Tuesday 29 January 2013

Sekolah Penerbangan LIFT Digugat

Ilustrasi Pesawat Latih
Mataram Sekolah penerbangan Lombok Institut of Flight Technology (LIFT) digugat ke Kantor Imigrasi Kelas I A Mataram oleh tiga instruktur pilot asing. Mereka masing-masing Vicktor Manuel Cobo Torres, 28 tahunwarga negara Spanyol, Selvia Syarifa Staudinger, 31 tahun, warga negara Jerman, dan Matthew Coen, 39 tahun, warga negara Inggris,  mengaku telah ditelantarkan sekolah penerbangan yang berbasis di esk Bandara Selaparang ini.

Tiga instruktur pilot ini tidak menerima hak mereka seperti seharusnya, menyusul pemutusan hubungan kerja sepihak sejak 12 Desember 2012.

Cobo dan Matthew kemarin menemui Kepala Kantor Imigrasi Mataram I Wayan Sudana, melaporkan tindakan LIFT. Sementara Selvia tak bisa hadir karena sedang sakit. Mereka didampingi penasehat hukumnya I Gede Sukarmo.

Menurut Gede, tiga instruktur pilot ini diberhentikan enam bulan sebelum kontrak kerja mereka habis. Ini gara-gara tiga pilot ini menolak terbang melatih siswa, karena menilai pesawat latih tidak layak.

LIFT mengoperasikan tiga pesawat latih jenis Liberty XL2, selain satu simulator pesawat dan cross wind simulator. Menurut Matthew, bahan bakar pesawat kerap terkontaminasi, sehingga kemampuan terbang pesawat menurun pada ketinggian 2.000 kaki. ‘’Selain itu, pesawat latih Liberty XL2, kini sudah tidak lagi digunakan di sekolah penerbangan di dunia,’’ kata Matthew, yang merupakan kepala instruktur pilot LIFT.

Mereka lalu diberhentikan. Namun hak-hak mereka seperti pesangon dan pembayaran gaji tersisa enam bulan sesuai kontrak tidak diberikan. Itu sebabnya mereka melayangkan gugatan ke Imigrasi Mataram, mengingat izin kerja dan izin tinggal sebagai orang asing ditangani Imigrasi. Satu bulan seorang instruktur digaji sedikitnya Rp 50 juta.

Kepala Kantor Imigrasi Mataram I Wayan Sudana mengatakan, Dalam UU No 6/2011 tentang Keimigrasian, tanggung jawab mengurus izin kerja dan izin tinggal ada pada perusahaan pengguna jasa tenaga kerja asing. ‘’Jika perusahaan lalai terhadap kewajiban yang diatur dalam UU Keimigrasian, ancaman hukumannya lima tahun penjara,’’ kata Sudana.

LIFT saat ini kata dia juga telah dilaporkan Alexander Dryek, instruktur pilot asal Rusia, yang sudah tiba di Mataram setengah bulan lalu. Namun, Alex belum mengantongi izin tinggal dan izin kerja. Padahal kewajiban LIFT mengurus dokumen itu paling lambat tujuh hari setelah tenaga kerja asing tiba di Indonesia.

‘’Kita sudah panggil pihak LIFT. Tapi tetap tidak ada respon. Kami siap menindaklanjuti apa yang ada di undang-undang,’’ kata Sudana.

Lebih jauh, pengacara ketiga instruktur pilot tadi, Sukarmo mengatakan, selain gugatan ke Imigrasi, pihaknya kini menyiapkan gugatan perdata dan pidana di pengadilan. Tak dirinci soal gugatan lanjutan itu.

Sementara itu, dihubungi terpisah, LIFT belum bisa memberi tanggapan atas laporan tiga instruktur pilot itu. ‘’Kami tidak bisa memberi tanggapan apapun terkait laporan ini,’’ kata Syukro, salah seorang jajaran manajemen LIFT, di kantor mereka di eks Bandara Selaparang.

Ia mengatakan, LIFT telah menyerahkan sepenuhnya proses gugat menggugat ini pada pengacara mereka yang berbasis di Jakarta. ‘’Kami tidak bisa berkomentar,’’ kata Syukro lagi.

LIFT mulai investasi sekolah penerbangan di Lombok sejak Maret 2011. Sebanyak 51 persen saham sekolah penerbangan ini dimiliki pengusaha Indonesia, dan 41 persen dimiliki konsorsium asal Hongkong, Castel Mark Limited.

Saat mulai investasi, sekolah penerbangan ini menemui Wakil Gubernur H Badrul Munir. Saat ini dikabarkan, LIFT memiliki 40 siswa. Biaya sekolah pilot selama satu tahun sedikitnya USD 60.000 atau setara Rp 500 juta. (cr-kus)


JPNN
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgooV1VxZtEsH4vI20hI-r2oQ16VSeAVhaU051orN-_f14Dy4r7Abm-QuaFrw4Y1yHdzPjiTzcgMX9SJi0KfjrQRJwsPhAAscD9wCxqg1CxOhldL5FQjlgoagk76DSQbpmT__OEVvhDSXM/s35/cinta-indonesia.jpg

0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...