0

Pindad Dongkrak Penjualan Kendaraan Tempur Panser

BANDUNG, (PRLM).-PT Perindustrian Angkatan Darat (Pindad) menggarap serius pasar regional Asia Tenggara untuk mendongkrak penjualan kendaraan tempur panser. Dirut Pindad Adik Avianto Soedarsono mengemukakan dalam waktu dekat ini penjualan 32 unit panser ke negara jiran Malaysia tinggal menunggu kesepakatan akhir yang akan dilakukan pada pertengahan Mei 2010. Selain Malaysia, Pindad dan Departemen Pertahanan menjajaki kerja sama perdagangan panser dengan Vietnam. Di saat yang bersamaan, pasar Filipina pun akan digarap

"Pada saat pameran di Malaysia baru-baru ini, Filipina menyatakan tertarik pula dengan produk panser kami," kata Adik, Jumat (30/4).

Saat ini, panser yang akan dijual ke Malaysia masih menjalani serangkaian ujicoba di lokasi pabrik Pindad, Kiaracondong Bandung. Beberapa komponen juga masih disempurnakan antara lain mesin, sistem pendingin, dan transmisi.

Dia menuturkan khusus untuk penjualan Panser ke Malaysia, perangkat mesin tidak lagi menggunakan mesin pabrikan Renault. Akan tetapi, menggunakan mesin Mercedes-Benz. "Karena Renault ternyata menjadi pesaing kami untuk memasok kendaraan ke Malaysia sehingga kami harus mengganti komponen mesin," kata Adik.

Namun demikian, Pindad belum memastikan, apakah unit panser yang akan dijual ke Malaysia akan menggunakan mesin Benz. Adik mengemukakan ada dua pilihan mesin yang akan dipakai untuk panser tersebut yaitu Benz atau Deutz yang hampir sama dengan mesin Renault berkapasitas 7.000 cc dan berkekuatan 320 tenaga kuda.

Selain menjajal dan menyempurnakan produk, Pindad dan Malaysia juga masih membenahi berbagai persyaratan administrasi supaya transaksi penjualan yang dilakukan benar-benar menerapkan prinsip good and clean government. Jika semua uji coba dan persyaratan rampung dalam waktu dekat ini, maka kesepakatan penjualan 32 unit panser akan dilakukan Mei 2010.

Selanjutnya, pengiriman pertama panser ke Malaysia bisa dilakukan pada November 2010 dan sisanya pada akhir tahun. Adik mengatakan pihaknya juga akan mengusulkan penyelesaian sisa 61 unit panser dari total 154 unit, jika penjualan panser ke Malaysia benar-benar terwujud.

Dia menuturkan harga jual panser ke Malaysia akan lebih mahal 30% dibandingkan dengan harga panser yang dipesan Dephan seharga Rp7 miliar. "Memang ada beberapa hal yang membuat harga jual ke Malaysia lebih mahal," katanya.

Juga dijelaskannya, harga jual panser pada tahun ini akan dinaikkan 10 persen sampai 15 persen, sebagai penyesuaian dengan perkembangan ekonomi makro. Untuk itu, Adik meminta agar pemerintah mau mengucurkan dana tambahan untuk pembayaran unit sisa panser.

"Memang kontraknya dengan pemerintah berlangsung pada 2007, tetapi harga tahun 2007 mungkin berbeda dengan harga sekarang," katanya.

Lonjakan harga baja belakangan ini, juga berpengaruh pada harga jual produk Pindad secara keseluruhan. Akan tetapi, kata Adik, kenaikan harga produk tersebut tidak terlalu signifikan. (A-132/kur)***

PikiranRakyat
0

Ahli Radar Dunia, Putera Indonesia

Liem Tiang Gwan, putera Indonesia kelahiran Semarang, 20 Juni 1930, ini seorang ahli Radar (radio detection and ranging)yang mendunia. Radar rancangannya banyak digunakan untuk memantau dan memandu naik-turunnya pesawat di berbagai belahan dunia. Bahkan militer di banyak negara Eropa menggunakan jasanya untuk merancang radar pertahanan yang pas bagi negaranya.

Liem Tiang-Gwan, sudah puluhan tahun bergelut dan malang melintang dalam dunia antena, radar, dan kontrol lalu lintas udara. Namanya sudah mendunia dalam bidang radar, antena, dan berbagai seluk-beluk sistem gelombang elektromagnetik yang digunakan untuk mendeteksi, mengukur jarak, dan membuat peta benda-benda, seperti pesawat, kendaraan bermotor, dan informasi cuaca.

”Sekolah saya dulu berpindah-pindah. Saya pernah di Jakarta, lalu di Taman Siswa Yogyakarta, kemudian menyelesaikan HBS (Hoogere Burgerschool) di Semarang tahun 1949. Setelah itu, saya masuk Institut Teknologi Bandung dan meraih sarjana muda tahun 1955. Saya melanjutkan studi di Technische Universiteit (TU) Delft, lulus tahun 1958,” ujar pria yang kini bermukim di kota Ulm, negara bagian Bavaria, Jerman.

”Lalu saya ke Stuttgart dan bekerja sebagai Communication Engineer di Standard Elektrik Lorenz, yang sekarang dikenal dengan nama Alcatel,” kata Liem.

Meskipun sudah bekerja dan mendapatkan posisi yang lumayan, Liem muda masih berkeinginan untuk kembali ke Tanah Air. Ia masih ingin mengabdikan diri di Tanah Air. Maka, tahun 1963 ia memutuskan keluar dari tempatnya bekerja di Stuttgart dan kembali ke Indonesia. ”Apa pun yang terjadi, saya harus pulang,” ujarnya mengenang.

Hidup berubah
Niat untuk kembali ke Tanah Air sudah bulat. Barang-barang pun dikemas. Seluruh dana yang ada juga dia bawa serta. Liem muda menuju pelabuhan laut untuk ”mengejar” kapal yang akan menuju Asia dan mengantarnya kembali ke Tanah Air. Kapal, itulah sarana transportasi yang paling memungkinkan karena pesawat masih amat terbatas dan elitis.

Namun, menjelang keberangkatan, Liem mendapat kabar bahwa Indonesia sedang membuka konfrontasi dengan Malaysia. Karena itu, kapal yang akan ditumpangi tidak berani merapat di Tanjungpriok, Jakarta. Kapal hanya akan berlabuh di Thailand dan Filipina. Maka, bila Liem masih mau kembali ke Indonesia, ia harus turun di salah satu pelabuhan itu.

”Saat itu saya benar-benar bingung. Bagaimana ini? Ingin pulang, tetapi tidak bisa sampai rumah, malah terdampar di negeri orang. Saya memutuskan untuk membatalkan kepulangan. Seluruh koper dan barang bawaan diturunkan lagi, padahal saat itu uang sudah habis. Tetapi dari sinilah, seolah seluruh hidup saya berubah. Saya kembali lagi bekerja di Stuttgart sebagai Radar System Engineer di AEG-Telefunken. Perusahaan ini sekarang menjadi European Aeronautic Defence and Space (EADS),” katanya.

Sejak itu, karier Liem di bidang gelombang elektromagnetik dan dunia radar semakin berkibar. Setelah bekerja di EADS, ia diminta menjadi Kepala Laboratorium Radarsystem-theory tahun 1969-1978, disusul kemudian Kepala Seksi (bagian dari laboratorium), khusus menangani Systemtheory and Design, untuk sistem radar, pertahanan udara, dan Sistem C3 (Command Control Communication). Sebelum pensiun pada tahun 1995, Liem masih menjabat sebagai Kepala Departemen Radar Diversifications and Sensor Concepts.

”Meski sudah pensiun, hingga tahun 2003 saya masih diminta menjadi consulting engineer EADS,” tambahnya.

Paten
Perannya yang amat besar dalam bidang radar, sensor, dan gelombang elektromagnetik membawa Liem untuk mematenkan sejumlah temuannya. Puluhan temuannya diakui berstandar internasional, kini sudah dipatenkan.

”Yang membuat saya tergetar, ketika menyiapkan Fire Control and Battlefield Radars, Naval Fire Control Radar dan sebagainya. Ini kan untuk perang dan perang selalu membawa kematian. Juga saat saya merancang MSAM Systems: Hawk Successor; Airborne High Vision Radar dan sebagainya,” kata Oom Liem.

Dia menambahkan, ”Saya sendiri sudah tidak ingat lagi berapa rancangan radar, antena, dan rancangan sinyal radar yang sudah saya patenkan. Itu bisa dibuka di internet.”
Indonesia

Secara sederhana, ilmu tentang elektro yang pernah ditekuni selama belajar, coba dikembangkan oleh Om Liem. Dalam sistem gelombang radio atau sinyal, misalnya, ketika dipancarkan, ia dapat ditangkap oleh radar, kemudian dianalisis untuk mengetahui lokasi bahkan jenis benda itu. Meski sinyal yang diterima relatif lemah, radar dapat dengan mudah mendeteksi dan memperkuat sinyal itu.

”Itu sebabnya negeri sebesar Indonesia, yang terdiri dari banyak pulau, memerlukan radar yang banyak dan canggih guna mendeteksi apa pun yang berseliweran di udara dan di laut. Mata telanjang mungkin tidak bisa melihat, apalagi dengan teknologi yang semakin canggih, pesawat bisa melintas tanpa meninggalkan suara. Semua itu bisa dideteksi agar Indonesia aman,” tambah Liem.

Akan tetapi, berbicara mengenai Indonesia, Liem lebih banyak diingatkan dengan sejumlah kawan lama yang sudah sekian puluh tahun berpisah. ”Tiba-tiba saja saya teringat teman-teman lama, seperti Soewarso Martosuwignyo, Krisno Sutji, dan lainnya. Saya tidak tahu, mungkinkah saya bertemu mereka lagi?” ujarnya sambil menerawang jauh melalui jendela kaca di perpustakaan pribadinya

Kompasiana
0

Hino Pasok Sasis untuk Kendaraan Militer Nasional

JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk memperluas pasar, PT Hino Motor Manufacturing Indonesia menjajaki segmen baru, yakni kendaraan militer. Merek yang berada di bawah bendera Toyota ini, berencana memasok sasis untuk kendaraan militer Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Gunadi Shinduwinata, Ketua Umum Asosiasi Industri Pertahanan Otomotif (AIPO) semalam mengatakan, saat ini seluruh anggota asosiasi tengah melakukan pengembangan kendaraan khusus militer. Untuk prototipe digunakan sasis Hino produksi lokal.

"Ini bukan masalah Hino saja, lebih tepatnya seluruh anggota AIPO. Hino dipilih karena memiliki kandungan lokal 70 persen," ujar Gunadi. Dijelaskan pula, asosiasi juga menggandeng PT Pindad dan perusahaan karoseri nasional untuk memenuhi kebutuhan TNI tersebut. Menurut Gunadi, terdapat sekitar 9-12 varian yang akan diciptakan.

"Untuk menciptakan satu prototipe, sudah menghabiskan dana Rp800 juta per unit. Ini kendaraan berat. Biayanya akan berkurang seiring tumbuhnya permintaan," papar Gunadi.

Dengan adanya kerjasama ini, diharapkan kebutuhan kendaraan militer yang masih mengandalkan produk impor secara perlahan dialikan ke industri lokal. “Potensi pasar kendaran militer nasional mencapai 3.000 unit per tahun,” ungkap Gunadi.



Kompas