan diri selama mungkin untuk tak melepas karyanya ke luar negeri. Meski, kata dia, sejumlah tawaran mancanegara telah mampir ke rumahnya di Jalan Teluk Tomini. ''Saya anak bangsa. Akan setia sampai akhir kepada Indonesia,'' tegasnya.

Tapi, tetap saja Dradjat berkata lirih. ''Sampai kapan kita menunggu dan mencoba sendiri,'' katanya. Bahkan, dia mengungkapkan bahwa saat ini tak banyak orang di pemerintahan yang punya jiwa pejuang tinggi. Kalah oleh Saridjah Niung Bintang Soedibjo alias Ibu Soed. Dia adalah seorang wanita yang mampu membangkitkan anak bangsa melalui lagu ciptaannya.

Perlahan, Dradjat menyenandungkan lagu ciptaan Ibu Soed yang begitu heroik. Nenek moyangku, seorang pelaut. Gemar mengarung luas samudera. Menerjang ombak tiada takut, menempuh badai sudah biasa. (*/dos)

Jawapos

0

Mozambik Belajar Lembaga Antariksa di Lapan

Jakarta (ANTARA News) - Dunia internasional memandang serius terhadap keberadaan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), buktinya berbagai tawaran kerja sama di bidang kedirgantaraan baik dari negara maju dan berkembang berdatangan tahun ini.

Mozambik, melalui duta besarnya Carlos Agostinho Do Rosario, Rabu mengunjungi kantor pusat Lapan di Jakarta, juga untuk menjajaki kerja sama dalam bidang kedirgantaraan.

Dalam kunjungannya, Carlos Agostinho menyampaikan bahwa Mozambik ingin mempelajari organisasi lembaga antariksa dan kemandirian Indonesia dalam bidang kedirgantaraan akan dicontoh oleh negara di benua Afrika itu.

Negara ini bermaksud membangun lembaga keantariksaan dengan asistensi Lapan, demikian kata Lapan dalam siaran persnya.

Fokus yang paling tepat untuk Mozambik dalam pembangunan lembaga antariksa adalah di bidang aplikasi data satelit penginderaan jauh.

Dalam pertemuan dengan Kepala Lapan Dr Adi Sadewo Salatun Msc, disepakati bahwa Mozambik akan mengirimkan para ahlinya untuk mempelajari teknologi dan aplikasi penginderaan jauh yang ada di Lapan.

Kelapa Lapan Adi Sadewo Salatun mengatakan, keberhasilan Lapan dalam pengembangan roket dan satelit telah menarik minat Mozambik untuk bekerja sama.

Perhatian dunia pada Lapan semakin baik saat ini. Hal ini terlihat dari kunjungan Badan Penerbangan dan Antariksa Amerika Serikat (NASA) ke Lapan, Rabu (3/2) lalu.

Dalam kunjungan tersebut, NASA menawarkan kepada Lapan untuk bekerja sama di bidang ilmu pengetahuan kedirgantaraan, salah satunya mengenai penyediaan data satelit penginderaan jauh. Data satelit tersebut bermanfaat untuk observasi bumi guna penanggulangan bencana dan ketahanan pangan.

Usai lawatan NASA, berturut-turut Lapan mendapat kunjungan kerja sama dari Cina dan India. Cina mengajak Lapan menindaklanjuti kerja sama tracking satelit di wilayah Indonesia dengan menggunakan kapal Yuan Wang.

Yuan Wang memuat berbagai peralatan untuk pengendalian dan pemanduan jarak jauh atau Telemetry, Tracking, and Command (TT&C). Sebelumnya, Kapal Yuan Wang melakukan misi pertama di Indonesia pada April 2007. Rencananya, Yuan Wang akan melaksanakan misi kedua di Indonesia pada Agustus 2010.

Sementara India dan Indonesia akan membentuk komisi bersama di bidang keantariksaan. Komisi ini bertujuan mendorong pengembangan implementasi kerja sama keantariksaan kedua negara.

Selama ini Lapan telah menjalin berbagai kerja sama dengan India, salah satunya adalah peluncuran satelit Lapan-Tubsat dengan menggunakan roket India pada Januari 2007. Lapan juga telah menandatangani kontrak kerja sama peluncuran satelit kembar (Twinsat) pada 2011 dengan menggunakan roket milik India.

Hingga kini, Lapan telah menjalin kerja sama dengan berbagai negara seperti Rusia, Australia, Jerman, Jepang, dan Ukraina.

Kunjungan NASA, Cina, India, dan Mozambik, serta berbagai kerja sama yang telah dijalin menunjukkan bahwa Lapan memiliki arti penting bagi ilmu pengetahuan kedirgantaraan dunia.

(ANT/S026)COPYRIGHT © 2010

ANTARANews

0

UGM Bangun Sistem Suplai Air Tenaga Matahari


Yogyakarta (ANTARA News) - Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta membangun sistem pengangkatan air yang bertenaga matahari untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Desa Giriharjo, Panggang, Kabupaten Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

"Sistem pengangkatan air dengan menggunakan tenaga matahari itu mampu menyuplai 7.800 liter per hari untuk memenuhi kebutuhan 118 kepala keluarga yang belum terdistribusi air bersih," kata penggagas pembangunan sistem dan instalasi tersebut Ahmad Agus Setiawan di Yogyakarta, Kamis.

Ia mengatakan, dengan modal dana Rp250 juta hadiah dari Mondialogo Engineering Award (MEA) 2007, mahasiswa dalam Komunitas Mahasiswa Sentra Energi (Kamase) UGM itu menggunakannya untuk pembangunan fisik sistem dan instalasi pengangkatan air dengan tenaga matahari.

"Pembangunan fisik mulai dilakukan pada Juli 2008 dan selesai pada Agustus 2009. Pemilihan penggunakan teknologi matahari disebabkan Desa Giriharjo memiliki potensi sinar matahari 4,5 jam per hari," katanya.

Pemasangan panel surya tersebut, menurut dia, berada di atas bukit yang berjarak 1.400 meter dari permukiman penduduk. Panel surya yang digunakan sebanyak 12 buah dan bisa menghasilkan listrik 1.200 watt.

"Listrik yang dihasilkan panel surya tersebut untuk menghidupkan pompa submersibel yang berada dalam air untuk mengangkat air yang kemudian dialirkan ke pipa sepanjang 1.600 meter untuk mengisi enam tandon air yang tersebar di premukiman penduduk. Masing-masing tandon air berkapasitas 5.000 liter," katanya.

Ia mengatakan, pengelolaan instalasi tenaga surya dan pendistribusian air dilakukan melalui kegiatan kuliah kerja nyata (KKN) program pemberdayaan masyarakat (PPM) sudah dibentuk organisasi masyarakat setempat yang diberi nama Organisasi Pengelola Air Kaligede (Opakg).

"Untuk pemeliharaan sudah dibentuk Opakg. Pembentukan organisasi itu cukup penting karena mereka harus bersama untuk mengelola semuanya," kata Ahmad yang juga dosen Fakultas Teknik UGM.

ANTARANews

0

Dibangun PLT Angin Komersial Pertama di Indonesia

Indonesia akan memasuki era baru dalam implementasi energi baru terbarukan (EBT) jika pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Angin yang tengah dirintis PT Viron Energy terealisasi. Mengingat hingga kini belum ada PLT-Angin yang beropersi secara komersial. Perusahaan Indonesia ini akan membangun PLT Angin berkapasitas 10MW di Desa Taman Jaya, Sukabumi. Rencananya, PLT Angin akan dibangun di lima titik dan masing-masing titik dilengkapi dengan turbin yang dapat menghasilkan dua megawatt.

Menurut Direktur PT Viron Energy Poempida Hidayatulloh, saat ini pihaknya telah menyelesaikan proses perizinan, studi kelayakan dari sisi teknis maupun finansial. Diharapkan pada akhir April pembicaraan dengan PLN tentang power purchase agreement (PPA) sudah selesai.

“Dari hitung-hitungan yang telah lakukan, kami akan menawarkan sekitar Rp850 kwh per hour untuk pembelian jangka waktu 20 tahun. Harga tersebut dirasa pas setelah memperhitungkan tax holiday yang diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan. Sampai kini PLN menawarnya Rp656 kwh per hour. Semoga kami segera menemukan titik temu,” kata Poempida yang juga menjabat Ketua Komite Tetap Energi Berbasis Lingkungan Kadin.

Diakui Poempida, nilai beli dari PLN adalah yang selama ini menjadi kendala bagi pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia. “Ini yang harus dicari solusinya bersama-sama,” katanya.

Dari kapasitas terbangun 10 MW, kapasitas produksi PLT Angin ini per tahun rata-rata hanya sebesar 20 persennya atau 286 ribu watt hour/tahun. “20 persen itu sudah bagus. Hal ini karena kami memperhitungkan kondisi angin,” jelas Poempida.

Kecepatan angin rata-rata di Desa Taman Jaya, Sukabumi sebesar 7,3 m/detik pada ketinggian 45 meter. Rencananya turbin akan akan dibangun dengan ketinggian 80 meter sehingga akan diperoleh kecepatan angin yang lebih tinggi.

Untuk studi kelayakan teknis, Viron Energy didukung oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan dan Energi Baru Terbarukan (P3TKEBT) Badan Litbang Energi dan Sumberdaya Mineral Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral.

Sementara untuk pembangunannya, Viron Energy menggandeng Suzlon untuk pengadaan turbin dan PT Adhi Karya untuk pembangunan pondasi hingga tower. “Secara keseluruhan kandungan lokal dalam PLT Angin ini sebesar 30 persen,” kata Peompida. Disebutkan, investasi Viron Energy untuk pembangunan PLT Angin berkapasitas 10 MW ini sebesar 14 juta dolar AS dengan perhitungan 1,4 juta dolar AS untuk 1 MW. (dra)

technologyindonesia

0

Prospek Pembangunan PLTN Di Indonesia Saat Ini.

Melihat cadangan sumber energi tak terbarukan (antara lain minyak bumi, gas, batu bara) yang semakin menipis, perlu difikirkan energi lain yang dapat menggantikan sebagai energi alternatif. Upaya-upaya penganekaan ragam sumber energi agar ketersediaan energi terjamin harus dilakukan oleh seluruh kekuatan para ilmuawan. Salah satu upaya yang sudah dilakukan dan sebagian negara juga sudah memanfaatkan sumber energi baru tersut adalah pemanfaatan teknologi nuklir.

Pemanfaatan energi nuklir dapat meniminimalkan ketergantungan dari energi fosil Ujar Menteri Negara Riset dan Teknologi, Suharna Surapranata didalam sambutan pembukaan seminar. Selain itu Suharna Surapranata mengatakan dengan pemanfaatan energi nuklir dapat mengurangi potensi problem dari pemanasan global yang sedang menjadi perhatian dunia.

Energi nuklir saat ini pemanfaatannya sudah banyak dimanfaatkan ke bidang-bidang yang diperlukan oleh masyarakat, seperti halnya bidang kedokteran, pangan, hewan juga sebagai pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN). Khusus pada PLTN saat ini berbagai negara telah banyak negara menggunakannya, sesuai World Nuclear Association per 1 Februari 2010 jumlah PLTN didunia mencapai 463 unit yang beroperasi dan 53 unit tahap pembangunan serta 142 unit tahap perencanaan.

Dikawasan Asia, disamping Jepang dan Korea Selatan pertumbuhan PLTN di China cukup signifikan yaitu pembanguan 20 unit dari rencana 37 unit. Selain negara tersebut dikawasan Asia Tenggara seperti Filipina, Thailand dan Vietnam juga sudah mengusulkan ke Badan Tenaga Nuklir Dunia (IAEA) untuk dapat dibantu dalam pembangunan PLTN.

Sedangkan kawasan kawasan Timur Tengah, sebagai kawasan negara sumber penghasil minyak saat ini kecenderungan untuk memanfaatkan PLTN sebagai opsi Pemasok Tenaga listriknya. Seperti Uni Arab Emirat langsung merencanakan pembangunan PLTN 4 unit dari sepuluh yang diusulkan. Sedangkan di eropa khususnya negara Prancis, seluruh kebutuhan listrik negaranya di suplai dari PLTN.

Besarnya minat negara-negara untuk mengembangkan PLTN kita ketahui adalah didasari atas keunggulan dari : Relatif bersih dari polusi rumah kaca sebagai penyebab Golbal Warming; Nuklir sebagai energi cukup besar; persediaan bahan baku relatif cukuo dan stabil; teknologinya semakin teruji dan handal dan terakhir harga jual listrik murah.

Dari kelebihan-kelebihan tersebut memang ada kekurangannya yang perlu diantisipasi dari PLTN. Kekurangan tersebut diantaranya adalah resiko dari PLTN cukup tinggi dari faktor keamanan dan keselamatan apabila terjadi sesuatu dimana resiko radiasi yang dapt mengakibatkan kematian. Perlu diketahui bahwa teknologi bak dua mata pisau, dimana dengan pemanfatan yang betul akan mendapatkan keuntungan sedangkan salah dalam pemanfaatan akan berakibat fatal. Semua ini diperlukan pengkajian dan penerapan yang betul-betul dibutuhkan tingkat kemampuan dan pertimbangan yang sangat tinggi agar resiko akibat yang tidak menguntungkan dapat dikurangi.

Oleh karena itu sebelum melangkah mengambil keputusan dalam pemanfaatan PLTN, perlu dilakukan pemilihan teknologi yang betul-betul maju, pemahaman dan peningkatkan kemampuan SDM yang handal agar dalam pelaksanaan dan pengoperasian PLTN tidak terjadi kesalahan yang fatal. Untuk dapat tercapainya maka pada Kamis tanggal 18 Maret 2010 diadakan seminar dengan tema “Prospect of Nuclear Electrict Power In Indonesia di Ruang Komisi I BPPT lantai 3 Jakarta.

Penyelenggaraan Seminar ini merupakan kerjasama Pemerintah Jepang (JAIF-JICC) dengan RISTEK, BATAN, BAPPETEN, METI dan ESDM. Tujuan dari diselenggarakan seminar ini untuk menggali pengalaman Jepang didalam pengelolaan dari pemanfaatan Teknologi Nuklir untuk pembangkit Tenaga Listrik. Suharna Surapranata mengatakan dengan diselenggaranya seminar ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah dan pelajaran dari pengalaman negara Jepang untuk Indonesia didalam rencana pembangunan PLTN diwilayah Indonesia kedepan.

Menurut Chif Scretary of Senior Network, Atonomic Energy Society of Japan , Akira kaneuji bahwa Jepang didalam pemanfaatan nuklir berpengalaman sejak 50 tahun sebelumnya. Saat ini Jepang sudah mempunyai 57 unit PLTN tersebar diseluruh wilayah negara. Teknologi Nuklir di Jepang selalu diperbaharui dan ditingkatkan didalam sistem keamanan dan keselamatannya. Sehingga kekhawatiran akan akibat yang fatal dapat dikurangi menjadikan masyarakat dapat menerima.

Sedangkan pengalaman di Indonesiapun sudah berpangalaman sejak tahun 1975, dimana Indonesia sudah memiliki reaktor Nuklir di tiga kota Serpong Tanggerang, Jogja dan Bandung. Sampai saat ini ketiga rektor masih berjalan dengan baik dan masih dimanfaatkan untuk penelitian. Disini menunjukan kemampuan dari SDM anak bangsa tidak perlu diperdebatkan dalam penguasaan teknologi Nuklir. Reaktor penelitian ini dimanfaatkan radioisotopnya untuk penelitian, tidak memanfaatkan pemansannya sebagai sumber panas untuk memanaskan Air agar uapnya dapat menggerak turbin listrik.

Pada prinsipnya PLTN dan PLTU mempunyai kesamaan sistem kerja. Satu-satunya yang membedakan adalah sumber panas yang dipakai. Untuk PLTU sumber Panas berasal dari Batu Bara dimana batubara dibakar guna merubah fluida kerja (air) menjadi uap lalu dialirkan untuk memutar turbin, sedangkan PLTN panas yang diperoleh adalah hasil reaksi pembelahan inti atom (fisi) didalam selongsong yang kedap udara dan air dengan suhu tinggi sama halnya untuk merubah air menjadi uap.

Saat ini perkembangan terakhir dari rencana pembangunan PLTN Indonesia tetap berjalan sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang enery Mix . Dimana menurut Kepala BATAN Hudi Hastowo bahwa sudah sampai pada tahap persiapan pembangunan. Pembangunan PLTN melalui tiga tahap evaluasi. diantaranya evaluasi Pengusulan rencana pembangunan sesuai program nasional, Persiapan dari pembangunan dan kebijakan-kebijakan yang mendukung; Pembangunan dan operasi.

Pada Acara seminar tersebut dihadirkan narasumber Dr. Hudi hastowo dengan topik bahasan “NPP Infrastructure Development”; “Regulation Development” oleh Dr. As. Natio lasman; “Experience of Japan for Nuclear Energy Development in Indonesia” oleh Koyama Masaomi (METI); “nuclear Safety Technology accomplished and Realities of Chernobyl Accident “ oleh ISHIKAWA Michio (JANTI); “Japanese Seismic Safety Technology proved in Nilgata Earthquake “ oleh KONNNO Takaaki (JANTI).

ristek