0

ROMPI TAHAN PELURU DENGAN PLATE KERAMIK

Kerjasama Balitbang Dephan dengan Balai Besar Keramik Bandung dalam melaksanakan penelitian dan pengembangan di bidang pertahanan negara telah menghasilkan prototipe " Plate Keramik Rompi Tahan Peluru" yang telah memenuhi SST.
Plate telah lolos uji tembak dengan senjata AK-47 munisi STJ inti baja kal 7,62 mm dan SS-1 munisi STJ inti baja kal 5,56 mm, jarak tembak 25 m.

Hasil kerjasama dengan CV Fajar Indah telah menghasilkan Rompi Tahan Peluru Level III-A dan dengan Balai Besar Keramik menghasilkan Rompi Keramik Tahan Peluru Level IV

Selanjutnya Balitbang Dephan akan mengembangkan, meningkatkan dan mensosialisasikan RKTP Level IV yang siap digunakan untuk operasional TNI di medan tugas.



Persyaratan Taktis
- Rompi taktis tahan terhadap tembakan senapan laras panjang kaliber 5,56 mm dan 7,62 mm
- Tahan terhadap tusukan dan bacokan

Persyaratan Teknis

Berat lengkap Rompi Taktis
1) S ≤ 4700 gram
2) M ≤ 5100 gram
3) L ≤ 5500 gram
4) LL ≤ 6000 gram

Aspek Kemampuan :

1 kondisi kering tidak tembus, dekokan skip penghalang ≤ 44mm

2 kondisi basah tidak tembus, dekokan skip penghalang ≤ 44 mm

Daya tahan tembus sajam :

1 tusukan tidak tembus
2 bacokan tidak tembus

Daya tahan sobek ≥ 5 kg
Daya tarik jahitan ≥ 5 kg
Kuat tarik kancing ≥ 0,75 kg
Daya serap air ≤ 30%

Mitra kerjasama dalam penelitian
Dalam melaksanakan litbang RKTP Level-IV, Balitbang Dephan bekerja sama dengan Balai Besar Keramik Bandung untuk pengolahan keramik, dengan Dislitbang TNI AD untuk pelaksanaan pengujian dan dengan CV Fajar Indah untuk pembuatan Rompi Tahan Peluru Level-III

Fungsi Rompi Tahan Peluru
- Melindungi personil dari tembakan di bagian tertentu
- Meningkatkan moril personil TNI dalam melaksanakan operasional di medan tugas

Keterangan :

1 Bentuk plate : segi empat, untuk Konstruksi sesuai
ditempatkan pada rompi bagian depan lengkungan dada.

2 Berat Plate 2,4kg

3 Bahan baku
a. Alumina Dalam Negeri
Bahan dopping dgn kode
1) T Luar Negeri
2) Z Dalam/Luar negeri
3) M Dalam Negeri
4) C Dalam Negeri

4 Bahan Pendukung
a. Kevlar Luar negeri
b. Fiber Dalam negeri
c. Binder Dalam negeri

5. Proses Casting & press

6. Uji Laboratorium Standard baku tahan peluru
a. Berat volume (Gr/Cm3) 3,83
b. Penyerapan Air (%) 0
c. Susut Bakar (%) 15,41
d. Kekerasan (Hohs) 8 - 9
e. Kuat Lentur (Kg/Cm3) >2308

7. Uji Balistik Sesuai SST Rompi Tahan Peluru
a. Senjata AK-47 MU kal 7,63 mm STJ Tidak tembus, Inti Baja deformasi 6 mm
b. Senjata SS-1 MU kal 5,56 mm STJ Inti Tidak tembus, Baja deformasi 4 mm

balitbang
0

AS Tertarik Kerjasama dengan Indonesia di Bidang Iptek

26 Januari 2010

Ada kabar menarik dari Serpong, Tangerang. Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerima utusan Amerika Serikat Bruce Albert terkait kerjasama di bidang iptek. Dalam hal ini, pemerintah Amerika Serikat menawarkan pembentukan program perwakilan ilmiah (Science Envoys) yang memfokuskan pengembangan sumber-sumber energi terbarukan, adaptasi perubahan iklim, penanggulangan penyakit menular dan peningkatan pendidikan bidang iptek dan matematika.

Penawaran ini mengemuka sebagai tindak lanjut komitmen dari Amerika Serikat atas keberpihakannya terhadap dunia Islam. Dalam pidato yang bertajuk “New Beginning” di Kairo, Mesir, 4 Juni 2009, Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengungkapkan keinginan negaranya menjalin kerja sama lebih erat dengan negara-negara muslim di dunia. Termasuk menjalin kembali hubungan bilateral bersama Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Islam terbesar di dunia.

Menarik? Pemerintah Amerika Serikat menjatuhkan pilihan berinvestasi pada ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia, dengan pemahaman bahwa pengetahuan dan inovasi akan menjadi dasar kemakmuran ekonomi di berbagai negara era abad 21.

AS memprioritaskan Indonesia lantaran sebelumnya kedua negara tersebut pernah menjalin kerja sama di bidang iptek. Hampir 17 tahun lalu (1992), Prof Dr BJ Habibie yang saat itu menjabat Menegristek menandatangani kerja sama riset di bidang iptek dengan AS. Rentang waktu cukup lama, memang bagi Indonesia untuk ”belajar kembali” dari negara adidaya tersebut.

Dalam pertemuan di gedung AIPI Puspitek Serpong Tangerang tersebut, mantan Menegristek Prof. Dr BJ Habibie dan kalangan petinggi AIPI hadir mendampingi Presiden SBY. Di hadapan para pakar iptek tersebut, Presiden SBY juga menjanjikan akan meningkatkan anggaran riset penelitian mulai 2010 menjadi Rp 1,9 triliun. Sebelumnya anggaran untuk pengembangan riset dan teknologi dalam rentang 2004-2009 tidak bergeser dari angka Rp 1 triliun/tahun.

Komite Sistem Inovasi Nasional

Untuk meningkatkan pengembangan iptek di dalam negeri, Presiden SBY menegaskan secepatnya membentuk Komite Sistem Inovasi Nasional. Komite ini akan bekerja dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden. ”Penguasaan iptek saat ini kian berperan menentukan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya saing bangsa. Penguasaan teknologi merupakan kerja terencana dan berkesinambungan yang membutuhkan perubahan pola pikir, investasi, insentif, dukungan kebijakan pemerintah, serta kolaborasi,” papar Presiden.

Menanggapi kenaikan anggaran ristek, mantan Menegristek yang juga mantan Presiden RI ke 3, Prof Dr BJ Habibie menegaskan sudah semestinya anggaran iptek ditingkatkan untuk meningkatkan produktivitas dan daya saing SDM. ”Anggaran tersebut dibutuhkan untuk menciptakan teknologi tepat guna bagi pasar domestik dan pasar Internasional. Teknologi yang mampu memproduksi barang sesuai jadwal, berkualitas tinggi dengan harga bersaing.”

Kendati demikian, mengingat keterbatasan anggaran dan prasarana pengembangan iptek, serta kendala tersedianya peneliti, lanjut Habibie, di masa depan pengembangan teknologi tepat guna (appropriate technology) dapat dilakukan dengan bekerjasama dengan mitra asing.

Habibie juga menyinggung peran Badan Standardisasi Nasional (BSN) yang perlu lebih difungsikan dan disempurnakan dalam rangka meningkatkan produk yang berorientasi pada pasar domestik serta arus perdagangan bilateral dan multilateral. Termasuk, perhatian khusus terhadap Sistem Inovasi Nasional (SINAS). ”Untuk itu, perlu dibuat undang-undang yang menunjang DSN dan SINAS berdasarkan konsensus nasional,” ujarnya.

Disisi lain, lanjut Habibie, implementasi riset dan teknologi serta faktor penyediaan lapangan kerja, juga perlu mendapat perhatian lebih serius dan rinci. ”Prasarana dan lembaga riset dan teknologi milik pemerintah, BUMN, BUMNS perlu mendapat perhatian. Demikian pula penyediaan lapangan kerja melalui pembinaan usaha miko, kecil, menengah dank operasi diperhatikan dan dibina pula,” paparnya.

Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) yang pendiriannya diprakarsai BJ Habibie, pada 1960 , diharapkan pula dapat memberikan pendapat, saran, dan pertimbangan atas prakarsa sendiri atau permintaan, mengenai penguasaaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Pemerintah serta masyarakat untuk mencapai tujuan Nasional. AIPI merupakan anggota dari InterAcademy Council yaitu suatu badan internasional yang merupakan kumpulan dari akademi ilmu pengetahuan seluruh dunia, seperti US Nasional Academy of Sciences, Chinese Academy of Sciences, Royal Netherlands Academy of Arts and Sciences (KNAW). Hasil kajian dari AIPI biasanya akan dibahas bersama dengan Dewan Riset Nasional untuk membantu merumuskan kebijakan riset yang kemudian direkomendasikan ke Presiden. *** Ap/L

technologyindonesia
0

PUNA

BPPT-01A Wulung

JAKARTA - Teknologi penerbangan Indonesia selangkah lebih maju. Setelah meriset selama delapan tahun, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) akhirnya berhasil menciptakan pesawat terbang tanpa awak. Kreasi asli putra Indonesia itu bisa dimanfaatkan untuk kepentingan operasi militer maupun sipil.

Litbang BPPT berhasil membuat prototipe PUNA (Pesawat Udara Nir-Awak) dengan tiga varian. Yaitu, varian Pelatuk, Gagak, dan Wulung dengan kelebihan masing-masing. ’’Sampai sekarang sudah ada sepuluh unit,’’ ujar Head of Air Platform Division BPPT Ir Akhmad Rifai di Jakarta (30/11/08).

Akhmad menjelaskan, PUNA merupakan cikal bakal pesawat intai asli rakitan putra Indonesia. Pesawat ini bisa digunakan untuk pemantauan dari udara, seperti pemetaan, pemantauan kebakaran hutan, mitigasi bencana, pencarian korban, hingga pengintaian musuh.

BPPT-02A Pelatuk

PUNA juga bisa digunakan untuk kasus-kasus darurat. ’’Misalnya, ada kasus kehilangan pesawat atau kapal. Maka, pesawat tanpa awak yang dapat dipasangi kamera ini sangat berguna dalam pencarian,’’ katanya.

BPPT fokus pada penyempurnaan sistem autonomous (waypoint) dan kemampuan manuver terbangnya. Beberapa pesawat yang siap mengudara, antara lain, BPPT-01A Wulung, BPPT-01B Gagak, dan BPPT-02A Pelatuk.

Tipe PUNA adalah :
close range
, digunakan untuk survailance dengan jangkauan 5-10 km.
medium range
dengan jangkauan sekitar 30 km.
long range
untuk jangkauan 200 km

PUNA merupakan pesawat otonomos dilengkapi kamera pengintai dan tidak dikontrol melalui remote.PUNA memiliki panjang badan empat meter dan panjang sayap tujuh meter dengan jangkau ketinggian yang cukup di atas udara.

Menteri Riset dan Teknologi (Menristek) Kusmayanto Kadiman mengatakan, BPPT sudah melakukan penelitian dan berhasil mengembangkan PUNA sebagai pesawat pengintai dari udara terhadap apa yang sedang terjadi di darat dan laut.

Ia mengatakan, PUNA nantinya akan digunakan oleh militer dan aparat kepolisian Indonesia dalam melakukan penyusupan terhadap aktivitas di daerah rawan konflik.

Pesawat PUNA juga dilengkapi kamera mini untuk memotret kejadian di lapangan dan melaporkan kepada pihak terkait sebagai barang bukti.

Selain itu, BPPT juga mengembangkan dua pesawat pengintai mini tipe lain yakni pesawat Sriti seberat 10 kilogram (kg) dan pesawat pengintai yang dinamai Alap-Alap dengan berat 25 kg, untuk memantau perairan laut Indonesia.

ANTARANews
0

Saturn

Subchan dan Saturn (Foto: Subchan/Pool)

Oxfordshire
– Putera Indonesia Dr Subchan bersama tim Stellar meraih Ministry of Defence (MOD) Prize pemerintah Inggris untuk inovator tempur dan mendapat RJ Mitchell Trophy.

Subchan dan timnya menyingkirkan 6 tim lainnya yang masuk kualifikasi ke final kompetisi MOD’s Grand Challenge dari total 23 tim peserta.

“Tiga tim pada akhirnya menyerah sebelum bertanding karena ketidakmampuan sistem yang mereka buat,” tutur Subchan kepada detikcom, Selasa malam atau Rabu (20/8/2008) WIB.

Ditambahkan bahwa pada rentang 8-19/8/2008 merupakan hari-hari implementasi sistem hasil rancangan. Sebanyak 11 tim turun untuk melakukan pembuktian sistem mereka, mampu atau tidak melakukan apa yang diminta Dephan Inggris.

“Dari 11 tim hanya 6 tim yang akhirnya masuk final. Termasuk tim saya, Stellar, yang akhirnya menjadi pemenang,” ujar Subchan, dosen ITS yang saat ini sedang menempuh Post Doctoral di Cranfield University, Defence College of Management and technology, Defence Academy of the United Kingdom Informatics and Sensors.

Rancangan tim Stellar yang diberi nama Saturn, dinyatakan sebagai pemenang karena dinilai memiliki sistem terbaik untuk mengidentifikasi ancaman yang dihadapi pasukan Inggris dalam operasi-operasi militer saat ini.

Saturn menggunakan sistem terpadu berupa satu perangkat yang bisa terbang tinggi dan satu mini Unmanned Aerial Vehicle (UAV) serta Unmanned Ground Vehicle (UGV) dengan sebuah stasiun kontrol pengolah data visual, termal dan sensor radar.

Menteri Perlengkapan dan Logistik Pertahanan Baroness Ann Taylor memuji Subchan dan timnya telah mengikuti jejak RJ Mitchell, seorang inovator besar pertahanan Inggris.

“Kami bangga untuk menobatkan Tim Stellar sebagai pemenang kompetisi paling prestisius Dephan Inggris bidang inovator tempur. Tipe visi dan dedikasi seperti inilah yang telah membuat Inggris pemimpin dunia di bidang sains dan teknologi,” demikian Taylor seperti juga dimuat di website Dephan Inggris.(es/es)

detiknews
0

Mobil Robot Militer Masa Depan

Morolipi (Foto: Pikiran Rakyat)

JAKARTA : Mobil robot penjinak bom (Moro)-V.1 produk Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ditargetkan pada 2009 sudah mampu membantu tugas militer. Kendati, pada awalnya Morolipi hanya ditargetkan membantu tugas pasukan Gegana dalam mendeteksi dan menjinakkan bom.

“ Paling tidak, ditargetkan pada 2009 mendatang, prototipe robot yang awalnya hanya ditujukan untuk membantu tugas pasukan Gegana dalam mendeteksi dan menjinakkan bom itu bisa membantu tugas militer. Karena target utama penggunaan mobil robot ini untuk kepentingan pertahanan dan keamanan. Jadi, mobil ini harus mampu menjalankan beberapa fungsi pertahanan dan keamanan guna membantu tugas militer,” ujar Dr Eng Estiko Rijanto, peneliti Pusat Penelitian Tenaga Listrik dan Mekatronik (Telimek) LIPI.

Estiko Rijanto menjelaskan, bak mobil robot yang digunakan oleh militer Amerika Serikat (AS) dalam invasi ke Irak, Morolipi juga akan diinovasi guna menjalankan fungsi yang sama. Meskipun untuk mencapai tahap ini, dibutuh kreasi dan keseriusan untuk mewujudkannya, termasuk pendanaan. “Pada 2008 mendatang, penelitian dan inovasi terhadap robot ini akan dilanjutkan kembali setelah pada 2007 ini sempat terhenti karena terkendala pendanaan,” ujarnya.

Hal menarik, Morolipi tidak sekadar bisa berjalan di atas tanah datar saja, tapi dapat naik-turun tangga. Nantinya, mobil robot ini disiapkan sebagai salah satu peralatan militer, sebagai mobil robot yang maju di garda depan kancah pertempuran, robot pengintai, bahkan untuk membantu pasukan anti huru-hara mengatasi kerusuhan. “Inovasi dan kreasi baru sedang disiapkan oleh para peneliti untuk semakin menyempurnakan kinerja mobil robot yang dioperasikan menggunakan joystick ini,” ujarnya.

Terkait masalah harga, Estiko menjamin mobil robot ini bisa lebih murah hingga 50% dibanding mobil robot penjinak bom impor yang kini mencapai harga sekitar Rp1 miliar per unit. “Diupayakan semua onderdil yang dibutuhkan untuk merakit mobil robot yang dikendalikan secara jarak jauh ini bisa didapatkan dari produk lokal,” ujarnya. Meskipun untuk beberapa komponen tertentu, pihaknya masih harus mengimpor beberapa onderdil, seperti motor listrik dan sabuk bergigi dua muka.

Morolipi merupakan prototipe mobil robot penjinak bom yang telah dikembangkan LIPI sejak 2004. Mobil robot ini dapat dioperasikan dari jarak jauh memakai kabel untuk menjinakkan bom dengan cara memotong kabel listrik rangkaian pemicu ledakan bom. Operator dapat mengoperasikan mobil robot itu dari jarak maksimal 6 km menggunakan joystick dengan cara melihat gambar di monitor komputer yang dikirim oleh video yang terpasang di mobil tersebut.

Prototipe teknologi itu telah didaftarkan hak kekayaan intelektualnya (HKI) dengan nomor pendaftaran paten P00200500585 (17 Oktober 2005) dan pendaftaran paten P00200600696 (30 November 2006). Namun, lanjut dia, dukungan masih diperlukan untuk melakukan penyempurnaan teknis melalui kegiatan penelitian dan pengembangan selama 1–2 tahun ke depan, agar prototipe mobil tersebut siap ditransfer ke industri swasta dan BUMN atau pengguna lainnya, seperti POLRI dan TNI. Morolipi-V.1 yang sudah berhasil dikembangkan tim peneliti LIPI memiliki spesifikasi lebar 1 x 1 meter dengan tinggi 90 cm dan berat 80–100 kg. Mobil robot ini memiliki dua ruas lengan yang dapat berputar bebas ke lima arah sehingga bisa menekuk. Masing-masing ruas lengan panjang 70 cm dan bisa bergerak 360 derajat.

Tinggi Morolipi-V.1 ini mencapai 1,5 meter, dan didukung elemen- elemen kerja berupa artikulator, pengontrol artikulator, kamera biasa, dan inframerah yang akan mengirimkan gambar lapangan secara nirkabel ke operator melalui layar komputer serta gripper sebagai alat penjepit dan pemotong kabel.

Rangkaian elektronik penggerak mulai kontak dengan roda penggerak, lengan, kopling elektronika mekanisme melewati tangga, serta pengontrol supervisor untuk memudahkan pengoperasian. Dalam suatu uji coba Morolipi dapat memotong kabel berukuran 2 mm yang mengalirkan arus listrik itu sebelum sampai ke bahan peledak.

Kecepatan robot itu menjinakkan bom sangat tergantung dari kecepatan operator mengendalikannya. Bahan bakar yang digunakan untuk menggerakkan robot, yaitu aki listrik. Selain memiliki empat roda vespa delapan inci, robot itu juga dilengkapi sabuk roda, yang membantu robot itu menaiki tangga tanpa harus terpeleset. Kecepatan geraknya sama seperti kecepatan jalan manusia, yaitu 3 meter per detik. “Dari jarak 6 km, robot penjinak bom itu bisa dioperasikan. Jarak tersebut cukup aman untuk menjinakkan bom,” ujarnya. (Abd/Lea)

technologyindonesia

0

Industri Rumah membuat komponen pesawat terbang

UAV Produksi PT Globalindo Tech.

Pabrik pesawat Industri rumahan itu berada di Indonesia, tepatnya di Jalan Aeromodelling 4, Arcamanik, Bandung Timur. (di halaman sebuah rumah penduduk)

Memang bukan pesawat terbang biasa yang bisa mengangkut penumpang, tetapi industri rumahan pembuat pesawat tanpa pemandu yang disebut Unmanned Aerial Vehicle (UAV). Dibilang pesawat mini juga tidak, sebab UAV ini punya bentangan sayap 3 meter, panjang badan 2,6 meter, dan berat 20 kilogram, termasuk kamera di dalamnya. Terbuat dari bahan fiberglass yang dicetak di pabrik itu, UAV dapat terbang pada ketinggian 1.000 meter selama 2 sampai 3 jam dengan kecepatan maksimal 150 kilometer per jam.

Berbeda dengan pesawat remote control manual, UAV yang bertenaga listrik 12 volt dapat terbang mandiri berkat navigasi GPS yang sudah ditanam di tubuhnya. Pengendali jarak jauh dua tongkat dengan enam saluran hanya digunakan saat pesawat take off dan landing. Selebihnya, ia terbang mandiri mencari titik-titik koordinat yang sudah ditentukan sebelum ia terbang dengan menggunakan peta gratisan Google Earth.

Aplikasi UAV tidak berhenti pada pemantauan kebakaran hutan, pencarian korban kecelakaan, pengamatan lalu lintas maritim, pencarian kandungan mineral bawah tanah, atau pengawasan titik semburan lumpur Lapindo, misalnya, tetapi bisa dikembangkan untuk keperluan pesawat mata-mata.

Di rumah penduduk yang sebagian halamannya dijadikan pabrik, diproduksi pula belasan tipe pesawat terbang aeromodelling untuk olahraga dan hobi, mulai pesawat helikopter sampai pesawat tempur, yang dikerjakan oleh 12 teknisi lulusan STM.
Harga per pesawat Rp 15 juta hingga Rp 25 juta. Namun, bisnis inti yang serius digarap adalah UAV.

Saat wartawan Kompas berkunjung ke industri rumahan pesawat terbang itu, satu UAV pesanan sebuah lembaga riset Malaysia sudah selesai dibuat.
Tanggal 24 Desember 2007, UAV yang kemudian diberi nama Kujang ini berhasil menjalani tes terbang di Lanud Sulaeman, Bandung.
Kujang—yang merupakan senjata khas Sunda—mengudara selama 30 menit, berhasil menelusuri rute yang ditentukan tanpa kendali radio, sampai mendarat selamat.

Kembangkan logika
Siapa otak di balik lahirnya UAV yang berteknologi tinggi made in Arcamanik ini? Dialah Endri Rachman, pelarian PT Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang sejak delapan tahun lalu hijrah ke Malaysia untuk mengembangkan keahliannya sebagai pensyarah alias dosen.

Kompas masih mencatat ucapan pria lulusan S-2 Technical University of Brunswick, Jerman, spesialis model autopilot ini saat ditemui satu tahun lalu. ”Saya ingin memproduksi UAV dengan logika autopilot di Indonesia, tepatnya di Bandung,” katanya (Kompas, 29/12/2006). Rupanya ia membuktikan ucapannya itu!

Tidak nasionalis? ”Terserah orang mau bilang apa. Saya ini warga negara Indonesia. Kalau saya tidak nasionalis, saya pasti tidak akan membangun pabrik pesawat ini di Arcamanik, tetapi di Malaysia. Adanya pabrik pesawat ini justru agar Malaysia tidak mengklaim UAV yang saya kembangkan sebagai miliknya,” kata Endri saat ditemui di kantor pengembangan peranti UAV di sebuah ruko di Jalan Cihampelas, Bandung.

Untuk mewujudkan niatnya, Endri bersama rekan-rekan alumni IPTN mendirikan PT GTSI dengan modal awal yang menurut dia tidak sampai Rp 300 juta. Di lantai dua ruko bekerja teknisi pesawat terbang yang rata-rata jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) dan IPTN. Ada Asep Permana, jebolan Jerman dan IPTN di pengembangan bisnis. Ada Widyawardana, jebolan Teknik Elektro ITB di pengembangan sistem avionic UAV. Juga ada Muhajirin, manajer drawing yang mendesain rekayasa bentuk UAV. Endri sendiri bertindak selaku direktur utama.

Mengapa dengan modal yang tidak bisa dibilang besar Endri dan kawan-kawan berani melakukan langkah besar dengan mendirikan pabrik UAV di Indonesia? Jawabannya adalah ”nama besar”, yakni nama besar Endri sebagai inovator pesawat yang laku dijual di Malaysia. Orang Malaysia yang memesan UAV pertamanya pun berani memberi panjar 70 persen dari harga UAV.

Widyawardana mengakui, mesin masih didatangkan dari Amerika Serikat. Namun ke depan, katanya, PT GTSI sudah siap merancang mesin untuk UAV. Yang dikerjakan para teknisi di lantai dua ruko itu hanya rancang bangun dan pengembangan peranti lunak dan peranti keras yang akan ditanamkan di UAV.

”Yang kami kembangkan adalah logika. Dengan demikian, kalau bicara software bukan hanya untuk UAV saja. Umumnya bisa diterapkan pada benda bergerak lainnya, seperti kapal selam tanpa awak atau bahkan peluru kendali yang tidak bisa terjangkau pandangan mata,” katanya.

Kumpulan ”teknopreneur”
Asep dan kawan-kawan di PT GTSI punya cita-cita besar, yakni menghimpun kembali para alumnus IPTN yang kini banyak berserakan di medan usaha di luar pesawat terbang sekadar, yang disebutnya ”teknopreneur”. Sudah bukan rahasia umum, selepas IPTN goyah seiring selesainya BJ Habibie mengabdi di pemerintahan, para teknisi andal IPTN banyak terserak (diaspora) di beberapa tempat.

Sebagian besar lari ke luar negeri, seperti halnya Endri ke Malaysia. Ada pula yang bertahan di dalam negeri. Asep menyebut beberapa nama, antara lain Husin, ahli helikopter andal, yang kini menjadi anggota DPRD Jawa Barat. Juga ada Lian Darmakusumah, mahasiswa terbaik lulusan aeronotika Perancis, yang kini berwirausaha.

Untuk mewujudkan langkah itu, PT GTSI mengakuisisi sebuah bengkel yang sebelumnya hanya mengerjakan pesawat aeromodelling. Pesawat kendali untuk hobi ini tetap dipertahankan. Pilihan mengembangkan UAV tidaklah keliru. Endri mengaku sudah menerima pesanan baru, juga dari Malaysia, untuk mengerjakan Kujang 2.

Perusahaan ini pun siap membuka cabang di Malaysia, sekadar mendekatkan diri kepada konsumen. Negara lain yang berpotensi sebagai pemesan adalah negara-negara Arab, seperti Uni Emirat Arab, yang sudah menyatakan minatnya memesan UAV.

”Pesanan boleh datang dari mana pun, tetapi pabrik UAV tetap harus ada di sini, di Arcamanik ini,” kata Endri.

KOMPAS