|
PAL INDONESIA Melaksanakan Launching Kapal LPD 125 Meter Hull No.W000240
Pemerintah Diminta Utamakan Produk Alutsista BUMN
"Kami harapkan pemerintah tegas, konsisten dan berkomitmen untuk memajukan industri pertahanan dalam negeri, dengan tidak lagi membeli produk-produk alutsista dari luar negeri yang sudah bisa diproduksi oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bidang industri strategis," katanya di Jakarta, Rabu (3/2).
Anggota Fraksi Partai Golkar DPR itu menyatakan hal tersebut untuk merespons pernyataan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) yang akan menyusun Rencana Induk Industri Petahanan (RIIP). Enggartiasto menegaskan, kalau masih ada alutsista yang belum bisa dibuat di Indonesia, dipersyaratkan agar perusahaan asing itu bekerja sama dengan BUMN industri strategis di Indonesia. "Yakni dengan cara perjanjian kerja sama dan menetapkan penggunaan bahan-bahan lokalnya," ujarnya.
Untuk itu, menurut dia, anggaran alutsista haruslah multi years dan juga volume dan jumlahnya untuk lima tahun sudah bisa ditetapkan. "Selanjutnya, harus dilakukan pembenahan secara korporasi dan restrukturisasi BUMN bidang industri strategis, sehingga secara finansial mereka mampu untuk bekerja," katanya.
Caranya, kata Enggartiasto, pertama dengan penambahan modal, baik secara tunai maupun mengkonversikan utang BUMN tersebut ke pemerintah (jika ada). Kemudian dilakukan evaluasi aset kembali. "Kedua, jaminan pembayaran semacam 'letter of comfort' dari pemerintah," katanya. (Ant/OL-06)
ITS "Ngoprek" Satelit Broadband Generasi Baru Buatan Jepang
"WINDS yang dalam bahasa Jepang disebut dengan KIZUNA itu kami kembangkan bersama JAXA (lembaga antariksa Jepang) dan National Institute of Information and Communications Technology (NICT)," kata Kepala Laboratorium Telematika, Jurusan Teknik Elektro ITS, Moch. Hariadi, M.Sc., Ph.D., di Surabaya, Selasa (9/3/2010).
WINDS menggunakan teknologi mutakhir saat ini yang menggunakan Ka-Band (sistem yang bekerja pada frekuensi tinggi) yang memiliki panjang gelombang yang pendek. Dengan spesifikasi ini, WINDS mampu menyediakan koneksi internet berkecepatan tinggi yang mencapai maksimum 155 Mbps untuk penerimaan dan 6 Mbps untuk pengiriman dengan ukuran antena penerima 45 cm (sama dengan ukuran sekarang), namun jauh melebihi kecepatan yang mampu dicapai saat ini.
Bahkan untuk antena ukuran 5 meter, kecepatan yang bisa dicapai adalah 1.2 Gbps. Selain berkecepatan tinggi, coverage (daya jangkau) satelit juga merambah daerah yang tidak terjangkau oleh jaringan kabel (teresterial). Bila dibandingkan dengan kecepatan internet yang ada, kecepatan akses melalui WINDS sangat tinggi karena untuk konsumsi pribadi di Indonesia saat ini hanya berkisar 384 Kbps dan 2 Mbps saja.
Dengan kecepatan sebesar itu, satelit ini juga memungkinkan pemutaran film layaknya di gedung bioskop atau untuk pengembangan riset simulasi yang membutuhkan komputasi tinggi seperti di bidang medik, mesin, kimia, pendidikan, kesehatan, penanganan daerah bencana, dan Intelligent Transport Systems (ITS).
"Saat ini, WINDS masih dalam tahap uji coba yang bekerja pada Ka-Band dan hal itu merupakan percobaan yang pertama di dunia," katanya. Oleh karena itu, katanya, ITS beruntung diberi kesempatan untuk uji coba. Kesempatan itu tidak terlepas dari kerja sama program penelitian dalam skema JICA PREDICT-ITS.
Selain uji coba teknik yang menyangkut aspek teknik transmisi data lewat satelit, juga dilakukan uji coba aplikasi TV conference dan aplikasi PACS (Picture Archiving and Communication System). "Saat ini, kita mendapat kesempatan untuk mencoba WINDS dengan menggunakan stasiun bumi tetap (statis) yang ditempatkan di ITB. Station tidak ditempatkan di ITS karena coverage WINDS type MBA (Multi Beam Antennas) belum menjangkau wilayah Jawa bagian timur, tapi tim WINDS ITS berencana menguji WINDS menggunakan stasiun bumi yang bergerak (mobile) dengan tipe APAA (Active Phase Array Antenna)," katanya.
WAH/ANT
• Kompas
UPT Hujan Buatan Gagas Teknologi Rekayasa Atmosfer
” Rekayasa atmosfir dapat dilakukan untuk mengurangi beban polusi. Kami tengah ke arah sana, tapi diperlukan persiapan yang memadai untuk melengkapi pesawatnya,” ujar S. Heru Widodo, perekayasa madya UPT Hujan Buatan-BPPT di Jakarta, Senin (8/3).
Tahap awal, kata Heru, melakukan kajian tingkat polusi, aerosol, termasuk LWC (liquid water content). ”Tahap ini memerlukan perlengkapan khusus, termasuk pesawat terbang yang mampu mencapai ketinggian tertentu,” ujarnya.
Selanjutnya, menyiapkan bahan semai berupa campuran garam dan bahan-bahan kimia tertentu yang nantinya ditebarkan pada breezing level atau suhu udara minus 6 hingga 7 derajat Celcius pada ketinggian udara sekitar 16.000 hingga 20.000 kaki.
”Bahan semai ini nantinya akan mengendapkan bahan polutan, sehingga mengurangi tingkat keasaman saat hujan,” ujarnya.
• technologyindonesia
Jerman-Indonesia Jajaki Kerjasama Riset Geothermal
Kerjasama bilatermal bidang riset dan teknologi ini melibatkan Kementerian Negara Riset dan Teknologi Indonesia dengan Kementerian Pendidikan dan Riset Jerman yang didukung oleh Kementerian Lingkungan Hidup Jerman, dan beberapa perusahaan swasta Jerman.
Staf Ahli Menteri Negara Ristek Bidang Energi Alternatif dan Terbarukan, Martin Djamin, mengungkapkan," Dana ini termasuk pembangunan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) berdaya 10 MW menggunakan teknologi Jerman, dilanjutkan dengan peninjauan lokasi panas bumi di Indonesia." pada akhir acara Geothermal Workshop between Indonesia-Germany.(19/1)
Martin melanjutkan,"Kementerian Negara Riset dan Teknologi melalui Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bersama dengan Pertamina akan menindaklanjuti kerjasama penelitian ini."
Hingga awal tahun 2009, Indonesia memiliki potensi 27 GWe yang tersebar di 203 lokasi yang 80 % diantaranya berasosiasi dengan lingkungan vulkanik dan 54 (20%) berada di lingkungan non vulkanik seperti di sebagian besar P. Sulawesi (kecuali Sulut), Kalimantan Barat, dan di kepala burung Irian Jaya.
Menurut data dari Pertamina, jumlah energi panas bumi yang telah terpasang saat ini baru mencapai 1042 MWe, yang beroperasi di G. Salak (375 MWe), Kamojang (200 MWe), Darajat (255 MWe), Wayang Windu (110 MWe), Dieng (60MWe), Lahendong (40 MWe), dan Sibayak (2 MWe). (ap)
• technologyindonesia
Habibie: Ke Mana Industri Dirgantara Kita yang Pernah Maju?
"Ke mana semua itu? Kita ini mau ke mana?" tanya Habibie dalam kuliah umum yang bertemakan "Filsafat dan Teknologi Untuk Pembangunan" di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI), Depok, Jumat (12/3/2010).
Habibie mengatakan, sekitar 15 tahun yang lalu, Indonesia mengembangkan pesawat CN 235 dan N250. Perkembangannya pun cukup pesat.
"Semua itu terlaksana dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan apa yang terjadi di negara maju seperti USA, Inggris, Perancis, Jerman, dan Kanada," kata mantan Menteri Riset dan Teknologi era Soeharto ini.
Hal itu, kata Habibie, membuktikan bahwa sumber daya manusia (SDM) Indonesia mampu menguasai mengembangkan dan menerapkan teknologi, secanggih apapun juga. "Tapi ke mana itu sekarang?" tanyanya lagi.
(nvc/ken)
• DETIKNews
Pindad Jajaki Mesin Panser Dari Mercedes
Bandung (ANTARA News) - PT Pindad menjajaki penggunaan mesin dari pabrikan otomotif Jerman, Mercedes untuk mesin penggerak Panser 6x6 Anoa produksi BUMN strategis tersebut.
"Pindad akan menjajaki mesin dari Mercedes yang memiliki kapasitas power yang sama dengan mesin yang digunakan saat ini," kata Direktur Utama PT Pindad, Adik Aviantono di Bandung, Kamis.
Selama ini, panser Anoa produk PT Pindad menggunakan mesin dari pabrikan Renault Perancis. Menurut dia, mesin itu memiliki kapasitas 320 tenaga kuda (PH).
Panser tersebut, kata dia, bisa menggunakan mesin dari manapun dengan spesifikasi dan kapasitas 320 PH.
"Produsen mesin dalam negeri belum ada yang sampai 320 PH, sedangkan standard untuk panser adalah sebesar itu. Sehingga kami belum bisa menggunakan mesin produk dalam negeri," kata Adik.
Ia menyebutkan, mesin produk nasional saat ini baru dapat menghasilan 220 HP sehingga belum memenuhi spesifikasi untuk power kendaraan tempur seperti panser itu.
Meski masih ada komponen yang harus didatangkan dari luar negeri atau impor, namun penggunaan kandungan lokal panser Anoa produksi Pindad juga terus meningkatkan kandungan lokalnya dengan bersinergis dengan industri lokal.
Salah satunya plat baja kini sudah menggunakan produk baja PT Krakatau Steel Banten dengan spesifikasi yang standard kendaraan tempur. Sehingga tidak lagi harus mengimpor dari luar negeri.
"Kandungan lokal panser Anoa saat 6x6 Anoa saat ini sudah mencapai 53 persen, beberapa komponen masih impor seperti powerpack dan gearbox," kata Adik.
Ia menyebutkan, saat ini Pindad masih menyelesaikan panser pesanan Dephan yang akan diserahkan pada 2010 ini. Selain itu pihaknya juga terus mencari pasar dengan mengikuti tender di luar negeri, salah satunya di Malaysia.
"Saat ini kami sudah bisa head to head dengan produsen panser lainnya di dunia, meski demikian masih terkendala untuk pengadaan mesinnya yang saat ini masih harus import," kata Adik menambahkan.
Selain memroduksi panser, PT Pindad memproduksi amunisi kaliber besar dan kecil, senjata genggam, senjata laras panjang SS-1 dan SS-2, senjata sniper serta beberapa alutsista lainnya.
PT Pindad juga memproduksi komponen prasarana kereta api, perlengkapan kapal laut, sparepart berbagai mesin serta produksi tabung gas elpiji.(S033/A024)
COPYRIGHT © 2010
• ANTARANews