0

PT PINDAD memenuhi kebutuhan MKK maupun MKB TNI

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin (kiri) tengah mendengarkan paparan Presiden Direktur PT Pindad Adik A Soedarsono mengenai produk munisi kaliber besar buatan pabrik industri pertahanan dalam negeri itu di Turen, Malang, Jawa Timur, Sabtu (8/5).

Dalam perjalanan menuju salah satu pabrik munisi kaliber besar atau MKB PT Pindad di Turen, Malang, Jawa Timur, kepada Presiden Direktur PT Pindad Adik A Soedarsono dan Kompas, Direktur Jenderal Sarana Pertahanan Kementerian Pertahanan Laksamana Muda Gunadi bergurau ringan.

Menurut Gunadi, selama ini pemerintah biasa membeli MKB dari sejumlah produsen luar negeri. Namun, karena harganya yang mahal, ditambah alokasi anggaran negara yang juga kecil, pembelian setiap tahun selalu sedikit.

”Gara-gara mesannya selalu sedikit begitu, pihak penjual ada yang bergurau. Mereka tanya, ini kok belinya cuma segini? Sebenarnya yang membeli ini negara atau pemberontak?” ujar Gunadi tertawa miris diikuti Adik.

Bersama rombongan Gunadi, Adik, dan Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Kompas berkesempatan mengikuti acara kunjungan kerja, Sabtu (8/5) pekan lalu.

Pengadaan MKB rutin untuk memenuhi kebutuhan ketiga matra angkatan TNI. Misalnya, peluru-peluru mortir dan meriam atau munisi kaliber 105 mm dan 155 mm untuk pasukan artileri dan infanteri. Atau bom jatuh (udara ke darat) untuk jet tempur F-16 milik TNI Angkatan Udara.

Meski begitu, seiring rencana pemerintah menggenjot alokasi anggaran belanja pertahanan lima tahun ke depan, dari besaran 0,7 persen menjadi 1,2-1,5 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, hal itu diyakini secara otomatis juga akan menggenjot besaran anggaran pembelian senjata, termasuk munisi, baik kaliber besar maupun kecil (MKB atau MKK).

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin memprediksi kenaikannya signifikan, bahkan bisa meningkat sampai separuh dari total alokasi anggaran pengadaan, pemeliharaan, dan perawatan biasanya. Namun, dirasakan, jika pemerintah masih bergantung pada MKB produksi luar negeri, kenaikan tersebut dipercaya tidak akan berpengaruh banyak, mengingat harga pasar senjata internasional yang juga tinggi.

”Kalau kita pesan dari dalam negeri, harganya pasti lebih murah dan kita bisa beli banyak. Selain itu, roda perekonomian kita juga bisa lebih berputar karena industri pendukung dalam negeri lainnya juga bisa hidup. Apalagi PT Pindad ternyata selama ini mampu dan punya kapasitas menganggur (idle capacity) untuk memproduksi MKB,” ujar Sjafrie.

Adik membenarkan hal itu. Dia bahkan memastikan PT Pindad sudah memiliki dan menguasai alat serta teknologi pembuatan MKB sejak awal 1990-an. Fasilitas produksi MKB bahkan sudah didirikan di Turen sejak 1992, sementara mesin dan peralatannya sudah dibeli dari Swedia sejak 1997. Dia juga mengklaim siap jika pemerintah serius ingin memesan MKB dari PT Pindad.

Memproduksi

Selama ini, untuk jenis munisi kaliber kecil (MKK), PT Pindad mampu memproduksi dan memasok 114 juta butir berbagai kaliber MKK per tahun untuk kebutuhan TNI. Selain itu, pihaknya, menurut Adik, juga memiliki cadangan stok bahan baku amunisi sampai 2 ton yang bisa diolah menjadi munisi kaliber berapa pun sesuai pesanan. Sebagai ilustrasi, untuk membuat granat tangan, per butir hanya dibutuhkan kurang dari 30 gram mesiu saja. PT Pindad mampu membuat MKB sampai kaliber 155 mm.

”Kami ini ibarat dapur. Bapak mau pesan nasi goreng atau bubur ayam, ya, silakan pesan. Kami mampu membuatnya. Dahulu kami diminta Pak Habibie (mantan Presiden BJ Habibie) memproduksi sistem persenjataan FFAR (Forward Firing Aircraft Rocket). Alatnya sudah kami adakan, beli dari Swedia. Khusus untuk membuat MKB. Namun, sampai sekarang order munisinya enggak pernah turun,” ujar Adik.

Selain kemampuan produksi, PT Pindad, menurut Adik, sampai sekarang juga tidak bermasalah dengan dukungan finansial. Hal itu mengingat untuk pesanan yang dikerjakan selama ini, terkait kebutuhan dalam negeri atau pemerintah, PT Pindad mendapat dukungan dari pihak perbankan nasional. Sekarang tinggal menyinkronkan saja kedua hal tadi dengan dukungan kebijakan pemerintah dalam arti komitmen untuk membeli dari PT Pindad.

Klaim Adik, pernyataan Sjafrie, serta lontaran ”gurauan pahit” yang dipaparkan Gunadi sebelumnya, seharusnya bisa ”diolah” menjadi ibarat pepatah lama, ”bak gayung bersambut, kata berbalas”. Secara teknologi dan pengalaman, industri pertahanan dalam negeri, seperti PT Pindad, punya kemampuan dan bisa diandalkan. Selain itu, dukungan dan komitmen pendanaan serta kepastian daya serap pasar, dalam hal ini TNI, juga bisa dijamin. Apalagi komitmen anggaran dari pemerintah pun juga dinaikkan.

Sekarang tinggal komitmen bersama membangun dan membesarkan industri pertahanan dalam negeri. Memang tidak mudah. Namun, jauh lebih baik daripada terus bergantung pada bangsa lain, apalagi sampai diolok-olok, padahal sudah membeli dengan harga mahal. Jadi, mulai sekarang, hati-hati bicara, Sir. Kalau cuma MKB, industri kami mampu bikin sendiri.(Wisnu Dewabrata)

KOMPAS
0

Peluncuran Unit Instalasi Pengolah Limbah (IPAL) Limbah Cair Sentra Industri Kecil Tahu, di Purwokerto

Seperti diketahui, industri tahu yang berjumlah lebih kurang 84.000 unit usaha di seluruh Indonesia, dengan kapasitas produksi lebih dari 2,56 juta ton per tahun, cukup berperansignifikan dalam proses terjadinya emisi gas rumah kaca. Limbah cair yang diproduksi dari proses industrinya (sekitar 20 juta meter kubik per tahun) menghasilkan emisi sekitar 1 juta ton CO2 ekuivalen per tahun. Dan dari data keberadaan industri tersebut, 80% berlokasi di Jawa, sehingga emisi yang dikeluarkan pabrik tahu di Jawa mencapai 0,8 juta ton CO2 ekivalen per tahun.

Kementerian Negara Riset dan Teknologi bekerjasama dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Banyumas, telah meluncurkan 2 (dua) Unit Percontohan Instalasi Pengolah Limbah (IPAL), pada hari Selasa tanggal 11 Mei tahun 2010 di Purwokerto, Kabupaten Banyumas. Peralatan ini dikembangkan dan dipasang di 2 (dua) kawasan sentra industri kecil tahu di Desa Kalisari dan di dusun Ciroyom.

Menurut Edi Prihantoro, Asisten Deputi Urusan Analisis Kebutuhan Iptek, KRT, alasan dipilihnya lokasi sentra industri tahu adalah karena industri tahu merupakan penyumbang emisi yang signifikan di Indonesia disamping industri tapioka.

Fatikul Ikhsan, Camat Cilongok saat peluncuran instalasi tersebut mengatakan berterimakasih atas program ini yang telah membantu 13 kepala keluarga pengrajin tahu di desa Kalisari dan dan 8 kepala keluarga di desa Cikembulan. Alat ini digunakan untuk mengolah limbah cair dan mendapatkan energi alternatif dalam bentuk gas methan pengganti BBM. Fatikul mengharapkan agar Kementerian Riset dan Teknologi terus membantu Kecamatan Cilongok dalam pendampingan untuk melaksanakan kegiatan serupa dan kegiatan yang akan datang.

Sedangkan Alimah, warga desa Kalisari dapat merasakan manfaat keberadaan instalasi tersebut karena bisa berhemat. Penghematan ini dilihat kebiasaan sebelumnya dimana biasa menggunakan 7 – 8 tabung gas 3 kg setiap 2 bulan, sekarang ia hanya membutuhkan 1 tabung per 2 bulan.

Bupati Cilongok, Mardjoko dalam sambutannya mengharapkan agar masyarakat khususnya pengrajin tahu dapat menjaga, merawat dan memelihara dan memberdayakannya secara optimal. Masyarakat juga dihimbau untuk saling bekerja sama dalam membangun daerahnya.

“Metoda alat yang digunakan adalah metoda produksi bersih dan efisiensi energi untuk menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang dikembangkan dari Metode GERIAP-UNEP dan Metode ”Goo House Keeping” (GHK). Sedangkan pilot proyek pengolah limbah cair industri tahu ini menggunakan model “Fixed Bed Reactor” dan dibangun dengan sistem Anaerobik dengan pertimbangan tidak memerlukan lahan yang besar dan tidak membutuhkan energi untuk aerasi” ujar Edi Prihantoro.

Lebih lanjut Edi Prihantoro mengatakan pada prinsipnya, limbah cair yang membahayakan lingkungan dikumpulkan dan diolah menjadi sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat seperti makanan ikan, makanan ternak dan gas. Jaringan pipa pengumpul limbah, unit utama yang disebut digester, penampung gas (gas holder), trickling filter, jaringan sisa limbah olahan, kolam penampung air hasil proses, adalah bagian-bagian yang merupakan unsur pendukung sistem pengolah limbah ini. Kapasitas unit pengolah ini masing-masing adalah, di Desa Kalisari sebesar 20 m3 atau setara dengan 1.200 kg kedelai/hari (untuk 20 pengrajin industri tahu), dan di dusun Ciroyom sebesar 5 m3 atau setara dengan 300 kg kedelai/hari (untuk 5 pengrajin industri tahu).

Hadir pada acara peluncuran tersebut Ketua DPRD Kabupaten Banyumas, Anggota Forum Pimpinan Daerah Kabupaten Banyumas, Para Kepala Dinas Kabupaten Purbalingga, Cilacap, Tegal dan Pekalongan, para Camat dan jajaran Muspida Cilengok dan Pekuncen. (ad-aki/humas)

ristek
0

LIPI Ubah Banjir Jadi Air Minum

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) akan melakukan sebuah uji coba untuk mengubah air banjir menjadi air layak minum.

Peneliti di Pusat Penelitian Fisika LIPI, Profesor Perdamean Sebayang menyebutkan bahwa dalam kondisi banjir, kondisi air sangat berlimpah tetapi tidak layak konsumsi karena sudah terkontaminasi oleh beragam polutan.

"Jika kebutuhan air tidak terpenuhi, maka dapat memberikan dampak terhadap kerawanan kesehatan maupun sosial sesuai dengan kondisi jumlah penduduk atau mekanisme distribusi air bersih," terang Perdamean melalui keterangannya, Senin (29/3/2010).

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, LIPI kemudian membentuk unit pengolahan air bersih dan layak minum dengan sistem water purification. Sistem ini dapat menghasilkan air berkualitas yang memenuhi standar kesehatan.

Uji coba rencananya akan dilakukan pada Rabu, 31 Maret 2010 di Dusun 111 Gempol Tengah, Desa Purwadana, Karawang, Jawa Barat.

Perdamean menuturkan bahwa unit sistem ini dapat beroperasi secara mobile dan dapat diaplikasikan untuk berbagai jenis sumber air tawar, khususnya air banjir pada lokasi bencana.

"Unit sistem mobile ini mampu mengolah air dengan menggunakan beragam sumber air tawar selama tidak mengandung bahan berbahaya beracun, dengan kapasitas hasil yang memadai secara masal, yaitu 10 liter per menit," tandasnya. (okezone.com/ humasristek)

ristek
0

Kemhan Komitmen Kembangkan Industri Pertahanan Non Alutsista

Jakarta, DMC - Menteri Pertahanan mengatakan, dalam rangka mendorong kemandirian industri pertahanan dalam negeri, selain memberdayakan dan mengembangkan industri pertahanan Alat Utama Sistem Senjata (Alutsista) untuk pemenuhan kebutuhan TNI, pemerintah dalam hal ini Kementerian Pertahanan juga berkomitmen mengembangkan industri pertahanan non Alutsista.

“Komitemen kita ada untuk kembangkan industri pertahanan non Alutsista”, ungkap Menhan Purnomo Yusgiantoro saat menerima Asosiasi Industri Pertahanan Non Alutsista (IPNAS), Rabu (5/5) di kantor Kemhan, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut, Wamenhan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin dan sejumlah pejabat di lingkungan Kemhan, Mabes TNI dan Angkatan.

Lebih lanjut Menhan mengatakan, selain komitmen dari Kemhan, Mabes TNI juga pastinya akan berkomitmen untuk menggunakan produk – produk IPNAS. Saat ini dalam pengadaan Alutsista, TNI sudah memprioritaskan menggunakan produk industri pertahanan dalam negeri. Sedangkan untuk pengadaan non Alutsista, pastinya juga tidak diragukan lagi bahwa TNI akan membuka domestic market untuk mendukung perkembangan IPNAS.

Menhan menegaskan bahwa semua pihak juga harus ikut berkomitmen untuk mengembangkan IPNAS sebagai bagian dalam rangka mendorong pemberdayaan industri pertahanan dalam negeri. “IPNAS adalah bagian dari industri pertahanan, dan ini semua sejalan dengan program pemerintah dimana pemerintah ingin menggalakan industri pertahanan”, tambah Menhan.

Selain itu, menurut Menhan dengan memberdayakan dan mengembangkan IPNAS berarti juga ikut membesarkan industri dalam negeri yang tentunya akan memberikan kegiatan ekonomi, membuka lapangan kerja dan pada akhirnya akan mengurangi angka kemiskinan.

Senada dengan Menhan, Ketua Asosiasi IPNAS Mburak Ginting mengatakan, bahwa keberadaan industri pertahanan non Alutsista dari swasta ini sebenarnya juga telah menunjang program pemerintah dalam rangka menumbuhkan kegiatan ekonoomi, membuka lapangan kerja, mengurangi pengangguran sekaligus pengentasan kemiskinan.

Ketua Asosiasi IPNAS menjelaskan, sejak dibentuk pada tahun 2007 sampai dengan sekarang, dalam kurun waktu tiga tahun kegiatan IPNAS sudah sangat memadai, baik pada tingkat nasional maupun internasional diantaranya yaitu memberikan dukungan logistik kepada pasukan perdamaian PBB dan lain sebagainya.

Untuk itu, lebih lanjut Ketua Asosiasi IPNAS menyampaikan ucapan terimakasih kepada Kemhan dan Mebes TNI yang telah memberikan dorongan sehingga IPNAS dapat berkembang dan menghasilkan produk – produk sesuai standar operasional.

Ketua Asosiasi IPNAS berharap, komunikasi antara Asosiasi IPNAS, Kemhan dan Mabes TNI diharapkan terus terjalin lebih baik dalam rangka saling membangun kerjasama yang konstruktif, sehingga dimasa mendatang IPNAS lebih mampu lagi untuk memantapkan kualitasnya.

Asosiasi Industri Pertahanan Non Alutsista (IPNAS)

Asosiasi IPNAS adalah suatu wadah atau asosiasi yang berisikan produsen perlengkapan non alutsista baik untuk keperluan perorangan maupun satuan, untuk kebutuhan militer maupun organisasi sejenisnya. Asosiasi IPNAS dibentuk dengan tujuan untuk menumbuhkembangkan industri non alutsista untuk mendukung kebijakan dan program kemandirian industri pertahanan

Asosiasi IPNAS ini mempunyai visi yaitu mewujudkan kemandirian non alutsista dalam mendukung kepentingan pertahanan. Sedangkan misinya adalah, pertama mendukung penguatan industri nasional, penyediaan lapangan pekerjaan, pertumbuhan ekonomi nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Kedua mengembangkan dan memanfaatkan produk industri non alutsista dalam negeri untuk kepentingan petahanan negara. Dan ketiga menerapkan Iptek untuk mengembangkan kualitas produk yang mampu bersaing untuk produk luar negeri.

Asosiasi IPNAS beranggotakan perusahaan swasta dalam negeri yang memproduksi perlengkapan non Alutsista antara lain PT. Multi Indo Sentosa : perlengkapan perorangan, PT. Armylis Kusuma Putra : perlengkapan pendukung Alutsista, PT. Batara Indra : konserven, PT. Bumi Putera Industri : perlengkapan KLP / BBP, PT. Intra Fajar : perlengkapan perorangan, PT. Jangkar Nusantara Megah : ransum tempur, PT. Goeno : perlengkapan satuan lapangan / tenda, PT. Mitra Agung Antasco : sepatu dinas lapangan, PT. Paramartha Dharmaguna : pemanas perorangan, PT. Mancawahana Bhakti : perlengkapan pendukung Alutsista, PT. Subur Sakti Putra : peralatan telekomunikasi, PT. Damar Delapan Utama : pelumas khusus, PT. Green World Nusantara : peralatan energi terbarukan, PT. Patria Damareka : perlengkapan pendukung Alutsista.

Produk – produk dari IPNAS pemasarannya baik untuk keperluan domestik yaitu Mabes TNI dan Angkatan, juga telah menembus pasar internasional antara lain untuk keperluan pasukan perdamaian PBB, negara – negara Asean, Papua New Guinea dan Timor Leste.(BDI/PGN)

dmcindonesia
0

Indonesia Belum Mampu Realisasikan PLTN

Jakarta : Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia masih belum mampu direalisasikan. Padahal mendekati tenggat yang ditentukan dalam UU No 17/2007 tentang tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025.

Dalam salah satu alinea RPJM ke-3 (2015-2019), disebutkan terpenuhinya pasokan tenaga listrik yang handal dan efisien sesuai kebutuhan sehingga elektrifikasi rumah tangga dan pedesaan dapat tercapai, serta mulai dimanfaatkannya tenaga nuklir untuk pembangkit listrik dengan mempertimbangkan factor keselamatan secara ketat.

Menurut Kepala Badan Tenaga Atom Nasional Hudi Hastowo, jika mengacu pada UU tersebut, PLTN dapat dioperasionalisasikan sekitar 2016. “Persiapan pembangunannya semestinya dilakukan sejak 2003,” imbuh saat bertemu pers Jumat lalu (30/4).

Namun, hingga kini realisasinya masih terganjal banyak kendala. Demo sebagian masyarakat yang lantang menyuarakan penolakan PLTN masih kerap terdengar. Terutama masyarakat di sekitar Semenanjung Muria, Jawa Tengah, dimana Batan menyatakan lokasi tersebut layak dibangun PLTN.

Sementara dari sisi kebijakan, pemerintah hingga kini belum membentuk lembaga pemberi izin pembangunan PLTN. “Secara teknis, Batan sudah melakukan kewajiban, tinggal menunggu arah kebijakan tentang PLTN di Indonesia,” ujar Hudi.

Hudi memperkirakan target pembangunan PLTN akan bergeser sekitar 2018-2020. “Target 2016 tidak mungkin dilaksanakan, karena belum terbentuk lembaganya,” ujarnya.

Menurut Hudi, ketersediaan pasokan energi jangka panjang merupakan hal yang krusial bagi seluruh negara. Dan, lanjut dia, PLTN memegang peranan penting bagi ketersediaan energi jangka panjang. “PLTN memiliki bargaining politik sangat kuat. Jika hanya mengandalkan energi terbarukan lainnya akan sangat terbatas,” ujarnya.

Nuklir, lanjut Hudi, juga akan dibutuhkan untuk teknologi sumber energi generasi kedua. ”Secondary bioethanol, misalnya. Atau ketersediaan pasokan energi cair yang dimasa depan akan menjadi masalah besar,” ujarnya. (Lea)

technologyindonesia
0

PTDI Fokus Garap CN-235 NG

BANDUNG, JUMAT - PT Dirgantara Indonesia (PTDI) fokus untuk menggarap peluang pasar pesawat komersial dengan mengembangkan program CN-235 Next Generation dengan meningkatkan kapasitas dan kemampuan pesawat itu. "Program ini siap running, diharapkan 14-18 bulan ke depan sudah bisa direalisasikan. Semuanya tergantung investasi," kata Dirut PTDI, Budi Santoso, di Bandung, Jumat (22/2).

Pesawat CN-235 NG yang akan dikembangkan itu mempunyai kapasitas maksimal 45 tempat duduk dan diproyeksikan untuk melayani penerbangan komersial dalam negeri.

Selama ini, menurut Budi, PTDI lebih banyak memproduksi CN-235 tipe militer. "Pesawat itu akan dimodifikasi, ada perubahan dari tipe sebelumnya. Bila versi militer ada ramp door, untuk pesawat komersial tidak pakai fasilitas itu karena tidak akan diperlukan," kata Budi.

Menurut Budi, pesawat baling-baling produk PTDI sagat cocok untuk karakter penerbangan komersial dalam negeri, khususnya di Indonesia. Selain itu, beberapa negara juga membutuhkan pesawat jenis ini. "Jenis pesawat itu punya keunggulan di kelasnya," katanya.

Budi menyebutkan beberapa keunggulan pesawat baling-baling adalah lebih murah perawatannya serta lebih irit bahan bakar. "Dengan ukuran yang lebih kecil lebih memungkinkan untuk melayani penerbangan ke berbagai daerah yang memiliki keterbatasan landasan pacu," ujarnya.

KOMPAS
0

Indonesia Tergabung Dalam Asia Research Foundation

Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata menerima kunjungan pejabat dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Sport dan Iptek Jepang, kemarin. Kunjungan ini terkait dengan pembentukan Asia Research Foundation, yakni lembaga pendanaan riset di kawasan Asia untuk riset-riset yang memiliki pengaruh secara global.

Asia research Foundation dipelopori oleh Jepang dengan anggota antara lain Cina, Korea, Singapura, Indonesia. Fokus penelitian yang didanai Asia Research Foundation antaraa lain perubahan iklim, keamanan dan keselamatan nuklir dan kebencanaan.

Menurut Warsito P. Taruno, staf khusus Menristek bidang Riset, kehadiran Asia Research Foundation memberi kesempatan peneliti-peneliti Indonesia untuk melakukan riset bersama dengan dukungaan dana internasional. “Ini memberi kesempatan Indonesia untuk mengirim lebih banyak peneliti keluar negeri untuk riset jangka pendek ke pusat-pusat-pusat penelitian di luar negeri. Ini bisa menjadi sarana untuk meningkatkan kapasitas peneliti kita,” kata Warsito.

Sebelumnya, pada Jumat (30/4) Kementerian Riset dan Teknologi menerima kunjungan pejabat dari pemerintah Australia terkait dengan kerja sama riset di bidang kesehatan, pertanian termasuk pangan, dan energi. Kerja sama riset di bidang energi antara lain meliputi perubahan iklim, keamanan reaktor dan keselamatan bahan energi nuklir. Kerja sama tersebut juga termasuk program beasiswa pengiriman mahasiswa Indonesia untuk mengikuti studi S3 ke Australia. Kerja sama bidang ilmu pengetahuan dan teknologi antara KRT dan pemerintah Australia telah berlangsung sejak 2005.

Menurut Warsito, kerja sama riset di bidang perubahan iklim diwujudkan dilakukan dalam bentuk pembuatan sistem hotspot monitoring secara real time untuk memantau kebakaran hutan. “Dengan sistem ini, dalam waktu satu jam titik-titik api yang muncul sudah dipublikasi di situs web,” terang Warsito seraya menambahkan, dalam kerja sama tersebut pihak Indonesia diwakili oleh Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (Lapan).

Pembuatan sistem hotspot monitoring ini, menurut Warsito, sejalan dengan target Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menurunkan jumlah titik api sebanyak 20 persen per tahun.

Kerjasama program beasiswa antara lain dalam bentuk pengiriman 10 mahasiswa tingkat doktoral per tahun dan pelatihan komersialisasi hasil iptek untuk UMKM ke Australia. Sementara Australia untuk tahun ini mengirim satu profesor untuk melakukan riset selama dua bulan di Lembaga Eijkman untuk mempelajari metoda ekstraksi genetika.

Sebelumnya Kementerian Ristek juga menjalin kerjasama riset dengan pemerintah Amerika Serikat dan Jerman.

Menurut warsito, banyaknya negara tertarik menjalin kerja sama riset dengan Indonesia, antara lain karena Indonesia memiliki potensi luar biasa di bidang keragaman hayati. Di sisi Indonesia, katanya, kerja sama riset ini memberi kesempatan untuk meningkatkan kapasitas peneliti Indonesia. “Kapasitas peneliti samai kini masih jadi salah satu kelemahan kita. Kerjasama riset dengan berbagai negara adalah kesempatan untuk memperbaiki itu,” katanya.

Dikatakan, kerja sama riset di bidang keragaman hayati tersebut tak perlu dikhawatirkan karena kerjasama tersebut berbasiskan kesetaraan dan dijamin oleh konvensi dunia, yang antara lain mengatur bahwa dalam riset genetika tidak diperkenankan membawa spesies keluar dari negara asal spesies.

Salah satu upaya lain yang dilakukan Kementerian Ristek untuk tingkatkan kapasitas peneliti adalah dengan memberi akses kepada peneliti untuk mendapatkan informasi yang bersifat frontier. Untuk itu mulai tahun ini, Kementerian Ristek berlangganan digital library yang berisikan jurnal-jurnal Iptek kelas dunia yang dapat diakses semua peneliti LPNK. (dra)

technologyindonesia