Tuesday 12 April 2011

Jeruk Keprok Terancam Punah

Seorang petani memetik buah jeruk nipis di Banyuwangi, Jawa Timur, (26/3). Dalam satu bulan terakhir harga jeruk nipis naik dari Rp.2000/Kg menjadi Rp.6000/Kg. Foto: ANTARA/Seno S

TEMPO Interaktif
, Yogyakarta - Jeruk keprok asal Indonesia terancam punah. Jeruk keprok yang berasal dari Tawangmangu, Grabag dan Garut mulai sulit ditemui di pasar tradisional dan supermarket.

Menurut ahli hama dan penyakit tanaman Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, buah yang rasanya manis ini hampir dipastikan tinggal kenangan. Penyebabnya, hampir seluruh tanaman jeruk keprok terserang penyakit. “Kalaupun ada sekarang kapes-kapes,” kata ketua jurusan hama penyakit tanaman Fakultas Pertanian Prof. Susamto Somowiyarjo di kantornya, Senin, (11/4). Kapes-kapes maksudnya, seperti ampas, wujudnya jeruk tetapi tawar rasanya dan tak berisi.

Sedangkan ahli penyakit hama dan tanaman Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada Profesor Dr. Siti Subandiyah menceritakan jeruk keprok ini diserang penyakit citrus vein phloem degeneration (CVPD) atau Huanglongbing. CVPD mulai masuk Indonesia sejak tahun 1960-an dan memusnahkan jeruk keprok. Bahkan penyebaran serangganya, meski belum sampai ke penyakitnya sudah mencapai California, Florida, dan Luciana. CVPD ditemukan pertama kali di daratan China.

Karena serangan itu, bukan berarti pemerintah tak melakukan upaya pemulihan. Subandiyah menceritakan meski berbagai upaya dilakukan dengan cara memperbanyak dan menghasilkan bibit jeruk namun di balai pembibitan, hasilnya tetap gagal. Ada beberapa alasan yang jadi kendala, pertama fasilitas untuk menghasilkan bibit jeruk bebas penyakit sangat terbatas. “Banyak sekali tanaman jeruk yang beredar tidak sehat, penyebab penyakitnya masih banyak,” katanya.

Jika mereka menemukan di lapangan penyakit itu bersarang pada tanaman petani, mereka enggan membongkarnya. Biasanya alasan pemusnahan tanaman itu, karena tenaga dan biaya. “Karena itulah penyakit ada terus,” katanya. Hingga saat ini belum ada teknologi, sekalipun dari luar negeri yang bisa mengupayakan bibit tanaman bisa tahan lama di laboratorium.

Penyakit CVPD sendiri disebabkan bakteri. Bakteri ini menimbulkan kerusakan jaringan tulang daun khususnya ibu tulang daun. Subandiyah menduga faktor suhu atau global warming menjadi salah satu penyebabnya. Ini dibuktikan dengan kemunculan penyakit ini yang semula hanya ada di daerah Afrika dan Asia. Pada 2004, dilaporkan penyakit ini ditemukan di Brasilia dan tahun 2005 di Florida. “Bahkan mereka mendeteksi tanaman jeruk ternyata serangganya sudah dekat California padahal penyakitnya masih di Florida dan Luciana,” kata Subandiyah.

Perpindahan penyakit ini dilaporkan masuk ke Indonesia melalui Jepang. Dia menduga pemanasan global yang awalnya penyakit ini di daerah panas kemudian menjalar ke daerah yang hangatnya semakin ke utara. “Semakin ke arah dingin, maka penyakit ini kian beradaptasi,” katanya. [BERNADA RURIT]


TEMPOInteraktif

0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...