Tuesday 5 June 2012

Pemerintah Tidak Melarang SMS Gratis Antaroperator

JAKARTA, KOMPAS.com — Mulai hari Jumat (1/6/2012), layanan pesan singkat atau SMS gratis antaroperator tidak ada lagi. Namun, pemerintah masih memperbolehkan layanan SMS gratis antaroperator sebagai nilai tambahan operator.

Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menjelaskan kebijakan interkoneksi berbasis biaya memang akan menekan penggunaan SMS gratis antaroperator. Akan tetapi, bila operator masih menginginkan layanan tersebut,  pemerintah masih memperbolehkan.

"SMS gratis antaroperator masih diberikan operator, ya silakan. Tidak apa-apa," kata Tifatul, selepas membuka acara Broadcast and Multimedia Show (BMS) di Balai Kartini Jakarta, Senin (4/6/2012).

Pemerintah masih memperbolehkan pemberian SMS gratis antaroperator karena operator dianggap masih bisa mengambil untung dari suara (voice) dan data (internet). Dengan demikian, keuntungan dari dua layanan tersebut bisa menyubsidi pemberian SMS gratis antaroperator.

Terkait efektivitas pengurangan SMS spam, pemerintah akan menyerahkan mekanisme penerapan kebijakan interkoneksi ke masing-masing operator. Pemerintah hanya membuat regulasinya saja.

"Jika ada saja operator yang masih menawarkan SMS gratis, itu ya terserah operator. Terkait efektivitas mengurangi SMS spam, itu juga wewenang operator," tuturnya.

Sekadar catatan, Kementerian Komunikasi dan Informatika kini menerapkan interkoneksi SMS berbasis biaya yang dinilai lebih adil bagi operator dan menguntungkan masyarakat.

Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Gatot S Dewa Broto, Kamis (31/5/2012), menyampaikan, penerapan kebijakan interkoneksi berbasis biaya pada SMS ini menyusul layanan telekomunikasi berbasis suara berdasarkan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 8 Tahun 2006 tentang Interkoneksi yang telah berlaku sejak April 2008.

Gatot menerangkan, layanan SMS antaroperator berdasarkan skema sender keep all (SKA) yang berlaku selama ini dinilai tidak adil. Keuntungan hanya dinikmati operator pengirim SMS, sedangkan operator penerima tidak mendapatkan keuntungan dan hanya kebanjiran lalu lintas SMS. Padahal, penggunaan jaringan membutuhkan biaya operasional.

”Bayangkan, dalam sehari saja terdapat  400-500 juta SMS per operator. Lalu lintas SMS yang padat ini bisa mengganggu kualitas jaringan,” ujar Gatot.

Sejumlah oknum yang tidak bertanggung jawab juga biasanya memanfaatkan layanan SMS gratis ini untuk mengirimkan SMS spam, penipuan, atau promo kepada konsumen.

Menurut Gatot, dengan SMS berbasis biaya ini, operator penerima SMS akan mendapat Rp 23 per SMS. Angka Rp 23 per SMS ini merupakan hasil perhitungan biaya interkoneksi SMS tahun 2010 yang dilakukan konsultan independen.

 Keadilan 

Harapannya, tercipta keadilan pada penyelenggara layanan SMS. Operator penerima SMS juga mendapatkan keuntungan dari tarif SMS.

Selain memberikan keadilan bagi operator, SMS berbasis biaya ini juga dinilai memberikan keuntungan bagi konsumen. Keuntungan yang akan dinikmati masyarakat dari SMS berbasis biaya ini adalah kualitas jaringan yang bagus.

Di samping itu, jumlah SMS spam, penipuan, atau promo yang tidak dikehendaki juga akan berkurang.

”Kami berharap jumlah SMS spam akan jauh berkurang setelah SMS berbasis biaya ini berlaku,” kata Gatot.

Meski demikian, Gatot menegaskan, penerapan interkoneksi SMS berbasis biaya ini bukan berarti pemerintah menaikkan tarif ritel SMS. Pemerintah tidak berwenang mengatur tarif ritel SMS. Operatorlah yang menetapkan tarifnya sendiri berdasarkan skema SMS berbasis biaya ini.


0 comments:

Post a Comment

 
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...