0

2010 Internet Terhubung ke Seluruh Desa

Tasikmalaya (ANTARA News) - Pemerintah dan perusahaan penyelenggara telekomunikasi menargetkan bahwa pada 2010 seluruh daerah, baik desa atau kota sudah terhubung dengan jaringan Internet.

"Direncanakan bahwa tahun 2010 ini seluruh Desa di Indonesia sudah bisa terhubung dengan dunia Internet," kata Direktur Standarisasi dan Audit Aplikasi Telematika Kementerian Komunikasi dan Informatika Ir Woro Indah Widiastuti di Kota Tasikmalaya, Jawa Barat, Rabu.

Woro yang memawakili Menkominfo di acara peluncuran WIMAX di hotel Mandalawangi Tasikmalaya mengatakan, program tersebut akan membawa manfaat kemajuan teknologi Indonesia.

Menurut dia, Kota Tasikmalaya merupakan kota pertama di Indonesia yang dibangun teknologi wireless, sehingga diharapkan kota Tasikmalaya bisa memanfaatkannya untuk e-goverment menuju good governance.

"Nantinya dengan wimax ini dimana ada sinyal, kapan pun, di mana pun, dan siapa pun bisa menggunakan Internet dan di Tasik adalah kota pertama di Indonesia yang diadakan program wimax ini," katanya.

Sementara itu Direktur Starcom Solusindo, Wimax, Budi Permana mengatakan, sesuai dengan harapan Wali kota Tasikmalaya Syarif Hidayat untuk menjadikan Kota Tasikmalaya sebagai cyber city.

Ia menambahkan, di Indonesia Star Solusindo mengivestasikan Rp6 trilyun untuk pengembangan Wimax dengan tujuan memberikan kemudahan mengakses Internet.

"Kami punya mimpi untuk kemajuan negeri dengan memberikan keluasan wawasan dunia dengan akses internetan yang lebih mudah" kata Budi.

(ANT/S026)

ANTARANews
0

IPB Kembangkan Bakteri Pengurai Minyak















22 Desember 2009

Bogor- Berawal dari pengamatannya terhadap ribuan hektar tanah yang memulai menghitam 10 tahun yang lalu di daerah Dumai. Dwi Andreas Santosa, Direktur Eksekutif Indonesian Center for Biodiversity dan Biotechnology berhasil mengembangkan teknik bioremediasi,yaitu sebuah cara alternatif dalam mengolah limbah menggunakan bakteri biologis. Bakteri-bakteri itu dimanfaatkan untuk memacu proses penguraian limbah.

Pada 2000, Dwi mulai menguji cobakan bakteri Bacillus Sp, untuk mengurai limbah minyak tersebut. Jenis bakteri ini yang kemudian dilabeli sebagai ICBB 7859. Berlokasi di Dumai, Bacillus Sp, ICBB 7859, sebagai bahan baku bioremediasi, disebar pada 1 hektare tanah tercemar, dengan kedalaman tanah setebal 20 sentimeter itu. Hasilnya, sebanyak 3.000-4.000 ton tanah yang semula ganas dan beracun menjadi jinak, stabil dan ramah lingkungan.

Prosesnya memang tidak secepat remediasi lewat reaksi fisika (bakar) ataupun kimia. Namun, Dwi menuturkan, dalam sepekan, teknik bioremediasi ini mampu mereduksi konsentrasi limbah minyak dari 100 ribu ppm menjadi 22,30 ppm. Pada pekan ketiga, jika proses dibiarkan terus, konsentrasi limbah beracun sudah menurun hingga 2,93 ppm. Sisanya dianggap residu yang aman bagi lingkungan.

Komponen residu ini patut digarisbawahi karena teknik remediasi secara fisika dan kimia, meski lebih cepat, tak mampu berujung pada residu yang sama. Kedua teknik itu biasanya tidak mampu bekerja sampai tuntas karena masih menyisakan limbah yang bahkan bisa lebih pekat.Selain itu faktor biaya menjadi pertimbangan pemilihan bioremediasi ini. Biaya operasional pengolahan limbah ini menghemat 25 persen sampai 50 persen dibandingkan dengan teknik lain. dari berbagai sumber)

technologyindonesia
0

LAPAN-IPB Bangun Satelit Penginderaan

Bogor (ANTARA News) - Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) bekerja sama dengan Institut Pertanian Bogor (IPB) membangun satelit penginderaan jauh untuk mendukung program ketahanan pangan.

Nota kesepahaman (MoU) kerja sama tersebut ditandatangani oleh Rektor IPB Prof Dr Ir Herry Suhardiyanto dan Kepala LAPAN Dr Adi Sadewo Salatun, MSc di kampus IPB, Bogor, Jawa Barat, Selasa.

Pembuatan satelit tersebut diperkirakan menelan dana Rp180 miliar. Satelit yang diberi nama Lisat (Lapan-IPBSat) itu direncanakan bisa diluncurkan pada 2014.

"Pada 2009 kami sudah melakukan kajian awal dengan anggaran riset IPB," kata Herry Suhardiyanto.

Tahap konstruksi, katanya, akan dilakukan pada 2010 hingga 2014 dan satelit diperkirakan bisa mulai dimanfaatkan pada 2015 hingga 2019.

Ia mengatakan, keberadaan satelit ini sangat penting untuk membangun sistem data tentang ketahanan pangan dengan akurasi tinggi.

"Dengan demikian program pembangunan bisa dirumuskan lebih akurat dan alokasi anggaran lebih tepat," katanya seraya menambahkan untuk tahap awal satelit akan difokuskan pada pengamatan lahan persawahan.

Hasil pencitraan satelit, lanjut dia, akan dimanfaatkan untuk melihat produktifitas lahan, termasuk kaitan dengan pola tanam dan pola panen di setiap wilayah.

"Jadi kita bisa melakukan `precision farming`. Perkiraan dan target produksi padi tidak lagi hanya didasarkan pada ramalan-ramalan seperti sekarang," katanya.

Sementara itu, Kepala LAPAN Dr Adi Sadewo Salatun MSc mengatakan, Lisat dibuat berdasar pengalaman Lapan membangun Lapan Twinsat.

"Dari Lapan Twinsat bisa diketahui apa yang dibutuhkan untuk pertanian. Dari situlah dikembangkan Lisat," katanya.

Satelit tersebut akan bekerja sebagai satelit penginderaan jauh yang membawa kamera dilengkapi filter berspektrum khusus untuk pertanian.

Data kamera, kata dia, bisa langsung dikirim ke bawah atau disimpan untuk dianalisa lebih lanjut.

Ketua Departemen Fisika FMIPA IPB Dr Ir Irzaman, MSi mengatakan, dengan memanfaatkan satelit ini target produksi padi yang ditetapkan pemerintah setiap tahun bisa tercapai.

"Kita bisa merencanakan dan mengawasi serta melakukan panen pada saat yang tepat," tambahnya.

Tahun 2010 pemerintah menargetkan produksi 65 juta ton gabah kering giling.

"Satelit juga bisa memetakan sawah mana yang masih produktif dan mana yang sudah tidak produktif lagi," katanya.

Irizaman mengakui, meski sudah mendapat dukungan Menteri Pendidikan Nasional, pengajuan dana sebesar Rp180 miliar tersebut belum mendapat persetujuan DPR.

Namun ia optimistis anggaran tersebut bisa dipenuhi karena masih jauh lebih murah jika dibandingkan dengan satelit impor yang harganya bisa mencapai Rp4 triliun.(S022/A038)

COPYRIGHT © 2010

ANTARANews
0

Energi Nuklir Baru Dikaji di DPR

Jakarta- Saat ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) masih mengkaji kelayakan pembangunan energi nuklir di Indonesia. Menteri Negara Riset dan Teknologi, Suharna Suryapranata mengungkapkan," Pembahasannya masih di DPR, dan merupakan bagian program ristek 5 tahun ke depan." demikian pemaparannya di sela-sela Seminar Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Majeis Ilmuwan Muslimah Internasional-Indonesia (MAAI), yang bertema :"Peranan Iptek dalam Peningkatan Kualitas Hidup Perempuan".

Kepala Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi, Zainal Abidin menambahkan," Pemanfaatan Nuklir telah banyak dirasakan masyarakat terutama dalam bidang tanaman padi, kedelai, kacang hijau dan sorghum." ungkapnya. "Jadi sudah saatnya pemerintah mengimplementasikan nuklir, namun harus untuk tujuan kesejahteraan masyarakat." jelasnya.

Saat ini, Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) telah mengembangkan Oligo Khitosan yang merupakan hasil iradiasi Khitosan yang bermanfaat sebagai bahan pengatur tumbuh pada tanaman. Khitosan berasal dari kulit udang dan cangkang kepiting yang mengandung Khitin, Poli-B-(1,4)-2-Amino-2-Deoksi-D-Glukosa yang merupakan polimer multifungsional karena memiliki gugus-gugus fungsional seperti Amino, gugus hidroksil primer serta sekunder pada struktur glukosamin. Khitosan iradiasi oleh negara-negara Asia seperti Jepang, China, Vietnam, dan Korea telah banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengatur tumbuh (growth promotors) untuk tanaman.

Hasil penelitian skala lab dan uji coba lapangan menunjukkan bahwa Oligo Khitosan dapat menguatkan akar tanaman, berfungsi sebagai akibat anti bakteri, mempercepat panen, dan meningkatkan produksi tanaman.(ap)

technologyindonesia
0

ITB Kembangkan Sistem Diagnosa Jarak Jauh Penyakit Malaria

24 Februari 2010

Target pemerintah membebaskan seluruh wilayah Indonesia dari penyakit malaria pada tahun 2030 bisa jadi dapat dipercepat jika Malaria Observation System and Endemic Surveillance (MOSES) yang dikembangkan tim Bigbang dari Himpunan Mahasiswa Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB) diimplementasikan.

MOSES merupakan sistem diagnosa jarak jauh penyakit malaria yang dapat dimanfaatkan untuk mempercepat diagnosa pasien di daerah terpencil yang tidak memiliki SDM dan perangkat kesehatan memadai agar pasien bisa segara mendapat pengobatan. Melalui sistem ini, dalam hitungan jam, dokter yang berada di ibukota kecamatan atau kabupaten terdekat dapat menerima data citra darah pasien, suhu tubuh pasien di daerah terpencil dan dapat pula segera mengirim resep kepada pasien.

Kesegeraan penanganan, yakni kurang dari 48 jam merupakan prinsip dalam pengobatan malaria untuk mencegah komplikasi yang lebih berat. Padahal, survei lapangan yang dilakukan Tim Bigbang menunjukkan, pelaporan hasil diagnosa juru malaria di Pamempeuk baru diterima 4 hari kemudian oleh petugas kesehatan di Ciamis. Kecepatan penanganan malaria hingga kini memang masih menjadi salah satu masalah utama pengobatan malaria di Indonesia.

“MOSES mengatasi permasalahan utama itu. Teknologi yang kami kembangkan mempercepat pengiriman data,” kata David Samuel dari Tim Bigbang.

Tim BigBang yang terdiri dari David Samuel, Dody Dharma, Dominikus Damas Putranto dan Inas Luthfi mengembangkan perangkat keras berupa mikroskop yang dihubungkan dengan alat telekomunikasi berupa telepon seluler untuk memeriksa sampel darah pasien. Sementara perangkat lunak yang dikembangkan berupa program untuk dapat mengirim dan menerima citra sampel darah dan data lain. Melalui jaringan internet, citra sampel darah pasien dan data-data lain yang dibutuhkan untuk diagnosa dikirim melalui jaringan internet dan segera diterima oleh dokter di ibukota kecamatan atau Puskesmas terdekat.

Atas hasil penelitiannya ini Tim Bigbang memenangi Tanoto Student Research Award (TSRA) 2009. Sebelumnya, tim ini juga memperoleh Windows Mobile Award di Mesir dan Asia Pacific ICT Award 2009.

Penelitian ini dimulai sejak Januari 2009 dan kini masuk prototip ketiga. David mengatakan, hingga kini tim masih terus menyempurnaaan MOSES, terutama dari segi keakuratan dan memperkecil besaran data agar tak terlalu membebani server.

Menurut Kepala Biro Kemahasiswaan ITB Drs. Djadji S. Satira, M.Si, proses paten inovasi Tim Bigbang tengah berjalan. Untuk keperluan paten, tim Bigbang bekerja sama dengan LAPI ITB dan melibatkan disiplin ilmu yang lebih luas. MOSES sudah diuji skala laboratorium di daerah Kalipuncung, Pangandaran, Jawa Barat dan Papua.

Djadji mengatakan, ITB kini tengah dalam proses MoU dengan Pemprov Jawa Barat untuk implementasi MOSES. Menurutnya, implementasi sistem diagnosa jarak jauh ini perlu dukungan politik pemerintah karena MOSES merupakan suatu inovasi sistem, bukan hanya alat.

MOSES tak hanya dapat dimanfaatkan sebagai sistem diagnosa jarak jauh, namun juga dapat dipakai sebagai alat analisa untuk membantu pengambilan keputusan pejabat kesehatan karena di server tersedia data tentang jumlah pasien, jenis pengobatan yang diberikan, tempat tinggal pasien, umur pasien dan data lainnya.(dra)


0

Kartu Chip Tangkal Pembobolan ATM

27 Januari 2010
Jakarta- Dalam upaya menangkal aksi pembobolan bank, sudah saatnya perbankan beralih ke teknologi chip, yang sering disebut dengan smart card dan tidak lagi menggunakan kartu magnetik.

Demikian dikatakan Kepala Bidang Sistem Elektronika Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Mohammad Mustafa Sarinanto.

Saat ini kartu chip baru diaplikasikan pada kartu kredit saja dan belum ke kartu debet atau ATM. Bahkan Bank Indonesia baru mewajibkan seluruh kartu kredit menggunakan kartu chip pada 1 Januari 2010.

Sarinanto mengatakan, keunggulan kartu chip memiliki kode enkripsi yang berisi pengamanan identitas pengguna (user) yang terdiri dari sistem pengacak yang berlapis. " Namun, karena harganya masih mahal, jadi hanya kartu kredit saja yang baru menerapkan teknologi pintar ini," jelasnya.

Perekayasa Madya Bidang TIK BPPT, Andrari Grahitandaru, menambahkan,"Harga kartu chip 200 persen lebih mahal dari kartu magnetik, sehingga masih membebani perbankan."

Sebenarnya, kartu chip hampir tidak ada bedanya dengan kartu-kartu ATM. Namun, kartu chip ini lebih gemuk beberapa mikron. Ketebalan ini karena pada kartu pintar itu tertanam otak yang berupa chip ukuran satu sentimeter persegi di bagian kiri-tengah, yang belum dapat dibuat lebih gepeng dari 0,76 mm seperti kartu lainnya. Dengan adanya chip itu harganya menjadi puluhan kali lebih mahal dibandingkan kartu magnetik biasa.

Namun, kemahalannya itu sepadan dengan nilai tambah tinggi yang dihasilkan chip sebagai pemroses mikro untuk menyimpan dan mengolah data. Dari pemroses berkemampuan EEPROM (electrically erasable programmable read only memory) 2 kilobyte, beberapa manfaat dapat diperoleh.

Kepintarannya menyimpan dan mengolah data memungkinkan pengolahan transaksi dilakukan secara langsung (online) maupun tidak langsung (offline). Kartu ini dapat digunakan sebagai tabungan elektronik, dompet elektronik, cek wisata elektronik, dan kartu debet-kredit. Untuk kemudahan dan keamanan jual-beli barang, kartu pintar juga dipakai untuk kartu diskon dan kartu promosi.


Sambil menunggu lahirnya smart card yang berteknologi chip, langkah preventif yang harus disiapkan perbankan adalah memasang alat anti skimmer dan edukasi kepada nasabah untuk selalu menjaga kerahasiaan nomor PIN ketika menggunakan mesin ATM. Beberapa bank memang sudah menggunakan mesin baru dengan penutup (cover) sebagai pelindung ketika menekan PIN sehingga tidak diketahui orang lain. Para nasabah juga diminta untuk memperhatikan kelainan-kelainan yang ada pada mesin ATM dan sekitarnya serta di mesin EDC (Electronic Data Capture). (ap)